[I] : 1O

137 17 6
                                    


Aneh sekali, dia yang diajak, namun justru dirinya hanya menjadi angin lalu bagi dua manusia yang sedang asik berbincang membahas artis papan atas.

Sebulan pasca Kun resmi bekerja sebagai dokter umum—yang disukai banyak pasien ibu-ibu, Ten mengajaknya makan bersama di cafe milik teman mereka semasa masih kuliah.

Di waktu yang sama, Saebom juga mengajaknya untuk pergi ke cafe. Walaupun berujung Kun meminta Saebom ikut dengan cafe yang akan ia kunjungi, rasanya kebetulan ini membuatnya tidak nyaman.

Karena Ten dan Saebom tidak pernah bertemu sebelumnya, mereka berdua baru saja berkenalan setelah Kun yang menyuruh mereka berbicara satu sama lain.

Mungkin Kun tidak akan kesepian jika ada Yangyang di depannya sekarang. Mengajaknya mengobrol seperti baru saja bertemu.

Membicarakan bagaimana hari-hari si manisnya di luar negeri, apakah laki-laki itu melanjutkan kuliahnya, Kun penasaran dengan semuanya.

Tersisa setengah jam sebelum jam kerjanya dimulai kembali. Daripada ia hanya menyalahkan dirinya karena kurangnya usaha memperjuangkan Yangyang, Kun mengikuti alur pembicaraan Ten dan Saebom.

Kun tidak tahu, apa niat sebenarnya dari kedua orang yang kini duduk satu meja dengannya. Berniat hanya berdua saja, malah tambah satu orang yang baru saja mereka berdua temui.

Keduanya sempat perang dingin, saling menyindir, namun menjadi asik mengobrol ketika sudah bergosip tentang artis.

Tidak ada yang tidak menyukai Kun. Tapi, sebanyak apapun mereka berusaha, hati Kun sudah berhenti di satu orang. Menghabiskan hari-hari dengan tawa sudah menjadi kebiasaan, yang susah untuk dilupakan.

"Istirahat gue udah abis, balik ke rumah sakit dulu ya." Ucap Saebom dan kembali ke rumah sakit yang lumayan dekat dari cafe.

"Kapan istirahat lo selesai?"

"15 menit lagi sih, kenapa? Nyuruh gue balik juga?"

"Nggak, gue mau nanya aja," Ten meminum americano miliknya. "Kok bisa dia satu tempat kerja sama lo? Ga bilang lagi."

"Bilang ke siapa?"

"Ke gue lah??"

"Emang lo sama gue udah pacaran?"

Kun mengernyitkan dahinya tidak mengerti, sedangkan Ten sudah salah tingkah salah mengajukan pertanyaan. Dari awal mereka hanya sahabat, tidak lebih.

"Ga akan. Pengen banget ya,"

"Mana mau gue sama lo,"

"Maksud?"

"Kan lo masih gamon sama Winwin lo itu, gue juga masih nungguin Yangyang balik ke sini."

Rasanya sakit, tapi rasa penasarannya lebih besar. "Lo masih suka sama dia, padahal udah ga ketemu setahun lebih?"

"Iya, bego ya? Mau liat orang lain yang auranya sama kayak Yangyang juga gue cuma inget dia. Ejek gue aja, gapapa."

"Nggak, gue ngerti rasanya kok." Ia bohong. "Terus kok lo bisa kenalan sama si siapa tadi? Saebum?"

"Saebom, panggil Sae aja katanya. Ya cuma kenalan biasa, ketemuan waktu gue benerin sepatunya, terus ternyata dia kenal banget sama Yangyang. Jackpot, kan?"

"Lo masih tolol kayak biasa ya,"

"Tiba-tiba???"

"Nggak, lupain aja."

Karena sepuluh menit lagi waktu istirahat Kun habis, mereka berdua membereskan barang mereka sebelum pamit pada pemilik cafe. Namanya Jaehyun.

Bau parfum bunga Lavender merusak obrolannya dengan Ten, baunya mirip dengan seseorang.

Saat Kun dengan tidak sopannya membuka pintu cafe mencari bau tersebut, baunya sudah hilang tercampur banyak aroma kopi dan pewangi ruangan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya penjaga kasir bingung.

Kun menggeleng, ia menunduk meminta maaf sudah membuat keributan di cafe teman kuliahnya. Walaupun dia ingin menjelajahi dalam cafe lebih lanjut, dengan orang-orang yang melihatnya sekarang, sepertinya Kun tidak akan melakukannya.

Itu mirip dengan parfum kesukaan Yangyang saat laki-laki kesayangannya pergi kuliah dulu.

"Kenapa lo?"

Wajahnya menatap Ten, yang sedang memasang wajah heran padanya. "Ga tau, gue gerak sendiri tadi. Gue balik duluan,"

"Tunggu."

"Apa? Kenapa pegang tangan gue? Tangan gue luka?"

Tidak, Kun tidak terluka sama sekali. Hanya Ten yang memikirkan banyak hal saat ia memegang tangan sahabatnya, kemungkinan mustahil yang Ten harapkan.

"Gimana kalau,"

"Kalau?"

"Gue—"

Suara bel mobil mengejutkan mereka berdua yang terdiam melihat tangan mereka yang tertaut.

Kaca mobil itu turun, menunjukkan wajah laki-laki sangat tampan, tersenyum pada Ten.

"Lo ngikutin gue LAGI????" Seru Ten tidak terima pada Johnny.

"Siapa dia?" Kun melihat laki-laki yang baru dia lihat dengan bingung, sepertinya keduanya sedang ada masalah.

"Jojo." Jawab Ten ketus, tidak sudi menyebut nama asli si pengganggu hidupnya.

"Johnny, Kun. Gua temen sekantornya Ten, mau jemput dia balik ke kantor soalnya," Johnny mengulurkan tangannya menuju Kun yang sedang dihalangi oleh Ten.

Kun dan Johnny bersalaman setelah Ten menyerah menahan sahabatnya berkenalan dengan orang tanpa malu di depannya saat ini.

Karena waktu istirahat Kun sudah habis, terpaksa ia dan Ten masuk ke dalam mobil Johnny menuju rumah sakit tempat Kun bekerja.

"Kun, lo lagi suka sama orang ga?"

"Iya, kenapa emang?"

"Orangnya yang di sam—hmph."

Mulut Johnny tertutup tangan Ten yang sangat pas di mulut Johnny, namun tidak menggangu si pengemudi mengendalikan mobilnya. Tapi tetap saja, suasana jadi sedikit canggung karena ucapan Johnny yang terputus.

"Lo kenapa milih bahasan itu sih?"

"Biarin. Takut ketauan ya,"

"Kalau aja lo bukan atasan gue, abis lo."

"Coba aja. Mau dimana? Kantor? Hotel?"

Sekarang berganti Ten mencekik leher Johnny, laki-laki itu sudah sangat kesal dengan godaan yang dilontarkan oleh atasannya.

Jika Ten manager, maka Johnny adalah Direktur. Dan itulah alasan mengapa keduanya sedikit dekat dalam satu bulan.

"Orang yang di samping siapa, Ten? Mana ada dia suka sama gue,"

Dan Johnny memperlihatkan ekspresi mengejek pada Ten, yang sekarang sudah memasang wajah sedih bercampur kesal.

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang