33. Panik

1.3K 44 0
                                    

Rafael dkk sudah berada di villa. Rafael terus menggenggam tangan Rachel. Darahnya sudah berhenti mengalir dan dokter pun sudah datang memeriksanya. Lalu memberikan infus untuk menambah cairan dalam tubuh rachel.

Walaupun dokter mengatakan Rachel akan segera pulih. Tetap saja rafael merasa sangat khawatir, sampai ia tidak mengganti bajunya, masih terlihat jelas darah rachel yang sudah mengering.

Teman-temannya berada diruang tengah, meninggalkan Rafael dan Rachel berdua.

Mereka semua sama khawatirnya. Aldre ikut ke villa bersama mereka.

Tidak lama terdengar suara heli, membuat atensi mereka teralihkan. Mereka mengernyit. siapa yang datang?.pikir mereka

3 orang datang dari arah yang berbeda. Cellyn dan Ray datang dari arah belakang yang memang disana area helipad. Sedangkan aditya datang dari arah depan, melewati pintu utama.

Membuat mereka terkejut bukan main. Apalagi dua orang diantaranya sudah dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.

Aditya juga dihubungi oleh orang kepercayaannya jika putrinya sakit. Kebetulan ia berada diarea puncak, karena ada sedikit urusan disana.

Kedua orang tersebut mengikuti Cellyn, Ray dan Aditya. Teman-temannya hanya melihat tanpa ingin berkomentar.

Mereka sudah sampai di depan kamar yang ditempati Rachel di lantai 2.

"Pa, aku butuh penjelasan".ucapnya

"Sebentar papa jelasin kekamu, kamu keteman kamu dulu ya".ucap aditya

Ia hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan mereka.

Berbeda dengan yang satunya, ia mentap ray dengan tatapan minta penjelasan. Yang dibalas anggukan oleh Ray. Lalu ikut meninggalkan mereka bertiga.

Didalam kamar, rafael terus menggenggam tangan rachel sesekali mengelus pipi rachel.

"Aa..yaah".gumam rachel dengan keringat yang membanjiri wajahnya membuat rafael terkejut.

"Chel".panik rafael

"A..y..ah".gumam rachel

"Chelly" suara rafael sedikit meninggi dengan mata yang sudah berkaca-kaca, tapi rachel tetap tak membuka matanya. Badan rachel terasa dingin dengan keringat yang terus muncul.

Ketiga orang yang berada didepan kamar, mendengar teriakan rafael seketika panik. Cellyn membuka pintu dengan kasar. Ia tergesa-gesa mendekati rachel.

Cellyn tak henti-henti menangis, melihat keadaan rachel. Ray dan aditya mendekati rachel

"A..y..a..h".gumam rachel. Membuat mereka saling pandang. Ray seolah meminta persetujuan lalu diangguki keduanya.

Ray mendekati Rachel, membuat rafael memberi jarak agar ray bisa mendekat.

Ray menggengam tangan rachel "ini ayah".ucap ray sedikit serak menahan tangisnya.

Rafael sedikit tersentak dengan ucapan Ray, tapi untuk saat ini ia tidak akan memikirkannya. Yang ia pikir sekarang adalah kesehatan Rachel.

"Rachel bangun ya, ini Ayah".ucap Ray

"A..y..a..h".gumam rachel sekali lagi.

Tangan digenggaman Ray semakin terasa dingin. Wajah rachelpun semakin pucat, membuat Ray panik.

Ray mengguncang badan rachel "Rachel bangun! Ini ayah! Ayah mohon bangun!"

Tindakan Ray membuat ketiga orang itu semakin panik. Rafael menyentuh tangan rachel semakin dingin. Ia menggelengkan kepalanya pikiran negatif bermunculan dikepalanya. Ia terisak pelan, lalu membuka kaosnya, ia memeluk rachel dengan erat. Seolah mentransfer suhu badannya pada Rachel.

"Bangun chel! Jangan bikin aku panik" ia terus memeluk rachel dan menggosokan tangannya kebadan rachel agar terasa panas.

Cellyn sudah tidak sanggup, badannya sudah lemas. Ray membawanya duduk disofa. Aditya pun melakukan hal yang sama seperti rafael. Menggosokkan tangannya kebadan rachel.

Setelah cukup lama mereka melakukannya, suhu badan rachel mulai meningkat. Membuat semua yang disana bernafas sedikit lega.

Lagi dan lagi rachel bergumam "ayah", membuat Ray kembali mendekatinya.

Ray memeluk Rachel sambil mengelus punggungnya.

"Ini ayah, Achel gak mau ketemu ayah? Achel bangun ya. Terus main sama ayah. Maafin ayah ya gak pernah ada untuk Achel" Ray terisak.

Mata Rachel berkedip pelan, tanda ia akan membuka matanya. Rafael yang melihat itu tersenyum dalam isaknya.

"Papa, bunda".gumam rachel

Lalu melihat siapa yang dipelukannya ini "om ray".ucap rachel.

"Kalian kenapa disini?".tanya rachel

Ray melepaskan pelukannya, lalu menatap rachel.

Rachel mengernyit "Om kenapa nangis?" Rachel ingin menghapus air mata Ray tapi ditahan oleh rafael. Cukup, ia tidak akan membiarkan kejadian tadi terulang. Ia akan lebih menjaga rachel agar tidak menyentuh siapapun kecuali dia dan cellyn.

Rachel hanya menghela nafas, ia ingin memeluk Ray, tapi ia melihat papanya mengepalkan tangan. Ia buru-buru memanggil papanya.

"Papa, bunda pelukkk".rengek rachel tapi matanya melirik kearah Ray yang membuang wajahnya lalu duduk disofa sedikit jauh dari rachel dan aditya. Ia tidak sanggup melihat mereka.

Dalam hati rachel merasa sakit tidak bisa memeluk Ray, tapi ia tidak bisa apa-apa.

Cellyn dan Aditya berhamburan memeluk Rachel. Mereka sedikit terisak mengingat kejadian tadi. Setelah cukup lama berpelukan. Rachel mengurai pelukannya.

"Kalian kenapa sih, pada nangis gitu. Achel gak papa kok"

Cellyn berdecak "gak papa apanya! Kamu tadi bikin kita semua panik! Badan kamu dingin ba..nget!" cellyn kembali menangis

Rachel memeluk bundanya "Jangan nangis ya bunda, Achel gak suka liat bunda nangis. Kan Achel jadi pengen ikutan nangis"

"Makanya jangan bandel, udah bunda peringatin kan. Jangan sentuh orang sembarangan!".lirih cellyn dan hanya rachel yang bisa mendengarnya.

"Iya, maaf ya. Udah bikin bunda khawatir".ucap rachel mengelus punggung cellyn.

Rafael sedari tadi hanya melihat tanpa ingin berkomentar.

Cellyn mengurai pelukannya.

"Kamu istirahat aja, itu kasian rafael sampe buka baju gitu"

Rachel menatap cellyn dengan cengok "Hah?"

Cellyn menunjuk rafael yang masih terdiam. Rachel mengikuti arah cellyn.

Rachel mengernyit "kok kamu gak pake baju?"

Rafael memutar matanya malas. Lalu mendekati rachel dan langsung memeluk rachel dengan erat. Cellyn, Ray dan Aditya meninggalkan Rachel dan Rafael. Memberikan mereka waktu untuk bersama.

"Kamu bikin aku panik tau gak!".gumam rafael.

"Iya. maaf ya sayang".ucap rachel lalu mengelus punggung rafael.

Rafael hanya mengangguk, mereka terus berpelukan tanpa percakapan.

Rafael mengganti posisinya berbaring dengan lengannya yang menjadi bantal untuk rachel. Ia terus mengelus punggung rachel memberikan kenyamanan.

Setelah beberapa lama ia melihat rachel sudah tertidur pulas.

"Jangan buat aku panik lagi ya. I Love you, More".gumam Rafael. Setelah itu ia memejamkan matanya ikut tertidur.

RACHELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang