Pernahkah kalian melakukan suatu kesalahan yang terasa remeh secara sadar, tapi tiba-tiba itu menjadi terasa sangat fatal?
Penyesalan.
Tapi itu juga terasa tidak seperti itu karena Raquel sama sekali tidak merasa menyesal melakukannya. Melainkan, ia hanya merasa... seperti.... marah dan kesal kenapa hal itu harus beruntun menciptakan kesalahan-kesalahan lainnya yang tidak pernah Raquel duga? Yang membuat Troy ikut merasakan akibatnya, yang membuat Troy sampai menatapnya penuh kecewa!
Itu sungguh mengusik Raquel. Sungguh, Raquel tidak menyukai perasaan seperti ini. Seperti dikontrol. Sekalipun ia ingin pergi dari tempat ini menyadari kata-kata kasar Troy tadi yang tak bisa ia tolerir atas harga dirinya, ia malah masih tetap tinggal—disini, di kamar Natly, sudah 1 jam lebih setelah percakapan itu.
Merenung dan merenung.
Mencari tau apa yang salah dari dirinya.
Kenapa perihal Troy kecewa padanya atau tidak, tiba-tiba terasa sangat penting baginya?
Kenapa ia harus peduli? Kenapa dadanya tersengat nyeri hanya perkara sebuah tatapan?
Apa yang beda dari hal itu? Raquel jelas selama ini telah menerima banyak cacian, makian, dan semua kata-kata paling buruk pun yang bisa seseorang katakan di dunia ini—tapi... kenapa yang satu ini terasa beda?
Haruskah aku tutup mulut?
Please?
Oh dear, c'mon! Itu sama sekali bukan pengakuan cinta. Beca pun tau dan telah menjadi saksi hidup betapa Raquel sering tertarik dan mengupayakan beberapa pria yang berhasil menarik perhatiannya selama 5 tahun ia telah berpacaran dengan Axton. Tapi semua itu sama, mereka berakhir hanya setelah satu malam itu. Dan Raquel seperti tak pernah terjadi apa-apa, kembali menjalani hubungan harmonisnya dengan Axton.
Bukan hal mustahil jika Troy menjadi yang berikutnya.
Dan mungkin fakta bahwa dia pria pertama yang menarik perhatian Raquel selama 3 bulan berstatus tunangan Axton, adalah hal yang membuatnya terasa beda sekarang; lebih mendebarkan, menantang, hingga Raquel dibuat bingung sendiri kenapa ini malah menyertakan rasa sakit untuk ukuran hubungan sampingan yang biasanya sekedar pelarian dan hiburan semata saja dari hubungan utama Raquel; pertunangannya.
Bahkan ia juga secara sadar telah menaruh effort lebih terhadap pria itu menyadari dirinya memiliki saingan, padahal sebelum ini Raquel selalu jadi pihak yang dikejar.
"Apa kau tidak ingin keluar dan bergabung dengan yang lain daripada terus berdiam diri di sini?" tanya Silas dari tempat duduknya di sudut ruangan. Tadi dia baru saja akan mengambil minum di dapur setelah rapat selesai, kemudian tak sengaja melihat Raquel menyendiri.
"Tidak mau dan tidak akan," kata Raquel datar dengan tangan terlipat di depan dada, sementara tatapannya masih mengawang. "Kau juga. Tidak ada yang menyuruhmu menemaniku dan menontonku merenung."
"Troy menyuruhku."
"Liar."
Silas langsung tersenyum tipis, memalingkan wajahnya. Fakta bahwa Raquel menolak percaya padahal raut wajahnya mengharapkan itu semua. Silas memang sudah mulai menyadari Raquel seperti memiliki ketertarikan sendiri pada Troy, entah dalam konteks apa, mengingat Raquel sudah menjadi tunangan orang.
"Kau serius menyukai Troy?" tanya Silas tiba-tiba. Tapi Raquel tampak tidak terkejut dan tidak terganggu sama sekali.
"Tidak serius, tapi ya... aku sedikit terbawa perasaan di beberapa waktu."
Dilihat dari betapa lempengnya Raquel menjawab, Silas langsung bisa menebak ini hanya rasa suka biasa yang sudah sering wanita itu rasakan di beberapa pria mainannya.
Tapi fakta itu lagi yang membuat Silas prihatin sendiri. Nyatanya, Troy tidak akan pernah menjadi pria mainan Raquel selanjutnya. Tidak mungkin bisa.
"Kau mengejekku? Kau seperti menahan tawa," sungut Raquel menyadari raut wajah Silas. "Kenapa? Apa kau pikir aku terbawa perasaan tanpa alasan? Asal kau tau saja, Troy sangat peduli dan menjagaku akhir-akhir ini. Dia bahkan rela menyusulku sendirian ke villa Blade sore tadi untuk membawaku pergi dan menrelakan bahunya yang terserempet peluru demi melindungiku."
Silas hanya terus mendengarkan dengan kedutan geli di sudut bibirnya melihat Raquel begitu antusias dan percaya diri. Selesai, giliran Silas yang bicara. Ia tidak berusaha untuk menghakimi, hanya saja ia merasa peduli untuk membuat Raquel setidaknya terhindar dari kesakitan patah hati setelah kesakitan dari kehidupannya yang sudah cukup mennyulitkan wanita itu.
"Kau jelas tau phoenix ini apa?" Silas memulai. "Kami mengerjakan apa? Dan bagaimana awalnya kau bisa selalu bersama Troy? Ini pekerjaannya, El. Dan kau tidak tau betapa peofesionalnya dia. Dia tidak akan pernah melewati batas. Dan—ini juga bukan rahasia umum lagi soal dia dan Natly."
"Oh and I don't really fucking care. Natly? Apa dia bahkan pantas disandingkan denganku? Hell, you must be joking. Aku bisa melakukan apapun jika aku mau dan aku akan mendapatkan apapun yang aku mau. Aku Raquel Whitney. And that's the first thing you must noted about me."
Silas hanya manggut-manggut membiarkan Raquel memiliki kepercayaan dirinya sendiri.
Detik itu juga Natly muncul di ambang pintu. Hendak masuk tapi terhenti menyadari Raquel masih ada di kamarnya. Selang dua detik, Troy muncul di belakangnya, awalnya hanya akan lewat begitu saja hendak ke kamarnya juga, tapi menyadari langkah Natly berhenti di pintu, ia juga berhenti. Tatapannya menelisik ke dalam, menatap Silas dan Raquel bergantian.
"Eh, Raquel, kau mau tidur di kamarku? Kami punya satu kamar kosong lagi, tapi itu belum bisa dipakai, mungkin besok," jelas Natly canggung mengingat situasi sebelumnya. Sekarang memang sudah hampir jam 2 dini hari.
"Okay." Raquel memangku tangan dan mengangkat dagunya sedikit. Ia sedikit kesal berpikir jika Natly yang mengadukannya pada Troy. "Tapi aku tidak bisa berbagi ranjang."
"Tidak masalah, aku bisa tidur di lantai."
Raquel manggut-manggut. "Baguslah."
"Nat," Troy tiba-tiba menyentuh bahu Natly. "Tidur di kamarku saja. Aku tidur di depan sama anak-anak," tawarnya. Memang tidak semua anggota phoenix menginap di pugh karena mereka masih memiliki keluarga atau apartment sendiri seperti Silas. Di pugh hanya ditinggali oleh Troy, Luca, Gilder, Remus, dan Natly. Tapi akhir-akhir ini keempat anggota Hoplite lainnya juga lebih sering menetap dan mereka tidur di sofa depan.
Raquel tercengang, reflek membuka mulutnya hendak protes—tapi juga masih memikirkan hal masuk akal kenapa ia harus protes. Karena jangan sampai ia terlihat bodoh hanya karena.... entahlah Raquel tidak tau perasaan apa ini.
Akhirnya, Natly menyetujui dan mereka pergi dari hadapan Raquel dan Silas. Raquel menghentak keras kakinya, dongkol.
"Such a Bitchass."
⏳
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Time Made US
ActionSetelah rentetan kejadian mengenaskan terjadi padanya, Raquel sadar hidupnya sudah terbilang hancur untuk ukuran hidup normal. Pikirnya, kematian ibunya adalah akhir dari semuanya. Nyatanya, itu adalah awal dari riak kehancuran yang sebenarnya. Samp...