Ibu melaporkan kejadian antara aku dan Pak Burhan kepada Bapak. Bahkan, Bapak juga mendapatkan laporan dari warga jika saat kejadian, katanya aku sempat memeluk Ayu dan menciumnya. Padahal itu sama sekali tidak benar.
"Itu gak bener, Pak. Ibu saksinya!" ucapku membela diri.
"Walaupun kejadiannya kayak gitu, ngaku aja, Dam," ujar Bapak.
"Demi apapun aku tidak melakukan itu. Menatap kedua matanya saja tak berani, apalagi memeluk dan menciumnya."
Seluruh keluargaku mendadak terhenti dari makan malamnya dan langsung tertuju kepadaku, termasuk si Cemong. Aku meletakkan sendok dan garpu di atas piringku karena tatapan mereka.
"Kamu yakin?" tanya Bapak.
"Iya."
"Serius?" tanya Bapak lagi.
"Iya," ucapku mantap.
"Tidur dengannya juga tak pernah?" tanya Bapak.
"Bapak ini apa-apaan sih? Di sini ada Ozil, Pak," ucapku kesal karena Bapak terlalu memojokkanku. "Tentu tidak pernah."
"Syukurlah, bapak harap kamu tidak dekat-dekat dengan janda gila itu. Dia itu berbahaya buat kamu," kata Bapak kembali melahap makanannya.
"Baik, Pak."
***
Malam ini aku ditemani oleh sinar rembulan yang bersinar terang. Hawa malam ini juga tak terlalu dingin. Aku tiba-tiba kepikiran dengan perkataan Pak Soleh terkait buku catatan Ardi. Kira-kira apa isinya? Sepertinya buku itu penting sekali sampai-sampai Pak Soleh mengecilkan suaranya agar tak ketahuan. Kulihat dari kejauhan rumah Ayu yang sudah gelap. Sepertinya dia sudah tertidur pulas malam ini. Aku bisa dengan diam-diam mencari buku catatan Ardi
***
Aku bergegas ke rumah Ayu lewat dapur. Seperti kebiasannya, dia tak pernah menguncinya. Kadang aku berpikir apakah dia tidak takut jika ada maling yang masuk ke rumahnya?
Dengan langkah pelan aku masuk ke dalam. Gelap. Seperti biasa.
Aku harus memikirkan di mana Ardi menyimpan buku catatannya? Biasanya orang-orang akan menyimpan barang-barangnya di kamarnya, tapi apakah aku harus masuk ke kamar Ayu? Duh, aku jadi bergidik ngeri, kalau seandainya aku ketahuan bagaimana? Tapi, aku sangat penasaran dengan buku catatan itu.
Aku putuskan masuk ke kamarnya.
Kuraba tembok sekitarku, karena temboklah yang menjadi petunjukku. Tak lama, sampailah aku di depan kamar Ayu. Kubuka dengan pelan pintu kamarnya agar tak mengganggunya. Aku mencium wangi parfum yang sangat menyengat dari kamarnya, meski begitu wanginya sangat enak. Aku menepis hal itu, karena tujuan utamaku adalah mengambil buku catatan Ardi. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas. Bahkan aku tak bisa melihat keberadaan dirinya. Hawa dingin tiba-tiba menusuk tubuhku. Pikiranku membayangkan jika Ayu tengah memperhatikanku dan bersiap-siap menggorok leherku dengan celurit miliknya. Damn, rasanya aku angin buang air kecil lewat celana. Nyaliku sangat ciut dan ingin segera kembali ke rumah.
Lampu kamar Ayu tiba-tiba hidup. Aku menelan ludah dan mencari kerberadaannya. Dia tak ada di sini. Di mana dia? Karena aku tak ingin membuang kesempatan, aku langsung mencari buku itu di setiap tempat. Mulai dari laci, di bawah kolong, di bawah kasur, di lemari, dan di setiap tempat yang kira-kira menjadi tempat menyembunyikan buku catatannya. Tiba-tiba aku mendengar seseorang membuka pintu kamar Ayu, aku langsung bersembunyi di bawah kolong kasurnya. Kulihat kaki seorang perempuan masuk. Sepertinya itu Ayu, karena ada bekas sundut rokok di kaki kanannya. Kuintip sedikit. Ternyata benar. Ia kemudian menuju ke arah laci dan mengambil kotak kayu yang ia gunakan untuk menyimpan foto dan surat milik Ardi. Sebuah buku tiba-tiba terjatuh di hadapanku dalam keadaan terbuka. Sempat aku membaca sedikit. Apakah itu buku catatan Ardi? Ayu kemudian memungut buku itu dan duduk di atas ranjangnya sambil membawa bulpoin. Tak lama kemudian, aku mendengarnya menangis sambil memanggil nama Ardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]
Horror⚠TRIGGER WARNING⚠ ⚠KONTEN 18+!⚠ Semenjak kematian suami Ayu, warga desa diteror dengan berbagai kematian, seperti kematian Pak Rohyan dan Pak Cetol. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan Pak Kades. Pak Rohyan mati digorok oleh orang tak diken...