Bab 7. Lonte

1.4K 121 1
                                    

Ibu menuangkan teh ke dalam gelasku. Aku pun mulai memakan ayam goreng buatan Ibu yang rasanya masih sama seperti dulu.

"Dewi gak ikut makan, Bu?" tanyaku

"Enggak, dia makan di kamarnya bareng suaminya," jawab Bapak.

Di sela-sela makan, aku memberanikan diri bertanya tentang Ayu dan suaminya, mengingat cerita tentang mereka terkesan dibuat-buat. "Pak, selama aku gak di sini, apa yang terjadi sama Ayu?"

Bapak dan Ibu langsung berhenti dari makannya. Bapak melirik Ibu dan tak menjawab pertanyaanku.

"Kenapa diam, Pak?" tanyaku.

Bapak menghela nafas panjang. Ia kemudian menaruh sendoknya di atas piring. "Kamu beneran mau tahu apa yang terjadi sama dia?"

Aku mengangguk.

"Yakin?" tanya Bapak lagi.

"Iya."

"Dia habis diperkosa sama orang," ucap Bapak.

Darahku mengalir deras hingga ke ubun-ubun dan jantungku berdetak sangat keras usai mendengar pernyataan Bapak. Jangan-jangan penyebab Ayu histeris seperti kemarin karena trauma masa lalunya? Siapakah gerangan yang melecehkan Ayu selama ini? Kenapa aku tak tahu kalau Ayu tengah menderita?

"Kapan itu terjadi, Pak?" tanyaku yang tak habis berkata-kata.

"Sepuluh tahun lalu, saat kamu gak di sini," jawab Ibu. Aku pun langsung tertuju kepada Ibu.

"Siapa yang melecehkan dia?" tanyaku lagi.

"Kata orang-orang si Ardi, suaminya yang sekarang," jawab Bapak.

"Siapa yang bilang kayak gitu?" tanyaku.

Bapak tertunduk lalu berkata, "Pak Burhan dan Pak Soleh saat mereka sedang ronda." Ia kemudian menatapku sambil melipat kedua tangannya di atas meja. "Waktu itu, Pak Burhan nemuin robekan baju Ardi di tangan Ayu dan kami pun berkesimpulan kalau dia diperkosa oleh Ardi."

Setahuku setelah setahun dipenjara karena kasus pemerkosaan anak di bawah umur, Ardi bebas dan ditempatkan di desa kami atas permintaan polisi yang mengawal kasusnya tanpa sepengetahuan media. Orang-orang di desa sedikit heran dengan kasusnya, karena dia dipenjara hanya setahun, karena setahuku pelaku pemerkosaan akan dipenjara minimal 20 tahun. Apalagi korbannya masih di bawah umur dan dia sudah berumur 19 tahun waktu itu. Dua tahun kemudian, orang-orang mulai lupa dengan kasusnya. Apalagi Ardi terkenal sangat ramah dan baik ke sesama warga. Ia juga tak segan-segan berbagi makanan ke warga sekitar. Dulu dia tinggal tepat di samping rumah Ayu, konon katanya Ardi suka kepada Ayu, tapi aku pernah menanyainya. Ia berkata jika ia memiliki pacar bernama Ayu. Pacarnya terpaksa dinikahkan dengan laki-laki lain karena kasusnya. Ditambah dia juga bilang kalau dia tak pernah suka sama anak di bawah umur. Dia lebih suka dengan gadis yang seumuran dengannya atau yang lebih tua darinya. Kontradiktif sekali dengan kasus yang menimpanya.

"Kalau kamu emang gak suka sama anak di bawah umur, kenapa kamu merkosa dia?" tanyaku kepada Ardi.

Aku ingat betul pertanyaan yang kulontarkan kepadanya kala itu, tetapi Ardi memilih diam dan tak menjawabnya. Sebelum ia pergi dari kamarku, ia berujar, "percuma juga aku berkata jujur, orang tak akan percaya dengan ceritaku." Meskipun dulu aku tak terlalu mengenalnya, bahkan sampai tak tahu namanya karena waktu itu aku harus segera pergi dari desa untuk mengenyam pendidikan SMA di desa Nenekku.

Dan kini, ia kembali memperkosa gadis lain yang tak lain adalah Ayu, gadis yang selama ini kusukai. Itu pun aku baru tahu setelah 10 tahun kemudian.

"Benar-benar lelaki bajingan kau, Ar!" Aku membanting tanganku di atas meja. Sontak, Bapak dan Ibu kaget. Aku pun menatap mata mereka yang sedang ketakutan. "Tapi lebih bajingan Bapak dan Ibu yang tak pernah menceritakan kisah Ayu kepadaku!"

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang