Tubuh Troy mematung. Kosong—kepalanya kosong. Kesimpulan yang telah Raquel sampulkan sama sekali belum menyertakan gagasan yang Troy miliki. Satupun.
"Tidak, kau tidak bisa."
Troy langsung berdiri dari duduknya dan mengambil satu langkah mundur. Tak pelak tangan Raquel yang sebelumnya mengamit kaki pria itu, terlepas paksa.
Raquel juga tidak ragu jika harus menambahkan kata 'kasar' di sana.
Is he serious?
Ini yang Troy maksud? Ini?! Mereka mengetuk pintu rumah Raquel, Raquel pelan-pelan berusaha mengumpulkan kelapangan hati untuk membukanya, tapi mereka malah pergi begitu saja tepat ketika Raquel selesai mengadu nasib?
Haha, fuck this shit. Mereka hanya ingin tahu, Raquel. Mereka tidak pernah benar-benar peduli. Jika hari ini tidak pernah ada, mungkin Raquel sudah berada di tengah-tengah keramaian sana mencari uang menjual kisahnya.
"Kau tau kau tidak bisa percaya padaku. Itu artinya kau bergantung dan aku tidak mau terbebani oleh itu!"
"Terbebani?" Jantung Raquel serasa mencelos. Kata-kata yang Troy pilih itu cukup menghunjam dadanya. Untuk beberapa alasan, dalam waktu singkat ini Troy memang sudah nyaris menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Untuk beberapa alasan lain juga, Raquel akhirnya mulai mengenalnya ...
... and all his saying is just a load of shit.
Raquel tersenyum miris, menertawakan betapa konyol dirinya di mata lelaki itu beberapa detik yang lalu. Bahkan ia terlalu malu untuk sekedar membuka suara dan menghakimi lelaki itu karena telah membuatnya salah paham dan terlihat sangat menyedihkan seperti ini.
Begitu saja, dan Raquel hanya menatap nyalang langkah Troy yang mulai menjauh. Lelaki itu keluar tanpa menutup pintu.
Rasa yang paling hina serentak membanjiri dada Raquel. Tidak menyakitkan, tapi cukup membuatnya bertekad untuk tidak akan membiarkan dirinya merasakan hal itu lagi. Memang sudah benar apa yang Raquel ketatkan sejak dulu di hidupnya. Bahwa tidak ada yang benar-benar putih di dunia ini. Manipulatif adalah cara terbaik untuk bertahan hidup dan tidak menunjukkan warna aslimu pada mereka.
Dan ya, Raquel baru saja melakukan kesalahan itu. Ia membiarkan Troy melihatnya—melihat dirinya dalam wujud yang ia sangat tidak ingin dilihat sedemikian itu.
"Rupanya kau sudah bangun."
Suara manis remaja perempuan membuat Raquel mendongak dan melihat Natly di ambang pintu dengan celemek menggantung di lehernya. Senyum ramah membingkai wajahnya—alasan utama kenapa di pertemuan pertama mereka hari ini, Raquel langsung tahu ia tidak akan bisa berteman dengannya.
"Ayo makan bersama kami, aku masak banyak hari ini. Hitung-hitung kita bisa lebih akrab mengingat kedepannya kau dan phoenix—"
"Tidak perlu."
Sembari mengatupkan rahangnya kuat, Raquel bangkit berdiri. Menyeka kasar sisa air mata di pipinya hasil dari mimpi buruknya tadi.
"Kenapa?"
"Kau bercanda? Kau memasak di tempat seperti ini, apa yang ku harapkan?" sinis Raquel mengatakannya terlalu jelas, cukup membuat perempuan remaja itu serentak kehilangan senyum di wajahnya.
Tempat seperti ini—Raquel juga tidak yakin apa yang berusaha ia siratkan dalam gagasan itu. Selain dinding bebatuan alami tanpa sepuhan cat sedikitpun, tempat itu terbilang cukup bersih dan terawat. Bahkan terkesan elit dengan lampu-lampu pijar di setiap lorong dan beberapa ring tinju dengan kelengkapan furniturnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Time Made US
AcciónSetelah rentetan kejadian mengenaskan terjadi padanya, Raquel sadar hidupnya sudah terbilang hancur untuk ukuran hidup normal. Pikirnya, kematian ibunya adalah akhir dari semuanya. Nyatanya, itu adalah awal dari riak kehancuran yang sebenarnya. Samp...