Bab 28. Pertemuan Dengan Mas Yudha

800 70 0
                                    

Aku dinikahkan dengan Mas Ardi keesokannya. Hanya dia satu-satunya orang yang belum tahu kalau pemerkosanya adalah iblis-iblis itu. Sementara itu, nama pemerkosaku mulai tersebar hampir ke penjuru desa. Nama-nama iblis itu mulai ditakuti oleh warga desa dan sebagian dari mereka melarang anak gadis mereka keluar kalau malam. Entah bagaimana caranya Mas Ardi tak tahu. Konon katanya, ada dua orang warga yang menyebarkan cerita pemerkosaan yang terjadi padaku hingga ke luar desa. Dan katanya, orang-orang itu menghilang dan tak pernah kembali. Itulah kenapa tidak ada yang berani menyebarkan berita itu lagi.

Setelah aku menikah dengan Mas Ardi, aku lebih banyak diam. Aku bahkan kehilangan suaraku karena sering berteriak. Mas Ardi adalah suami yang baik. Ia membuatkanku makanan, memandikanku, dan sering membelikanku pakaian bagus. Ia juga adalah orang yang selalu ada dan menjagaku setiap ada orang yang menggangguku.

Suatu hari, rumahku kedatangan Pak Junaedi. Ia melihat sekeliling rumahku. Melihat rumahku yang sepi, ia mendekatiku dan mulai meraba tubuhku. Ingatan itu kembali muncul di otakku. Aku langsung masuk ke rumah dan berusaha mengunci pintu rumahku, tetapi laki-laki tua itu berhasil menahannya dan masuk ke rumahku. Aku terjatuh dan kurasakan sesuatu keluar dari rahimku.

"Tidak usah sok jual mahal, Ay. Kamu kan sudah jadi sampah," ucapnya. Aku berusaha menghalau tangannya yang terus menggerayangiku. Suaraku tercekat dan aku tak bisa berteriak. Aku hanya bisa memukul-mukul tubuhnya yang sudah tua.

Grep!

Pak Junaedi terjatuh ke belakang. Kulihat Mas Ardi tengah berdiri dengan amarah di wajahnya.

"O-orang gila itu telah menggodaku, Ar!"

Mas Ardi menjadi gelap mata. Ia langsung memukul dada Pak Junaedi berkali-kali. "Aku tak percaya padamu. Kau ini sudah tua, Pak. Harusnya banyakin wirid supaya matinya gampang!"

Mas Ardi menyeret tubuh Pak Junaedi keluar dari rumah kami. Di luar sudah banyak orang yang menyaksikan mereka.

"Dia mau memperkosa istriku. Tolong bagi keluarganya, ajari dia supaya tidak mengganggu perempuan bersuami."

"Kalau orgil itu diperkosa kan gak masalah juga. Lagian dia emang pantes diperkosa, kok," ujar Pak Samsuri.

Mendengar itu, Mas Ardi langsung naik pitam dan menghampiri Pak Samsuri. Namun, dicegah oleh Mas Faqih yang baru datang. "Mas Ardi tolong jangan cari ribut." Mas Faqih berusaha menenangkannya. "Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan Bapak saya. Saya akan memperingatkannya dengan keras."

Mas Ardi pun melepaskan tangannya dan meninggalkan Pak Samsuri. Sebelum ia masuk, ia sempat menendang tubuh Pak Junaedi dengan kakinya hingga terpental ke kanan.

Mas Ardi segera memelukku dan berusaha menenangkanku yang masih ketakutan.

Semakin hari aku merasakan mual. Perutku juga mulai membesar. Kata Bu Bidan, anak iblis ini sudah dua bulan di rahimku. Anak iblis di perutku ini sungguh menyiksaku. Aku tak tahan dengannya. Aku ingin membunuhnya. Aku memutuskan memakan nanas yang kubeli secara diam-diam saat Mas Ardi dan Ibu tak ada. Usai memakannya, aku tak lupa memukul-mukul perutku dengan keras. Motivasiku yang sangat kuat membuatku semakin kalap dan terus memukul perutku. Aku benar-benar akan mengirim anak iblis ini ke neraka. Aku tak sudi jika aku harus melahirkannya. Aku juga tidak sudi jika ia harus meminum air susu dariku kelak. Karena dia, hidupku dan masa depanku hancur. Aku benar-benar tidak menginginkannya. Akan kubunuh dia. Aku terus menonjok perutku dengan keras, konon katanya, hanya dengan memukul-mukul perut bisa menyebabkan jabang bayi bisa mati. Aku lompat-lompat agar anak iblis ini segera keluar.

Tak lama perutku terasa mulas. Ini bukan mulas biasa. Mulas yang diiringi rasa sakit. Kulihat kakiku yang penuh darah. Apakah anak iblis itu sudah keluar?

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang