Bagian 20

1.8K 173 34
                                    

Krist bergerak gelisah dalam tidur, keringat dingin penuh membahasi dahi hingga sekujur tubuh, tangan menggenggam erat sprei hingga kusut dan mulut yang mengguman tak jelas. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri untuk menyingkirkan perasaan tidak tenang itu.

"Phi, aku akan bertemu dengan mama dan papa, aku senang sekali. Phi jaga diri baik-baik, ya. Aku sayang phi Krist."

Sebuah kata yang Krist dengar sebelum suaranya perlahan menghilang dan bayangan putih itu memudar.

"Tidak, tidak. Nong, jangan tingalkan phi. Nong. Nong. Nong."

Tubuh Krist berasa diguncang dengan keras hingga kesadarannya perlahan pulih. Krist membuka mata dengan nafas yang masih menderu dan air mata yang berlinang.

"Hei, kau baik-baik saja?" Singto panik saat mendengar Krist berteriak kencang. Untung saja dirinya tidak benar-benar tertidur sehingga dapat membangunkan pria manis itu dengan cepat.

Tubuh Krist bergetar hebat, bayangan putih dalam mimpi yang menyerupai Love terngiang-ngiang dalam benaknya. Perempuan cantik itu terlihat sangat bahagia saat mengucap akan bertemu dengan kedua orang tuanya. Tapi lain halnya dengan Krist, ia sangat terpukul melihat itu, adik kecilnya benar-benar meninggalkannya.

Krist langsung menjatuhkan dirinya dipelukan Singto hingga membuat pria itu sedikit terkejut. Namun ia tetap membalas pelukannya dan mengusap lembut punggung Krist untuk menyalurkan rasa nyaman.

"Tenang, ya, aku ada disini, semua pasti akan baik-baik saja."

Singto tidak tau apa yang terjadi pada Krist, tapi dugaannya pria manis itu sedang mimpi buruk. Singto membiarkan dadanya menjadi sandaran kepala Krist hingga terasa basah karena air mata dan ingus.

"Kenapa.. kenapa mereka meninggalkanku?" Tanyanya sembari terisak.

Singto mengusap punggung Krist pelan, bibirnya terdiam--tak ingin menjawab pertanyaan Krist. Percuma saja, dalam keadaan seperti ini segala yang ia ucapkan tak akan diterima oleh pria manis itu.

"Aku disini, aku bersamamu."

Perlahan tangis itu tak terdengar lagi, Singto bisa merasakan nafas Krist kembali teratur yang menandakan pria dalam dekapannya sudah tertidur. Singto merebahkan tubuh Krist dan mencoba melepas pelukannya. Tapi sayang, pria itu tak mau melepaskan Singto sedikitpun. Alhasil, Singto ikut berbaring disebelahnya.

***

Matahari perlahan menyosong bumi, silaunya mampu mengusik anak adam yang sedang pulas dalam dekapan. Krist membuka mata pelan dan mendapati pria lain sedang memeluknya posesif.

Krist mengingat jika kemarin malam ia bermimpi buruk dan berakhir tertidur dalam pelukan Singto. Posisi tidur pria itu terlihat tidak nyaman, Krist jadi merasa bersalah.

"Khun, bangun."

Bukannya bangun, Singto justru mengeratkan pelukannya hingga baby bump Krist menempel pada perutnya. Entah mengapa, ada rasa nyaman dalam setiap gerakan yang Singto berikan.

"Jangan sedih lagi, aku tidak suka melihatmu seperti kemarin malam."

Krist terdiam dan kembali teringat mimpi buruknya. Bayangan putih yang menyerupai adiknya itu perlahan menjauh untuk menghilang, namun ada senyum lebar yang menghiasi wajahnya, seakan menunjukkan kegembiraan yang telah lama di nanti.

"Aku rindu adikku."

Singto membuka matanya sedikit, sebenarnya rasa kantuk masih mendominasi dirinya, tapi Krist sedang membutuhkannya.

Surrogate [SingtoxKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang