Bab 32. Kedatangan Mas Damar

779 84 0
                                    

Ozil terlihat sedang fokus bermain game online di tangannya. Rumahku juga sangat ramai oleh anak-anak seumuran Ozil, meskipun mereka masih menjaga jarak denganku dan Mas Ardi, tetapi setidaknya rumahku ramai karena kehadiran mereka.

"Yes, aku menang!" teriak Ozil. "Mana uangnnya, Vid!" pinta Ozil kepada temannya. Temannya memberikan Ozil uang sebesar 150 ribu.

"Thank you, Zil. Besok-besok aku minta jokiin kamu lagi, ya."

"Siap!"

Satu persatu mereka pergi usai bermain dengan Ozil. Kini di rumah hanya ada aku dan Ozil.

"Mbak Ayu denger cerita gak kalau bentar lagi Mas Damar bakal pulang kampung?"

Mas Damar? Dia akan kembali setelah 10 tahun pergi?

"Dulu, katanya dia pacar Mbak Ayu, ya?" tanya Ozil.

"Iya."

"Apa Mbak Ayu masih sayang sama Mas Damar?"

"Tidak. Aku sudah melupakan dia." Aku melirik ke arah Ozil. "Kamu kata siapa dia mau pulang ke sini?"

"Kata Bu Dhe. Yang tahu cuma keluarga Bu Dhe dan aku. Kayak Ibu dan keluarga yang lain belum ada yang tahu."

"Kapan dia kembali?"

"Katanya dua hari lagi."

Sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan rumahku. Aku melirik ke arah Ozil yang tengah asyik bermain game di ponselnya. Iblis-iblis itu muncul dari dalam mobil itu. Sontak, aku kaget bukan kepalang, apalagi mereka menuju ke rumahku sambil membawa pistol di pinggang-pinggang mereka. Melihat mereka datang, aku segera menyembunyikan Ozil di dalam kamarku.

"Ozil, ayo sembunyi!" ucapku menarik tangan Ozil dari kursi.

"Kenapa Mbak?"

"Kamu gak mau ketahuan kalau kamu bolos ngaji kan?"

Ozil langsung beranjak dari duduknya. Sebelum ia pergi, ia melihat iblis itu di balik jendela rumahku. "Ibu pasti sudah mengadukanku ke Pak Dhe."

"Ssst! Ayo, cepat!" Aku membawa Ozil masuk ke kamarku dan memasakangkan headset di telinganya.

"Ngapain pakai ini, Mbak?" tanya Ozil.

"Ikutin saja apa kata Mbak," ujarku mendudukkan Ozil ke kasurku. "Kamu jangan keluar sebelum Mbak Ayu memanggilmu, ngerti?"

"Oke."

Aku segera keluar dari kamarku dan menguncinya dari luar. Kudengar salah satu iblis itu menggedor-gedor pintu rumahku.

"Keluar kalian atau aku akan membunuh kalian semua! Aku tahu kalian di dalam!"

"Keluarlah!"

"Keluarlah atau kami dobrak pintu rumahmu!"

Aku tiba-tiba mendengar pintu rumahku didobrak dari luar. Apa yang harus aku lakukan? Mas Ardi sendiri tidak ada di rumah. Ia masih di luar membeli bahan makanan di desa sebelah. Mas, cepatlah pulang.

Brak!

Pintu terbuka. Berdirilah empat iblis itu di hadapanku. Cetol tiba-tiba menarik rambutku dan menjatuhkanku di lantai. "Kau tuli, orang gila?"

Aku meringis kesakitan, tetapi aku tak berdaya melawan tubuhnya.

"Lepaskan orang gila itu," ucap Budi. Ia kemudian menuju ke arahku dan menarik tanganku. "Duduklah!" perintahnya.

Aku mengikuti perintahnya dengan perasaan takut. Kedua mata Budi melihat tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia beralih kepada bagian bawahku. "Aku ingat bagaimana rasanya bagian itu."

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang