Bagian 14

38.1K 2.7K 112
                                    

Malam hari stela terbangun dari tidurnya, ia memilih bangkit lalu pergi ke dapur karena tenggorokannya haus. Bian masih terlihat nyenyak dengan tidurnya, mengabaikan bian yang masih asik tidur stela memilih duduk di balkon kamarnya menatap lampu perumahan komplek yang begitu tenang.

Banyak yang stela pikirkan saat ini sampai kepalanya mau pecah, ia seperti orang yang sudah tak punya penopang hidup lagi. Kedua orang tuanya diambang perpisahan, keluarganya hancur, namanya banyak dibenci semua orang, apa semenyedihkan itu hidupnya?.

Tanpa terasa air matanya menetes membasahi pipinya, ia bukan menyerah hanya saja sedikit lelah dengan setiap masalah yang tak mau berhenti. Stela dilahirkan kuat tapi nggak salahkan kalau sesaat dia memperlihatkan sisi rapuhnya yang tak diketahui semua orang, stela yang cengeng, stela yang mudah sakit, stela yang kesepian.

"Nangis aja nggak usah ditahan" ujar sebuah suara membuatnya segera menghentikan tangisannya.

Awalnya bian terbangun karena tak merasakan kehadiran stela, lelaki itu mencari stela takut gadisnya akan pergi. Sayup-sayup dirinya mendengar suara tangisan di balkon yang ternyata suara dari seseorang yang ia cari. Bian terdiam mematung sesaat sebelum menghampiri stela, mengapa stelanya terlihat sangat rapuh? ia jadi teringat percakapannya dengan maminya dulu.

Sore itu bian barusaja pulang sehabis jalan bersama stela, maminya kebetulan sudah pulang. Karena jarang mendapatkan sang ibu berada dirumah ia menghampiri perempuan hebatnya itu.

"Dorrr"

"Aaaaa ya ampun biann, kamu ya mau buat mami jantungan" kesal zakia.

"Hehe maaf mi"

"Mau minum?"

"Boleh"

Zakia langsung menuangkan jus mangga ke gelas lalu menyerahkan ke bian yang dengan senang hati lelaki itu terima.

"Haus banget, darimana emangnya?"

"Jalan sama stela mi"

"Stela cantik ya" Bian menggangguk

"Stela baik" Lagi bian mengangguk

"Senyumnya manis" Kali ini bian tersenyum sambil mengangguk membayangkan senyum manis kekasihnya.

"Stela kuat ya" Bian sedikit bingung perkataan maminya namun ia tetap mengangguk.

"Stela rapuh" Bian langsung memandang maminya penuh tanya.

"Mami tau stela lebih dari yang kamu tau bian"

"Maksud mami?"

"Kamu cukup jagain stela dan jangan sakiti dia, stela terlalu rapuh untuk kamu buat sakit lagi. Stela juga udah menjadikan kamu orang yang ia percaya mampu membawa kebahagiaan dihidupnya, jadi mami minta tolong jaga dia seperti kamu jaga mami".

"Iya mi, tanpa mami minta bian bakalan jaga stela dan nggak akan nyakitin dia" ujar bian mantap kala itu membuat zakia tersenyum tulus lalu menepuk bahu bian seolah bangga pada putranya.

Bian tersadar dari lamunannya, kali ini rasa bersalah mulai merayap di hatinya. Mi bian gagal jagain stela, bian udah bikin dia sakit hati sampai stela kayak gini batin bian lirih.

Dengan segenap keberanian ia menghampiri perempuan yang terlihat sangat berbeda malam ini, selain rapuh stela malam ini juga menangis pilu membuat siapa saja yang mendengarnya ikut merasakan kesedihan dari tangisan itu, meskipun bian tak paham mengapa gadis itu menangis.

Stela menatap bian sebentar sebelum kembali melihat pemandangan langit malam dari balkon, mereka hanya diam dengan pikiran masing-masing.

"Masuk stel angin malam nggak bagus buat kamu"
Stela hanya diam namun tetap mengikuti perkataan bian, ia masuk ke dalam kamar diikuti lelaki itu.

Seperti BertransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang