Bab 45. End

1K 66 0
                                    

Mataku terbantu oleh sinar rembulan yang menerangi perjalananku. "Apapun yang terjadi, teruslah melihat ke depan, Ay!" teriakku menyemangatinya.

"Mas, aku capek!"

Tanpa berucap sepatah kata, amu langsung menggendongnya. Ia pasti sangat kelelahan karena berjalan jauh.

"Mas, lepaskan!"

"Kita gak punya banyak waktu. Kita harus keluar dari sini sebelum mereka."

"Aku akan jalan sendiri."

"Kau yakin?"

"Iya."

Aku langsung menurunkannya dan kami kembali berlari meninggalkan tempat itu.

Kakiku terhenti. Aku kemudian mengeluarkan isi tas. "Sebentar lagi kita akan menuju jalan beraspal, tapi sebelum itu kita ganti baju dulu." Aku mengeluarkan baju milik Ardi dan miliknya.

Kami langsung mengganti pakaian kami dalam keadaan terengah-engah. Dia memakai kaos dan celana jeans, sementara aku memakai kemeja dan celana pendek. "Di jalan raya nanti ada sebuah mobil. Mobil itu milik temanku dan kita bisa langsung pergi dari sini pakai mobil itu."

***

Kakiku mendadak terhenti saat melihat Rocky dikepung oleh beberapa orang termasuk polisi-polisi itu.

"Ada ap ...." Aku langsung menutup mulut Ayu dan menunjuk ke arah depan.

Rocky terdengar meminta tolong agar ia tak dibunuh. "Aku mohon, jangan bunuh aku!"

Segera aku menuju ke arah kanan dan menarik tangan Ayu.

Air mataku tiba-tiba mengalir deras. Sekarang Rocky pasti sudah jadi mayat karena ulahku. Andai aku tak menyuruhnya datang ke sini, sekarang dia pasti baik-baik saja.

"Siapa dia, Mas?" tanyanya.

"Dia Rocky, sahabatku." Air mataku kembali menetes deras dan aku langsung memeluknya "Aku telah kehilangan dia Ay ... ini semua salahku. Harusnya aku tak menyuruhnya menjemputku."

"Mas, sabarlah. Ini bukan salahmu."

"Bajingan itu telah membunuh sahabatku. Aku harus membunuhnya!" Aku melepaskan pelukanku darinya dan hendak kembali menolong Rocky.

"Mas, kamu mau ke mana?"

"Aku harus menolong Rocky."

"Percuma Mas, dia sekarang pasti sudah tiada." Dia langsung memelukku dan aku menangis di pelukannya. "Sekarang kita pergi dulu dari sini."

"Baiklah."

Aku kembali menarik tangannya dan kami terus berlari ke depan.

"Sebentar lagi akan ada jalan setapak. Jalan itu adalah jalan pintas menuju ke jalan raya bagian Barat."

"Tahu dari mana, Mas?"

"Dulu sewaktu masih SMP, aku dan teman-temanku pernah nyasar daerah sini karena waktu itu kami hendak ke pantai. Jadi, yang tahu hanya aku dan mereka. Aku juga sudah memberi tanda berupa plastik merah di setiap pohon. Lihatlah di samping kananmu." Tunjukku pada plastik merah yang tak pernah hancur meski sudah 10 tahun. "Itu aku yang memasangnya 10 tahun lalu."

Dari kejauhan, kami melihat ada sebuah jalan setapak menuju ke arah Barat.

"Apakah itu jalannya Mas?" tanyanya.

"Iya, itu," jawabku. "Selain aku dan teman-temanku, yang tahu jalan ini adalah pihak pemilik tanah, sebab jalan ini biasa digunakan untuk mengangkut kayu."

"Oh, begitu."

Aku terhenti dan mengatur nafas. "Apa kau masih kuat, Ay?"

"Iya, Mas."

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang