Bab 12. Tanpa Kepala

926 98 1
                                    

Perempuan di hadapanku itu memberikanku satu kecupan di bibirku. Aku sedikit kaget dan langsung melepaskannya.

"Ayu, ini gak bener."

Ayu menatapku. Ia kemudian meletakkan semangkuk rawon yang dia bawa di dekat wastafel.

"Aku cuma kangen sama kamu, Mas, apa gak boleh? Sekalian aku bawain rawon kesukaanmu. Mas Damar masih suka rawon kan?" tanya Ayu mulai mendekatkan tubuhnya ke arahku.

Aku menjauh dan segera masuk ke kamarku diikuti oleh Ayu. Lalu aku mengambil pakaianku dan memberikannya kepadanya.

"Kok banyak tissue di sini, Mas?"

"Gak usah tanya-tanya, pakailah baju ini dan segera keluar dari rumahku."

"Mas Damar ngusir aku?"

"Bu-bukan. Cuma, aku takut ada orang lihat. Apalagi kamu pakai pakaian begini." Aku kemudian berlutut di hadapan Ayu. "Ay, aku sayang sama kamu, tapi bukan berarti aku  merusakmu sebelum kita benar-benar halal."

Ayu memandang ke arahku dan berkata dengan suara parau, "Bukankah aku sudah rusak, Mas? Aku pernah diperkosa ... dan ... aku sudah rusak."

Aku langsung memeluk Ayu. Ayu pun membalas pelukanku. "Tidak, Ay. Kamu tidak rusak. Kamu itu utuh."

Cekleeeekk!

Pintu kamarku terbuka perlahan. Berdirilah Ozil sambil memakan permen lolipop di mulutnya. Tangan kanannya memegang bola basket dan tangan kirinya membawa kucing.

"Meow!" Kucing Ozil pun mengeong.

"Maaf, sudah ganggu!" Ozil pun menutup kembali pintu kamarku.

"Ozil! Bentar!" panggilku. Ozil pun terhenti. Ozil pun membenahi topinya yang miring ke belakang. "Ini gak seperti yang kamu kira, kok."

"I-iya, aku percaya, Mas," ucapnya sambil menunduk. "Tenang aja, aku gak bakal bilang-bilang kok."

Aku langsung memeluk Ozil. "Terima kasih."

"Aku mau main sama Cemong dulu, Mas. Mas Damar dan Mbak Ayu lanjutin aja." Ozil pun berlalu dan langsung masuk ke kamar tamu yang ada di samping kamar Bapak.

Aku beralih kepada Ayu. "Ay, pulanglah. Tidak baik kamu di sini."

"Baiklah, Mas, tapi jika Mas Damar mau ketemu aku, datang aja ke rumahku, pintu rumahku selalu terbuka."

***

Bapak terlihat sedang tergopoh-gopoh menuju rumah diikuti Pak Burhan dan istri Pak Cetol. Mereka bertiga nampak sangat khawatir sampai-sampai Pak Burhan hampir terpeleset.

"Bapak kok baru pulang? Ini udah jam delapan, lho," ucap Ibu sambil memakan roti goreng. Namun, Bapak tak menghiraukan Ibu dan langsung masuk ke kamarnya.

Ibu beralih kepada istri Pak Cetol dan bertanya kepadanya, "ada apa?"

"Mas Cetol, Bu ...."

"Iya, ada apa?" tanya Ibu lagi.

Pak Burhan menahan istri Pak Cetol, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Ibu. Kedua mata Ibu mendadak terbelalak. Lalu Ibu memegangi dadanya. Ia merasakan sesak dan menjatuhkan roti goreng di tangannya.

"Ibu!" teriak Dewi yang sedang menyusui bayinya. "Mas, tolong Ibu!"

Ari dan aku langsung menolong Ibu dan membopongnya ke sofa.

"Apa yang sudah Pak Burhan bilang ke Ibu?" tanyaku sedikit meninggikan suaraku kepada Pak Burhan.

Bapak langsung keluar dari kamarnya usai mendengar suaraku. "Ada apa ini?" Mata Bapak teralihkan ke Ibu. "Ibu kenapa?" Bapak pun langsung duduk di samping Ibu dan mengusap rambutnya.

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang