24

133 9 0
                                        


"Tahu darimana Kakak bohong? Kan kakak udah bilang kalau kita ga deket, sebatas temen kerja doang. Kenapa sih? Mau kakak ngomong sesuatu ke dia?"

"Aku pernah lihat Kak Sae sama Kak Kun ngobrol di cafe, dan kelihatannya serius banget."

Saebom tertawa, "salah lihat kali?"

"Kak, aku udah bahas ini sama Kak Kun, masih mau ngelak?"

Sadar dirinya kehilangan kesempatan menjauh dari masalah, Saebom melihat adik angkatnya dengan perasaan kesal yang sudah menumpuk.

"Fine. Kamu keras kepala banget, kalau udah tahu dari Kun sendiri kenapa masih mojokin kakak??"

"Kakak sendiri, kenapa ngelak?"

"Karena... ga pengen kamu mikir aneh-aneh?? Lagian orang itu pengennya kamu doang, gua cuma angin. Padahal udah gua paksa pun, ga ada bedanya." ucap Saebom dengan merendahkan nada ucapannya di kalimat terakhir.

"Paksa?"

Menjauhkan wajah Yangyang yang mendekat padanya dengan wajah meminta penjelasan lebih banyak, Saebom heran kenapa mereka berdua terlalu banyak miripnya. "Kakak ceritain dari awal deh. Daripada kamu banyak nanya,"

"Sesuai yang kakak bilang, kita kenal waktu dia internship sedangkan kakak udah kerja setahun lebih awal. Kalian sama aja, kenal kakak dari benerin sepatu. Dan itu setahun setelah kakak ditinggal sama orang brengsek, Kun itu menuhin standar gua banget."

"Maaf aja nih, kakak suka sama dia. Sampai sekarang,"

Membuka mulutnya tak percaya, Yangyang merasakan sakit hati teramat sangat.

Saebom memukul pelan kepala Yangyang. "Belum selesai. Kakak udah nyerah ngejar dia kok, orang dia aja maunya kamu, ga guna kan kakak paksa sampe hujan batu juga?"

"Ga percaya."

"Apa yang ga percaya, Yangyang?"

"Emang Kak Kun beneran mau sama aku?"

Perempuan itu tergelak. Pertanyaan yang sangat konyol keluar dari Yangyang? Dia pasti bercanda.

"Kalau ga sama kamu, sama siapa? Dia cintanya sama kamu, mikirinnya kamu, ga sempat mikir orang lain. Kun aja ga sadar kalau gua deketin, dia ngira gua pengen deket sebagai temen bukan pacar."

Yangyang semakin sendu, dia mempertanyakan ucapan orang tentang Kun yang sudah mabuk cinta padanya, dan ucapan Kun mengajaknya dekat kembali dari awal.

Dia hanya ragu tentang perasaannya. Merasa tidak pantas, namun tidak puas jika menyerah begitu saja.

"Bingung banget? Insecure ya, karena dia pernah dideketin banyak orang, tapi kamu ga berusaha dan tetep dipilih sama dia?"

Menatap kakak angkatnya, perempuan itu tersenyum tipis.

"Insecure?"

"Iya. Kelihatan dari mukamu. Dia pernah bilang sesuatu yang bikin kamu stress gini? Coba bilang,"

Mengingat saat dirinya dan Kun akhirnya mengobrol setelah sekian lama, Yangyang menunjukkan wajah sedihnya. "...dia bilang, capek bertahan sama perasaan semu, karena ga ngerti beneran masih suka aku apa nggak,"

Saebom tidak membalas. Perempuan itu hanya menatap Yangyang, merasa marah, kesal, dan kasian di waktu yang sama.

Baru saja ia ingin mengeluarkan pendapat, suara pecah dari samping mereka membuat perhatian seluruh toko mengarah ke dua laki-laki yang berbisik saling menyalahkan.

"Xiaojun? Ngapain di sini?" tanya Yangyang sembari menghampiri teman dekatnya, membantu Xiaojun dan Hendery membereskan kekacauan yang mereka buat.

Pegawai toko kue dengan cepat ikut membantu, dan memberitahu mereka bisa menyerahkan kekacauan padanya, dengan nada sedikit kesal ke arah Xiaojun dan Hendery.

"Maaf mas, ini gara-gara pacar saya kebanyakan ngeluh." ucap Xiaojun meminta maaf sembari membungkuk, serta mengajak pacarnya membungkuk pula.

"Tapi yang, aku mau mabar masa harus di sini terus? Kamu sih, ga bolehin aku pulang,"

"Gue tendang aset lo mau?"

"Nggak, maaf. Tapi—"

"Kalian kalau mau lanjut debat nanti aja bisa ga sih? Malu-maluin!" Yangyang menginterupsi dengan kedua tangannya menutup mulut pasangan tidak bisa diam itu.

Hendery masih melanjutkan omongannya, meskipun tidak jelas. Dia lelah, ingin main game saja tidak boleh.

Menarik dua orang pembuat onar menuju tempat duduk empat kursi–disertai mengajak Saebom ikut dengannya pindah tempat–Yangyang bersiap mengomel pada Xiaojun.

"Ga sengaja." Xiaojun sudah berbicara sebelum Yangyang mengeluarkan suara.

"Apanya ga sengaja??? Kalian ngikutin sejak gue keluar apart kan?"

"Iya, Xiaojun maksa. Padahal gua pengen males-malesan di apart, dia malah ngajak jadi penguntit." Balas Hendery dengan kedua matanya fokus bermain game meskipun tersiksa tidak bisa menaikkan volume suara handphone-nya.

"Gue cuma mau mastiin lo gapapa doang, sumpah. Wajah lo stress banget tadi, jadi gue khawatir. Cuma karena ga berani sendiri... gue ngajak pacar gue, hehe,"

"Hehe hehe kayak gue bakal maafin aja."

Teringat dia ingin membalas tentang percakapan Yangyang dan Saebom, Xiaojun menatap teman dekatnya. "Yangyang, lo serius ngira si Kun itu bosen suka sama lo?"

"Nguping ya?!"

Xiaojun kembali meringis. "Tapi ya, sejauh yang gue lihat, lo kurang yakin aja. Sama kayak yang Kak Saebom bilang, lo itu insecure sama hal ga perlu, siapapun yang kenal si Kun pasti tahu lah dia bucinnya siapa."

Yang disebut nama hanya mengangguk mengiyakan, menikmati pertengkaran adik angkatnya setelah sekian lama.

"Kalian tuh yakin banget karena udah lihat sendiri apa gimana sih?"

"Lihat lo aja udah kelihatan. Mikirnya Kun mulu." jawab Xiaojun dan Saebom bersamaan. Mereka pun high-five merasa bangga bisa memojokkan Yangyang.

"Ah males lah, jadi kerjasama gini."

"Makanya, sadar kalau lo cuma kebanyakan mikir aja, gitu doang ribet," dan keduanya kembali high-five kagum bisa mengatakan kalimat sama persis dua kali.

Hendery? Sudah masuk terlalu dalam di game yang ia mainkan.

Menggebrak meja pelan, Yangyang berdiri. "Gue pulang!" serunya kesal, tidak bisa melawan.

"Lah, marah dia." Xiaojun dan Saebom pun high-five (lagi), dengan kedua tangan mereka terangkat.

Setelah Yangyang keluar toko, Xiaojun menatap Saebom serius. "Kak, lo beneran nerima kalau mereka bareng lagi kan?"

"Mau jawaban jujur atau bohong?"

"Jujur."

"Nggak. Tapi gua udah kalah Jun, udah nemu calon juga, sisa move on doang mungkin."

"Bagus. Kalau lo berani ganggu hubungan dia sama Kun yang lagi renggang, gue hapus keberadaan lo dari ingatan Yangyang. Maksa orang demi egonya sendiri? Brengsek lo kak,"

"Emang gua brengsek, lo juga penguntit."

Mereka berdua yang sebelumnya akur, menjadi saling debat entah berapa lama. Ditambah dengan Hendery yang berusaha mengumpat dalam suara kecil, terlalu fokus pada game.

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang