BAB 22

11.8K 1.1K 394
                                    

📍PENULISAN INI DILAKUKAN DALAM TEMPO YANG SEDALAM-DALAMNYA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📍PENULISAN INI DILAKUKAN DALAM TEMPO YANG SEDALAM-DALAMNYA. SELAMAT MEMBUCIN RIA! 📍


I hope you enjoy reading this. 🔍

×××

Shaletta kini duduk bermain bersama Gibran. Sedari tadi, Gibran masih mencoba untuk mempromosikan dirinya kepada Shaletta.

Tentu saja Shaletta memandang gemas Gibran. Ingin rasanya ia mencubit pipi gembul laki-laki kecil itu.

"Abang memang ga cocok sama kakak cantik. Kakak cantik coba deh liat tadi. Abang kasal, suka mukul olang."

"Kalau sama Giblan, pelcaya deh, Giblan mukul semut aja ga tega."

"Kakak cantik bakalan Giblan jaga telus. Giblan lembutin telus. Giblan ga kasal olangnya, ga kayak abang"

"Kakak cantik mending pilih Giblan aja sih, kalau menulut Giblan."

"Lagian, delapan tahun lagi Giblan lebih ganteng dan kamaslitik dari pada abang."

Shaletta tertawa. "Karismatik Gibran, Ya ampun"

Gibran mengangguk-angguk dengan pipi memerah malu. Sambil mencoba kembali menyusun legonya bersama Shaletta.

Galina memasuki ruang khusus tempat bermain Gibran. Dengan membawa susu coklat dan dua teh lemon dingin, meletakkannya di meja dekat Shaletta dan Gibran yang sedang bermain.

"Terimakasih banyak, Bunda."

Galina mengelus kepala Shaletta, tanda meng-iyakan.

Gibran yang melihat susu coklat kesukaannya langsung beralih perhatiannya kepada minuman itu. Shaletta pun ikut mengambil minuman nya.

"Gentala, gimana, bunda?"

"Sekarang dia lagi di kamarnya, baru keluar kena sidang tuh."

Galina menatap Shaletta yang kini sibuk berpikir. Ia tertawa pelan, menepuk punggung tangan Shaletta.

"Samperin gih, butuh diademin tu."

Shaletta tersenyum, mengangguk lalu ijin untuk menuju kamar Gentala. Gibran sempat ingin mengikuti Shaletta, tidak terima gebetannya pergi menuju kamar sang pacar.
Untungnya Galina bisa menahan bocah pebinor itu gemas.

.

Shaletta mengetuk pintu kamar Gentala. Tidak ada sahutan dari si pemilik kamar.
Berkali-kali diketuk pun tidak ada respon apa-apa.

"Kak Genta ngapain coba, masih cerah gini masa udah tidur?" Gumam Shaletta mulai merasa kesal. Salahnya juga sih tidak memberitahukan Gentala bahwa dia tidak pulang.

Pelukan dari arah belakang membuat tubuh Shaletta tersentak kaget. Saat tau itu Gentala, ia langsung mencubit ganas perut Gentala kesal.

"Kamu ngagetin, ih." Shaletta membalikkan badannya menghadap Gentala.

GENTALA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang