Aku melihat mobil Mas Damar terparkir di depan pemakaman tempat Mas Ardi dimakamkan. Di dalam mobil, aku melihat Ajeng yang tengah lemah tak berdaya sambil terus memegangi perutnya. Aku juga melihat darah dari balik roknya.
"Ajeng? Kamu kenapa?" tanyaku.
Ajeng tak menyahut. Ia hanya menatapku.
"Jeng, kamu kenapa? Ada apa denganmu? Apa Mas Damar menyakitimu?"
Ajeng menggeleng. Tangan Ajeng tiba-tiba menarik tanganku. "Aku mau minta tolong kepadamu, Ay."
"Apa?" tanyaku.
"Tolong ketikkan salam perpisahan untuk kedua orang tuaku."
"Kau mau ke mana? Kenapa memintaku mengetikkan salam perpisahan?"
"Aku mau pergi dari dunia ini untuk selamanya."
Aku terperanjat mendengar jawaban Ajeng. "Kau gila, Jeng?"
Ajeng menangis di hadapanku. "Aku sudah tidak kuat, Ay. Tolong aku sekali ini saja."
"Aku tak mau."
Ajeng semakin erat memegang tanganku. Ia terus memohon kepadaku untuk menuliskan salam perpisahan.
"Aku mohon. Aku sudah sangat lelah dengan beban yang kupikul."
"Kamu tidak boleh begitu. Pasti ada cara dalam menyelesaikan masalahmu."
Ajeng menggeleng. "Sudah tak ada lagi, Ay." Ajeng terus menangis dan terus memohon kepadaku.
"Baiklah."
Ajeng memberikan ponselnya kepadaku berujar, "Bu, Pak, Ajeng minta maaf karena selama ini telah menyakiti kalian. Ada rahasia besar yang ingin Ajeng katakan. Ajeng bekerja sebagai pelacur selama kuliah di Jakarta."
Aku terhenti.
"Kenapa Ay? Ayo lanjutkan."
"Iya."
Ajeng kembali melanjutkan. "Bahkan Mas Damar juga tahu dan dia berusaha menutupi aib Ajeng dari kalian dan orang-orang. Ajeng juga mau bilang, Ajeng hampir punya anak, tetapi Ajeng memilih menggugurkannya. Mantanku telah menodai serta hampir membunuhku setelah aku mengungkapkannya dan meminta pertanggungjawaban dia. Ia juga tak mau bertanggung jawab atas kehamilan yang dia buat. Inilah alasanku memilih untuk membuang anak itu. Maafkan Ajeng, Bu, Pak, Ajeng sayang kalian."
Aku memberikan ponselnya kepadanya. "Jadi, Mas Damar sudah tahu semua tentang kamu?"
"Iya. Aku juga tahu kalau dia sangat mencintaimu."
"Apa maksudmu?" tanyaku.
Ajeng tak menjawabku. Ia kemudian menekan tombol send di ponselnya. Dengan langkah pelan, ia berusaha keluar dari dalam mobil.
"Mau ke mana?" tanyaku.
"Ke sungai."
"Ngapain?"
Ajeng tak menjawabku. Ia terus berusaha keluar dari mobil dengan kekuatan yang di punya.
"Sini, biar kubantu Jeng." Aku membantu Ajeng keluar dari dalam mobil Mas Damar. Di tangannya kulihat sebuah silet yang tergenggam erat. "Itu mau kamu buat apa?"
"Tak ada."
Ajeng kemudian berjalan menuju ke arah sungai sambil membawa silet di tangannya.
***
Pertemuan Ajeng saat itu ternyata menjadi pertemuan terakhir kami. Kedua orang tuanya terlihat sangat terpukul atas kematian anak semata wayang mereka. Apalagi setelah mereka tahu rahasia besar anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Bajingan Dan Perempuan Gila [END]
Horror⚠TRIGGER WARNING⚠ ⚠KONTEN 18+!⚠ Semenjak kematian suami Ayu, warga desa diteror dengan berbagai kematian, seperti kematian Pak Rohyan dan Pak Cetol. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan Pak Kades. Pak Rohyan mati digorok oleh orang tak diken...