Bab 6. Pusara Terakhir Ardi

1K 113 9
                                    

"Apa kita yakin cuma orang empat yang bawa jenazahnya?" tanya Ahmad kepada kami.

"Aku bisa bantu angkat, Mas," ujar istri Ahmad.

"Gila kamu Dek, kamu ini perempuan," jawab Ahmad.

Bu Tiyem ikut menimbrung. "Enggak, apa-apa, Mad, ibu juga mau kok."

"Gak!"

Di perdebatan tersebut, Bapak dan ketiga anak buahnya tiba-tiba datang. "Sini saya bantu," ucap Bapak. Senang sekali akhirnya Bapak datang.

"Boleh," ujar Pak Joko.

Bapak dan ketiga anak buahnya mengambil posisinya masing-masing. Sementara, aku berada di keranda bagian belakang. Aku menoleh ke arah Ayu, kulihat dirinya nampak tak nyaman. Tangannya juga menjadi tremor dan dia hanya menunduk ke arah bawah. Bu Tiara dan Bu Tiyem berusaha menenangkannya. Untungnya, dia tak berteriak seperti sebelumnya.

"Semuanya siap?" tanya Pak Joko.

"Siap!"

"Mari kita jalan menuju makam dan sepanjang jalan kita membaca kalimat tahlil. Laa ilaa ha illallah."

"Laa ilaa ha illallah."

"Laa ilaa ha illallah."

Kami mulai melangkahkan kaki menuju kuburan, tempat peristirahatan terakhir Ardi. Kakiku terus melangkah dengan langkah cepat mengikuti ritme yang membawa jasad Ardi. Tak lama setelah itu, kulihat kuburan sudah di depan mataku. Namun, Pak Joko dan Pak Soleh yang berada di depan tak kunjung berhenti dan terus menuju ke arah Selatan yang akhirnya kami keluar dari perbatasan desa.

"Mau dikubur di mana Ardi?" tanyaku kepada Ahmad yang berada di sampingku.

"Di kampung sebelah."

"Kenapa?"

Ahmad memilih tak menjawab pertanyaanku dan langsung membuang wajahnya dariku.

***

Sebelum jasad Ardi dimasukkan ke dalam liang lahat, Ayu memandangi dan menciumi wajah Ardi untuk terakhir kalinya. Sepertinya ia sangat kehilangan suaminya itu sampai-sampai air matanya mengering.

"Selamat jalan, Mas," ujarnya.

Pak Soleh dibantu Pak Joko dan Ahmad mulai menggotong tubuh Ardi dan menyerahkan kepada kami yang berada di liang lahat. Dengan sigap, kami langsung menangkap tubuh Ardi dan mulai memasukkan ke dalam liang lahat.

"Sebelum jasad almarhum ditutup dengan tanah, saya ingin menyampaikan satu pesan kepada hadirin. Jika almarhum Ardi punya hutang, silahkan datangi keluarga dan ahli warisnya, sebab hutang adalah penyebab seseorang disiksa dan masuk neraka. Berapapun jumlahnya, tetap harus diminta kepada keluarganya," ucap Pak Joko.

"Sepertinya almarhum tidak pernah punya hutang, Pak. Yang ada orang-orang yang punya hutang sama dia," ujar Bapak.

"Ya, itu biarkan jadi urusan yang berhutang dan yang dihutangi, Pak Kades. Saya cuma menyampaikan saja," kata Pak Joko seperti berusaha berhati-hati dalam berbicara. "Ya sudah sekarang mulai kuburkan almarhum."

Aku membuka tali kain kafan yang membungkus tubuh Ardi. Tak lupa, aku juga menempelkan wajah Ardi ke tanah di sebelahnya, katanya biar hal ini mempercepat pembusukan jasad. Setelah itu, kami menutupnya dengan papan-papan kecil sebelum ditutup dengan tanah. Setelah itu, kami semua naik ke atas. Pak Cetol mulai menutup kuburan Ardi menggunakan cangkul dibantu oleh Pak Royhan.

Kini, jasad Ardi telah terkubur di bawah tanah. Ayu pun menaburkan bunga-bunga di atasnya sebagai akhir dari kehidupan Ardi.

"Nduk, yang sabar, ya," ujar Bu Tiara. Namun, Ayu tak membalasnya. Ia lebih memilih terus menabur bunga di pusara suaminya.

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang