09 | Accident in Ballroom

127 10 4
                                    

⠀⠀Cahaya menyelinap dari balik tirai, menyebar ke seluruh ruangan sebelum akhirnya sampai pada pelupuk mata yang masih terpejam. Butuh waktu yang lama untuk pantulan cahaya itu membuat dia terbangun. Sampai akhirnya mata itu sudah mulai membuka, barulah pelan-pelan manik mata hijau itu mulai beradaptasi dengan sekitar ketika secara bersamaan pening dikepalanya meloloskan ringisan keluar dari mulutnya.

⠀⠀Raquel bangkit duduk sebelum berdiam diri sejenak. Memejamkan mata, berusaha menenangkan pening yang menggerogoti kepalanya. Ia sudah sangat paham bagaimana menyikapi keadaan seperti ini.

⠀⠀Pintu kamar berderak membuka. Raquel menelengkan kepala sedikit melihat Beca masuk dengan setelan rapinya. Oh my God. Raquel benci kata-kata yang akan ia dengar selanjutnya.

⠀⠀"Pergelaran fashion show Acrasia di dolbhy theater, sekaligus penampilan perdanamu setelah cuti bertunangan. Waktumu setengah jam untuk bersiap-siap."

⠀⠀Raquel menghela napas berat. "Apa kau tidak lihat aku sedang memijit kepalaku?"

⠀⠀"Well, kita ke rumah sakit dulu kalau begitu."

⠀⠀Raquel mendengus kesal. Tentu saja Beca mengatakan itu tanpa mengharapkan jawaban persetujuan Raquel, melainkan hanya untuk membuatnya berhenti mengeluh.

⠀⠀"Tutup pintunya begitu kau keluar. Aku akan bersiap-siap."

⠀⠀Raquel akhirnya menurut. Begitu Beca keluar, Raquel langsung beranjak turun dari ranjangnya sebelum dengan langkah malasnya mendorong tubuhnya sendiri mencapai kamar mandi. Menghabiskan waktunya kurang dari setengah jam di sana.

⠀⠀Selesai, Raquel langsung menyambar setelan casualnya sebelum menata riasannya sejenak di depan cermin. Memandang sosok gadis cantik yang tidak akan pernah menyerah pada hidupnya ini yang sudah terbilang rusak untuk ukuran hidup normal.

⠀⠀ Sialan. Tangan Raquel bahkan masih gemetar ketika menyentuh ujung meja rias—menatap ponselnya yang sudah berhenti bergetar—tanda nomor asing yang sempat tertera dua detik di layarnya sudah berhenti menghubunginya. Nomor asing yang selalu berbeda yang nyaris membombardir ponselnya bak alarm kematian setiap pagi.

⠀⠀Sayang, Raquel tidak punya bukti untuk melaporkannya. Notif pesan dan telfon itu masuk begitu saja dan bebrapa detik setelahnya juga langsung menghilang begitu saja. Jejaknya terlalu bersih, Raquel tidak mengerti. Ini bahkan sudah nomor ke-9 nya di tahun ini dan Raquel ternyata tidak bisa lari. Semua upaya Raquel untuk menjadi tidak terjangkau, benar-benar percuma. Yang ia butuhkan sekarang benar-benar hanya terus waspada terhadap rentetan serangan berikutnya.

⠀⠀"Fucking Whitney! Kau benar-benar mengambil bodyguard dari tempat itu?!" sentakan keras pintu kamarnya yang terbuka lebar membuyarkan lamunan Raquel.

⠀⠀Berbalik badan, ia melihat Beca muncul dengan gurat kesalnya. Raquel menghela napas berat sebelum mengangguk malas. Lekas menyampirkan tasnya di bahu sebelum beranjak keluar kamar melewati Beca begitu saja.

⠀⠀"Apa dia sudah datang?" tanya Raquel.

⠀⠀"Aku. Tidak. Menyukainya, El." desis Beca geram sebelum jalan lebih dulu.

⠀⠀Raquel hanya mencebik tidak peduli, lekas menyusul ketika kemudian perawakan lelaki berjaket hitam terlihat menjulang tinggi membelakanginya di depan pintu masuk.

⠀⠀"Hai," sapa Raquel.

⠀⠀Lelaki itu menoleh, menyambut Raquel dengan senyum simpul di wajah.

⠀⠀"Hai," balas lelaki itu.

⠀⠀"Namamu?" todong Raquel langsung begitu lelaki itu telah berdiri di hadapannya. Lelaki itu menyipitkan mata, merasa 3 hari berlalu sepertinya belum cukup lama untuk melupakan pertemuan pertama mereka.

The Way Time Made USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang