Singto tengah berdiri di depan pintu, membuka sedikit untuk mencari cela agar dapat melihat kondisi Krist di dalam sana. Bisa ia lihat, pria itu sedang menangis dalam dekapan Fah. Hal itu memunculkan kembali rasa bersalah dalam dirinya, tidak seharusnya ia melakukan hal kotor yang dapat menyakiti orang lain hanya untuk memenuhi tujuannya.
Sayup-sayup Singto mendengar percakapan mereka, dengan masih terisak Krist mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada wanita itu. Singto sedikit gusar, takut jika Krist akan mengatakan bahwa Singto telah melecehkannya. Jika itu sampai terjadi, reputasinya akan hancur seketika.
"Krist, cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang menghamilimu?" Tanya wanita itu dengan nada serius.
Krist masih bungkam, tak mau mengatakan apapun pada sahabatnya itu. Entah apa yang menahannya, tapi Krist belum siap menceritakan segalanya pada Fah.
"Aku kira kita bersahabat, Krist. Ternyata kau tidak menganggapnya seperti itu."
"T-tidak Fah, kau sahabatku. Kenapa kau bicara seperti itu?"
"Jika aku sahabatmu, kau akan mempercayaiku, Krist. Kau akan membagi segalanya denganku, bukan hanya dalam bahagia, tapi juga duka."
"Aku mempercayaimu, sungguh. Tapi, aku belum siap menceritakan semuanya, tolong mengertilah."
Fah menghela nafas beratnya, "baiklah, Krist. Aku akan menunggumu untuk bercerita segalanya padaku."
Krist hanya mengangguk kemudian menghapus air matanya. Ia mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri, mencoba tidak lemah, dan mencoba untuk baik-baik saja.
***
Seperti kasus kehamilan biasanya, mual dan muntah yang dialami Krist pagi ini sangat menyiksa. Ingin sekali ia mengeluarkan semua isi perut, namun yang keluar hanya cairan berwarna kuning. Badannya sudah terasa sangat lemas akibat nafsu makan yang terus menghilang. Jangankan menyuapkan nasi ke mulut, bau masakan saja sudah membuatnya mual.
Krist menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar mandi, menangis maratapi takdir. Mengapa semua kesusahan ini selalu mendatanginya? Krist tidak menginginkan semuanya terjadi, ia sangat membenci situasi ini.
Krist memukul bagian perutnya, berharap apa yang ada di dalam sana menghilang. Krist tidak ingin dia ada, karena dia hanya mengingatkan Krist akan kebencian pada orang yang telah membuatnya ada dalam rahim.
Saat kekalutannya usai, tiba-tiba satu pikiran muncul dalam benaknya. Krist langsung bergerak keluar kamar mandi dan mencari ponselnya, ia ingin mencari sesuatu untuk mengakhiri segalanya. Krist mengetikkan sebuah tempat dalam pencarian pintar, ia segera mencatat alamat yang tertera di layar ponselnya.
Krist bersiap untuk mengunjungi tempat yang ada di alamat itu. Mengambil sisa uang yang ia punya dan bergerak pergi. Dengan tenaga yang masih tersisa, Krist menuju halte untuk menunggu transportasi umum.
Tempat yang Krist tuju ternyata begitu jauh dari tempat bus berhenti, sehingga ia masih harus berjalan kaki. Lelah, langkahnya begitu pelan untuk menyusuri jalanan kecil itu. Tak banyak orang yang berlalu lalang, Krist hanya berjalan sendiri di bawah teriknya sinar mentari.
Setelah hampir 10 menit, tempat yang akan Krist kunjungi ada tepat di depan matanya. Bibirnya mengulas senyum, semuanya akan berakhir hari ini. Krist mencoba untuk mendekati bangunan yang terlihat seperti rumah dengan 2 lantai itu dan membuka pintu.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang respsionis yang berjaga di depan.
"Saya.. ehm.. saya ingin membuat janji dengan Dokter Pim."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate [SingtoxKrist]
Fanfiction[COMPLETED] Singto Prachaya. Pengusaha sukses yang namanya memasuki deretan orang terkaya di Thailand. Tak sedikit orang memujinya, wajah tampan nan rupawan, harta yang melimpah, dan kehidupan sejahtera. Semuanya terlihat begitu sempurna. Namun, dib...