Krist duduk bersimpuh di makam kedua orang tuanya dengan air mata yang berlinang dari kedua matanya. Krist mengadukan semua derita yang ia rasakan semenjak keduanya pergi. Menceritakan kesakitannya hidup sendiri di dunia yang kejam ini.
"Mama, papa, Krist rindu kalian."
Krist mencoba untuk kuat, mencoba untuk terlihat baik-baik saja, tapi kenyataannya ia tak sanggup melakukan itu. Selama ini Krist memandam segalanya sendiri, ia tidak memiliki teman berkeluh kesah, sehingga semuanya menjadi semakin berat dari hari ke hari.
"Ma, pa, kenapa nong Love belum sadar juga sampai sekarang? Jangan ambil nong juga ma, pa. Krist hanya punya dia di dunia ini."
Krist tau mama dan papanya tidak akan menjawab, tapi Krist terus merapalkan banyak kata pada dua pusara itu. Setidaknya yang ia lakukan mampu melegakan hati yang penuh sesak dengan hal-hal yang dipendamnya selama ini.
"Ma, pa, Krist ingin mengatakan sesuatu, Krist tau jika mama dan papa pasti tidak akan setuju dengan ini. Tapi Krist melakukan semua ini untuk membiayai pengobatan nong Love, Krist tidak tau harus mencari uang kemana lagi, jadi Krist mengambil tawaran pria itu. Krist tidak melakukan hal yang buruk, Krist hanya menyewakan rahim untuk mengandung anaknya. Tolong jangan marah pada Krist ya, ma, pa."
Getaran dari ponselnya mengganggu obrolan satu arah yang dilakukan Krist. Tangannya meraih benda persegi di saku belakangnya. Nama 'Pria Sombong' berada dilayar, Krist melihat jam tangan miliknya dan dengan cepat mematikan telepon itu.
"Ma, pa, Krist akan datang kesini lagi nanti, sekarang Krist pergi dulu. Krist menyanyayangi papa dan mama."
Krist langsung melesat pergi meninggalkan makam, tujuannya saat ini adalah rumah sakit. Saking asyiknya curhat dengan kedua orang tuanya, Krist menjadi lupa jika dirinya memiliki janji dengan Singto untuk pemeriksaan rahimnya.
Krist sudah siap dengan segala cercahan dari Singto nantinya. Pasti pria sombong itu akan memarahinya dari datang hingga pulang, sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Maaf aku terlambat." Ujar Krist dengan nafas terengah-engah.
"Apa kau tidak memiliki jam sampai kau terlambat? Setiap detik itu berharga untukku, jadi kau sudah membuang waktuku 22 menit." Kata Singto ketus.
"Aku 'kan sudah minta maaf, kau terlalu perhitungan seperti wanita."
Singto langsung berdiri dan menatap Krist dengan tajam. "Apa kau bilang?"
"Kau seperti wanita, kenapa?" Jawab Krist dengan nada menantang.
"Kau..."
"Maaf khun, apakah anda jadi melakukan pemeriksaan? Dokter sudah menunggu." Ujar suster membuat atensi mereka teralihkan.
Singto dan Krist mengakhiri perdebatan mereka dan memasuki ruangan. Meskipun perdebatan telah usai, nyatanya perang dingin masih terjadi. Singto akan menatap tajam pria manis itu, dan yang ditatap hanya bisa menghela nafasnya. Jika saja Krist tidak butuh uang, pasti ia sudah memukul pria sombong itu hingga babak belur.
Sabar.
Dokter yang sudah tau maksud dan tujuan Singto segera menyuruh Krist untuk membaringkan dirinya di tempat pemerikaaan. Sebelum Singto mengambil keputusan untuk menyewa ibu pengganti, ia sudah lebih dulu berkonsultasi dengan dokter. Selain untuk memastikan metodenya berhasil, Singto juga menyuruh dokter untuk tutup mulut tentang perkara ini.
"Maaf Khun." Ujar dokter saat menyikap baju Krist dan mengoleskan gel pada perutnya.
Krist hanya mengangguk dan mempersilahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu, dokter menempelkan transduser ke perut Krist dan menggerak-gerakkannya. Krist sedikit terkejut karena baru pertama kali merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate [SingtoxKrist]
Fanfiction[COMPLETED] Singto Prachaya. Pengusaha sukses yang namanya memasuki deretan orang terkaya di Thailand. Tak sedikit orang memujinya, wajah tampan nan rupawan, harta yang melimpah, dan kehidupan sejahtera. Semuanya terlihat begitu sempurna. Namun, dib...