R-rated; mengandung bahasa yang mengarah pada unsur dewasa.
Krist bergerak gusar di depan pintu ruang obgyn, tangannya tertaut dan helaan nafas berat terus berhembus. Krist sangat cemas, takut semuanya tak berjalan dengan lancar. Segala kemungkinan buruk berputar-putar dalam benaknya. Andai saja dirinya bisa kabur, ia akan berlari kencang meninggalkan kegilaan ini.
Singto, pemuda tampan itu yang hanya duduk diam dan menyaksikan keresahan Krist dengan santai. Apapun yang dilakukan pria itu bukan urusannya, yang terpenting Krist tidak melarikan diri.
"Khun Singto dan khun Krist, silahkan masuk, dokter sudah menunggu." Ujar salah satu suster yang bertugas.
Singto dan Krist memasuki ruangan bersamaan. Terlihat dokter yang akan menangani mereka telah siap dengan beberapa alat yang akan digunakan untuk inseminasi. Krist semakin gugup tak karuan, pikirannya seakan berkelana jauh meninggalkan tempatnya bertapak. Tanpa disadari air mata mulai menetes dari pelupuk indahnya.
"Prosesnya tidak sakit, khun. Tidak perlu menangis."
Bukan, Krist bukan menangis karena takut akan proses yang menyakitkan, melainkan menangis karena tak bisa menahan rasa sakit di dalam dadanya. Meskipun tidak melalui hubungan badan, tapi tetap saja anak yang akan ia kandung adalah anaknya sendiri. Anaknya dengan orang yang sama sekali Krist tidak kenal.
Memang pernah terbesit dalam pikiran Krist untuk mengandung anak dari rahimnya sendiri. Tapi, bukan seperti ini yang Krist maksud. Ia ingin mengandung anak orang ia cintai dan mencintainya, melewati masa hamil berdua, merawat anak mereka bersama, tertawa bahagia saat melihat tumbuh kembangnya. Tapi ini, semuanya jauh dari ekspektasinya.
"Kita akan mulai pemeriksaannya lagi, ya." Kata dokter membuyarkan lamunan Krist.
Setelah mendapat persetujuan, dokter melakukan beberapa pemeriksaan kepada Krist sebelum proses penyuntikan sperma. Dokter meminta Krist untuk melepas pakaian dan menggantinya dengan baju rumah sakit untuk stimulasi ovarium. Sedangkan suster meminta Singto untuk melakukan mastrubasi agar spermanya dapat diseleksi.
Singto memasuki ruang mastrubasi, ruangan yang menjadi tempat untuk mengeluarkan sperma. Di dalam sana tersedia berbagai macam majalah dewasa dan juga televisi yang bisa memutar video dewasa. Semua fasilitas itu diberikan untuk mempermudah proses ejakulasi.
"Harusnya tadi aku mengajak Nutcha saja, biar tidak main sendiri seperti ini." Gumam Singto pelan.
Seusai melakukannya, Singto memberikan spermanya untuk diteliti lebih lanjut. Kemudian ia berjalan menghampiri Krist yang masih berbaring di ruang pemeriksaan.
"Apa sakit sekali sampai kau tidak berhenti menangis?" Tanya Singto saat melihat Krist masih banjir air mata.
Krist hanya melirik sebentar tanpa menjawab pertanyaan Singto. Sesakit apapun yang ia rasakan pada tubuhnya tidak berarti apa-apa, karena semua tertutupi oleh rasa sakit dalam hatinya.
Dokter memulai proses penyuntikan sperma ke dalam rahim Krist, memasang kateter yang akan menjadi jalan sperma untuk masuk. Krist merasa sedikit nyeri saat benda itu menerobos lubangnya.
Singto tanpa sadar mengelus rambut pria manis dengan pelan saat proses itu dilakukan. Krist sedikit terkejut dengan perlakuan Singto, dengan segera ia menampis tangan besar pria sombong itu dari kepalanya. Hal itu membuat Singto tersadar akan perlakuannya, ia menatap bingung. Apa yang baru saja aku lakukan?
Setelah hampir 30 menit, akhirnya penyuntikan sperma berhasil. Krist semakin mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, air mata semakin bebas keluar dari ujung matanya. Kenapa dirinya harus melalui semua ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate [SingtoxKrist]
Fanfic[COMPLETED] Singto Prachaya. Pengusaha sukses yang namanya memasuki deretan orang terkaya di Thailand. Tak sedikit orang memujinya, wajah tampan nan rupawan, harta yang melimpah, dan kehidupan sejahtera. Semuanya terlihat begitu sempurna. Namun, dib...