Krist memandangi kertas dengan gambar hitam putih yang berada ditangannya, lembar itu adalah gambar cetak dari hasil USG beberapa hari lalu. Gambarnya memang tidak begitu jelas, namun mampu membuat senyumnya menguar. Ia tidak menyangka akan ada dua bayi sekaligus dalam perutnya.
Pria manis itu mengambil ponsel dan mengetikkan beberapa kata dalam pencarian pintar. Ia tersenyum kala ponsel mulai menampilkan foto bayi kembar yang sangat lucu. Tangannya mengelus perut yang menyembul besar dengan pelan, ada harap bayinya kelak akan selucu yang ada dalam gambar itu.
Sejak pertemuanya dengan Fah waktu itu, Krist mulai merubah sikap pada kandungannya, ia mulai mengatur pola makan sehat, mengonsumsi banyak sayur dan buah, meminum vitamin dan susu hamil dengan teratur, bahkan ia membuang semua soda yang ia sembunyikan dari Singto.
Sebelumnya Krist memang mengonsumsi minuman bersoda tanpa sepengetahuan Singto, ia menyelipkan itu di tatanan baju miliknya agar tidak ketahuan. Mungkin hal itu juga yang mempengaruhi bayinya terlihat lebih kecil dari usia kandungan yang sebenarnya.
Namun sekarang tidak lagi, tidak ada minuman bersoda, tidak ada makanan yang tidak sehat, dan tidak ada pola hidup yang berantakan. Krist benar-benar menjaga semuanya dengan baik, ia berharap bayi dalam perutnya akan tumbuh dengan normal dan sehat.
"Aku tidak sabar ingin melihatmu."
Krist mengambil sebuah headphone dan meletakkan pada baby bump, kemudian ia mengoneksikan pada ponselnya. Krist memutar sebuah musik klasik yang menurut dokter akan membuat bayi dalam kandungannya menjadi lebih rileks. Pria manis itu selalu melakukan hal itu ketika bangun tidur dan sebelum tidur di malam hari.
Krist menyadarkan tubuhnya pada kepala tempat tidur, nafas berat kerap kali keluar dari rongga hidungnya. Ternyata hamil tidak semudah yang ia kira, apalagi hamil dua anak sekaligus, badannya terasa lelah, punggungnya terasa nyeri, belum lagi nafsu makan yang semakin bertambah membuat perutnya begah. Tapi, dari semua hal-hal yang membuatnya mengeluh, masih ada rasa gembira yang tak bisa diungkap oleh kata.
Entah sejak kapan Krist mulai merasa memiliki ikatan dengannya, ikatan yang dibentuk oleh darah yang mengalir dalam nadi, ikatan yang tidak mudah putus oleh benda tajam apapun, dan ikatan yang ditulis oleh takdir sang pencipta. Ikatan itu, ikatan orang tua dengan anak.
Berbicara tentang ikatan, Krist baru ingat jika beberapa hari ini ia sangat ingin bertemu dengan Singto, mungkin itu adalah salah satu ķeinginan sang jabang bayi yang sedang merindukan ayahnya. Pria itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya di depan Krist beberapa hari terakhir, entah apa yang dilakukan Singto saat ini hingga tak pernah pulang.
Krist mencoba mencari informasi dari asisten rumah tangga tapi tidak seorang pun yang memberitahunya. Ingin hati menghubungi Singto, tapi gensi mencegahnya. Ia tidak ingin Singto berpikiran yang macam-macam tentangnya, sungguh dirinya begitu malas menghadapi pria itu.
Krist menghidupkan ponselnya, mencari nama Singto disana, tangannya berhenti pada ikon berwarna hijau, satu ketukan akan melakukan panggilan video pada pria itu, tapi dengan segera ia mengurungkan niat, mengunci kembali ponselnya dan menyelipkan dibawah bantal. Tidak, Krist tidak ingin menghubungi Singto lebih dulu.
Dering ponsel terdengar, ia berharap itu adalah Singto yang menghubunginya. Namun harapan itu pupus seketika saat yang tertera dilayar adalah nama Fah. Krist menghembuskan nafas kasar, kemudian mengangkat telepon dari sahabatnya itu.
"Halo, Krist."
"Ya, ada apa?"
"Apa kau sedang bersama khun Nutcha?"
"Nutcha? Tidak, sepertinya dia juga tidak ada dirumah. Memangnya ada apa?"
"Khun Singto pingsan ditempat rapat, aku mencoba menghubungi sekretarisnya tapi tidak aktif."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate [SingtoxKrist]
Fanfiction[COMPLETED] Singto Prachaya. Pengusaha sukses yang namanya memasuki deretan orang terkaya di Thailand. Tak sedikit orang memujinya, wajah tampan nan rupawan, harta yang melimpah, dan kehidupan sejahtera. Semuanya terlihat begitu sempurna. Namun, dib...