Gelap malam mulai menyambut, gemerlap bintang terlihat indah menghias langit, dan ada pula cahaya rembulan yang tak kalah menawan. Dibawahnya terdapat dua insan yang sedang duduk sembari berpelukan, mereka adalah Singto dan Krist. Sejak pengakuan Singto beberapa saat lalu, mereka betah untuk mempertahankan posisi itu, hanya saja saat ini mereka memilih sofa sebagai sandarannya.
Krist menenggelamkan kepalanya pada dada pria yang lebih tua, rasanya sangat nyaman saat suara gemuruh jantung Singto berada tepat di telinga. Inderanya dapat menangkap setiap detak yang muncul karenanya, karena jatuh cinta padanya. Krist memang belum membuka mata sepenuhnya, namun ia sadar kalau semua yang terucap itu tulus.
Sedangkan Singto, ia membelai rambut Krist dengan lembut dan beberapa kali mengucup pucuk kepala pria manis itu. Rasanya sangat bahagia bisa kembali merasakan hangat pelukan seseorang yang mampu membuatnya jatuh hati itu. Jika ditanya apa yang membuatnya mencintai Krist, maka jawabannya tidak tahu. Rasa itu tiba-tiba muncul begitu saja.
Singto tak pernah menyadarinya, ia selalu menganggap bahwa rasa yang ada hanya sesaat, sama seperti dirinya dengan Nutcha dulu. Tapi saat Krist pergi, Singto menyadari segala keresahan dalam hati. Singto sampai hampir gila mencari Krist, bahkan ia rela melewatkan beberapa rapat penting yang bernilai jutaan baht.
"Ini salah, khun. Bagaimana jika orang-orang tahu tentang kita?" Celetuk Krist.
Singto menghela nafasnya dengan berat, "Aku tau ini salah, tapi bolehkah aku egois? Aku ingin bersama denganmu dan membesarkan anak kita berdua. Tapi lain sisi, aku juga takut jika orang-orang akan menghujatmu dan merendahkan harga dirimu."
Krist semakin menenggelamkan dirinya dalam dekapan pria yang lebih tua. Ia tau kisah cinta ini tidak akan berjalan dengan mulus, tapi Krist juga tidak bisa memungkiri perasaan yang telah hadir diantara mereka. Andai saja ia tak memupuknya dari awal, mungkin semuanya tidak akan serumit ini.
"Kenapa kau mencintaiku?" Tanya Krist.
"Kenapa aku mencintaimu?" Singto mengulangi pertanyaan Krist sembari mengadahkan kepalanya, "Mungkin karena terbiasa."
Krist tidak terima jawaban itu lansung mendongak, "Kau terbiasa bersama Nutcha, apa berarti kau juga mencintainya?"
Singto terkekeh pelan kemudian mengecup kening Krist dengan singkat, "Manusia hanya sanggup mencintai satu hati. Jika ada yang mencintai lebih dari satu orang, maka dia tidak benar-benar mencintai keduanya."
"Lalu kau mencintai siapa?"
"Apa pernyataanku tadi belum jelas hmm? Aku mencintaimu. Jika aku mencintai Nutcha, aku akan menerima segala kekukarangannya termasuk tidak memiliki anak. Aku bisa mengadopsinya atau aku akan merelakan tidak mempunyai anak seumur hidupku asal aku terus bersamanya. Tapi kau lihat sendiri, 'kan, aku bahkan menyewa orang lain demi memiliki anak biologis dan tidak begitu peduli dengan ketidaksetujuan Nutcha."
"Kalau begitu kenapa kau tidak menceraikan Nutcha?"
Singto terdiam, bukan ia tidak mau menceraikan wanita yang hanya mencintai hartanya saja, tapi karena keadaan yang tidak mengizinkannya. Publik mengetahui bahwa Nutcha sedang mengandung, tidak mungkin dalam keadaan seperti itu tiba-tiba Singto menggugat cerai dirinya. Nama baik Singto pasti akan dipertaruhkan.
"Aku pasti akan menceraikannya, tapi tidak sekarang," jawabnya. Singto kembali membelai lembut surai hitam pria yang lebih muda.
Krist melepas pelukannya dan menatap Singto, "Baiklah, sekarang kau tinggalkan aku."
"Krist, apa maksudmu?"
"Kau berkata jika manusia hanya memiliki satu hati untuk mencintai, 'kan? Tapi kau lupa jika manusia juga hanya punya satu raga untuk dimiliki. Kau milik Nutcha, dia yang berhak atas dirimu, bukan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate [SingtoxKrist]
Fanfiction[COMPLETED] Singto Prachaya. Pengusaha sukses yang namanya memasuki deretan orang terkaya di Thailand. Tak sedikit orang memujinya, wajah tampan nan rupawan, harta yang melimpah, dan kehidupan sejahtera. Semuanya terlihat begitu sempurna. Namun, dib...