Bab 29. Melihat Mereka Bercinta

876 81 0
                                    

Hari ini ada pemilihan kepala desa. Calonnya adalah iblis itu dan Pak Nugroho. Aku semakin ketakutan. Bagaimana jika iblis itu sampai menang? Jika dia menang, dia pasti akan semakin semena-mena kepadaku.

Aku berharap dia tak memenangkannya.

"Jangan lupa pilih nomor satu. Satu untuk Haji Nugroho!"

"Meskipun nomor dua, tetapi rakyat tetap nomor satu. Pilih nomor dua, namanya Pak Budi. Ingat Pak Budi."

Pemilihan dimulai. Semua berbondong-bondong datang ke lapangan desa untuk memilih calon mereka. Mas Ardi ikut menggunakan hak pilihnya. Sementara itu, aku masih tetap di rumah ditemani Ibu.

Mas Ardi datang pada sorenya. Wajahnya sangat bahagia seperti habis menang jackpot. Ibu yang sedang memasak rawon bertanya-tanya alasan Mas Ardi itu seperti itu.

"Kamu kenapa?" tanya Ibu keheranan.

Mas Ardi menunjukkan uang 150 ribu kepada Ibu. "Ambillah, Bu. Ini bisa buat tambahan belanja."

Ibu menerima uang tersebut. "Dapat dari mana kamu? Kamu main judi?" tanya Ibu.

"Judi apa sih Bu? Ini aku dikasih Pak Budi karena dia yang menang jadi Kades selanjutnya," tepis Mas Ardi.

Aku tersentak. Begitupun dengan Ibu. Ibu terlihat lemah dan lunglai mendengar perkataan Mas Ardi. "Ibu kenapa?" tanya Mas Ardi.

"Enggak ...," jawab Ibu sambil memegangi kepalanya. Ia memberikan uang itu lagi kepada Mas Ardi dan masuk kembali ke dapur dan tak keluar lagi.

"Bu, ambillah. Ini buat tambahan belanja."

"Tidak, Ar. Ambil kamu saja. Uang darimu masih banyak!" teriak Ibu dari arah dapur.

"Baiklah, Bu." Mas Ardi kemudian mendekatiku dan berujar, "aku seneng banget jagoanku menang Ay. Semoga Pak Budi bisa membawa desa kita ke arah lebih baik, aman, dan sejahtera."

Mas Ardi terlihat sangat senang karena iblis yang diagung-diagungkan itu memenangkan pemilihan periode ini. Ia tidak tahu saja kalau iblis itulah yang telah merusak istrinya sendiri. Iblis itu juga yang telah menfitnahnya memperkosaku. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika Mas Ardi tahu busuknya para iblis itu. Haram aku memakan uang dari iblis itu yang entah dari mana ia dapat.

Setelah terpilih, iblis itu sering datang ke rumahku setiap tidak ada Mas Ardi. Ia dan anak buahnya terus mengancamku dan Ibu agar tak buka mulut kepada Mas Ardi.

Semakin hari iblis itu semakin disegani warga desa. Para warga seakan telah melupakan kejadian naas yang menimpa diriku dan memaklumi segala kejahatannya, apalagi setelah iblis itu dan keluarganya pernah naik haji, orang-orang semakin segan dan menganggap dirinya bak malaikat yang baru diutus Allah dari langit.

Hari demi hari kulalui penuh dengan penderitaan. Hubunganku semakin erat saja dengan Mas Ardi, meski dia hanya sekedar memegang tanganku. Mungkin inilah saatnya untukku belajar melupakan masa kelam itu dan mulai berusaha mencintai dirinya yang tulus mencintai segala kekuranganku.

***

Tiga tahun kulalui suka maupun duka bersama Mas Ardi. Di suatu malam aku mendengarnya sedang menelepon seseorang bernama Ayu secara diam-diam.

"Halo, Ayu. Aku rindu kepadamu. Aku sudah tak tahan lagi, Ay. Aku tak kuat menjalani kepura-puraan ini," ujarnya.

Hatiku sangat hancur mendengarnya. Jadi selama ini Mas Ardi main serong di belakangku? Padahal sekarang aku sudah mulai menyukainya dan melupakan Mas Damar yang entah tak tahu di mana keberadaannya sekarang.

Mungkin saja Mas Ardi seperti itu karena aku juga, mengingat ia tak pernah mendapatkan nafkah batin dariku selama tiga tahun lamanya. Aku tak boleh egois. Aku harus memikirkan perasaannya juga.

Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang