HE - 16

647 63 11
                                    

Happy reading
.

.

.

Berhubung lagi jahat, ai buat Rasya sedikit merasakan kebahagiaan.

Rasya sudah kembali seperti semula, hanya saja ia tidak bisa di tinggal sendiri, harus di temani.

Sahabatnya belum menjenguk, sekarang masih jam sekolah, ia di rumah sakit bersama Ayu.

"Sya, kakak ada pasien sebentar lagi, kamu sama suster dulu gapapa?" tanya Ayu tak enak hati.

"Lama gak?" tanya Rasya.

Ayu menggeleng. "Cuma dua jam, gapapa kan?"

"Gapapa, kakak fokus kerja dulu aja," Rasya mengangguk seraya tersenyum.

Ayu mengelus kepala Rasya sebelum meninggalkan di ruang rawat sendiri. Ayu juga memanggilkan suster untuk menemani Rasya.

"Kak Arja gak ke sini lagi?" gumam Rasya memandang pintu ruang rawatnya.

"Rasya juga sayang kakak," ujarnya lagi.

Rasya menghembuskan nafas pelan. "Gak ada rasa sayang buat Rasya ya?" tanyanya dengan pandangan kosong menatap jendela.

"Kata siapa hm?"

Sebuah suara mengalihkan atensi Rasya yang semula menghadap jendela kini melihat ke arah pintu.

"K-kakak," ujar Rasya gugup.

Di depannya berdiri Arja dengan setelan kampusnya, ia bekerja sambil kuliah.

"Heii, jangan takut," Arja mendekat, saat melihat Rasya yang ketakutan.

"M-maafin R-rasya," Rasya ketakutan.

Arja memeluk erat Rasya, meletakkan kepala Rasya di dada bidangnya. "Iya, maafin kakak," bisik Arja.

"Maaf kakak selalu nyiksa kamu, maaf," sesal Arja mempererat pelukan.

Di pelukan Arja, Rasya menangis. "Sakit hiks, sakit, l-lihat k-kakak pukul Rasya hiks,
" tangis Rasya.

Arja terdiam, lalu mengangguk. "Iya Kakak tau, kamu boleh balas sesuka kamu, maafin K-kakak," suara Arja bergetar.

Tangis Rasya mereda. Ia melepaskan pelukan dari Arja. "Maafin Rasya selalu nyusahin kakak," ujarnya lirih dengan kepala menunduk.

Arja menarik dagu adiknya, menatap mata indah itu dengan lembut. "Harusnya Kakak yang minta maaf," sesal Arja lagi.

Rasya menganggukkan kepala seraya tersenyum. "Kakak gak takut Oma tahu?" tanya.

"Terus Icha gak marah Kakak ke sini?" tanya  Rasya lagi.

"Nanti Rasya takut Oma....." ucapan Rasya terhenti saat Arja mengecup pipinya.

Arja terkekeh. "Bawelnya adik Kakak, satu-satu dong nanyanya." kekehnya.

Rasya tersenyum lebar, kali ini ia merasa bahagia, kakaknya sedikit mulai terbuka.

Herida Eterna (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang