Kalau kalian menemukan Typo, tolong kasih tahu aku ya!
Ada yang baca cerita di Fizzo gak? Salah satu Platfrom baca gratis, nggak pake tiket atau diamond buat baca babnya.
Rencananya aku mau coba nulis di sana. Masih nyusun Naskah dan Outline sih. Jadi aku minta maaf kalau agak lama update.
Maaf telat update nya...
Ceklek!
Jehan yang sudah bangun, sontak menyuruh seseorang yang baru datang itu untuk diam dan berhati-hati.
"Ziya, jangan berisik. Dia masih tidur!" titah Jehan.
Shaziya yang mendengar itu sontak menutup bibirnya dengan rapat dan melangkah menghampiri Jehan dengan langkah yang hati-hati. "Maaf,"
"Selamat pagi, Abang Jehan. Abangnya Ziya yang paling ganteng!" sapa Ziya ketika tiba di samping Jehan. Gadis itu memperlihatkan senyum manisnya.
Jehan mengerutkan alisnya. "Hmm,"
"Nanti, Mamah sama Papah agak siangan datang ke rumah sakitnya. Terus, Mamah juga belum tahu kalau calon mantunya datang ke Jakarta." ujar Ziya sambil mengeluarkan kotak bekal untuk Jehan dari rumah.
Jehan yang mendengar itu hanya diam. Memperhatikan adik bawelnya dengan seksama. "Ziya, abang mau ngomong."
"Ngomong aja. Lagian, abang itu udah ngomong." kata Ziya tanpa menatap Jehan.
Jehan mendengkus sebal. "Kamu setuju kalau Abang nikah sama Vani?" Jehan bertanya to the point.
Mendengar itu, Ziya berhenti lalu menatap Jehan dengan serius. "Ziya mau nanya, Abang enggak terpaksa kan nerima perjodohan ini?" bukannya menjawab, gadis remaja itu justru bertanya balik.
"Jawab dulu pertanyaan Abang, Ziya!"
Ziya menggelengkan kepalanya. "NO! Abang jawab dulu pertanyaan dari Ziya."
Jehan mengembuskan napasnya kasar. "Kalau boleh jujur, Abang awalnya terpaksa menerima ini. Tapi, melihat keantusiasan Mamah sama Papah, Abang berubah pikiran. Dan, Abang juga belum bisa memberikan kebahagian yang lebih dari Abang. Bahkan perjodohan ini, permintaan yang Mamah utarakan deh. Bahkan, kalau Abang minta sesuatu ke Mamah atau Papah, pasti langsung diberikan. Sedangkan Abang? Menerima perjodohan ini aja terpaksa." jelas Jehan dengan menatap Vani yang masih terlelap.
Ziya terdiam. Perlahan duduk di kursi dan mengenggam tangan Jehan. "Abang, percaya sama Mamah dan Papah. Orangtua mana sih yang enggak mau melihat anaknya bahagia, apalagi ini wanita pilihan mereka. Mamah tahu mana yang terbaik buat Abang."
Pria itu termenung memikirkan pernyataan Ziya. Ada benarnya juga perkataan Ziya barusan. Orangtuanya masih ingin melihat anaknya bahagia. Dan juga, mereka pasti tahu, mana yang baik dan mana yang buruk untuk menjadi pendampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Mr. J (Completed) ✔
Fanfiction"Aku tidak percaya dengan namanya cinta pada pandangan pertama. Kalau benar adanya, berarti dia ada kemungkinan untuk jatuh cinta dengan yang lain." -Mr. J- Seorang pria yang sudah mapan bernama Jehan Wijaya. Seorang pewaris tunggal yang kini menjab...