32. Pingsan

1.3K 49 0
                                    

Rachel dkk sudah sampai di area Cafe yang sangat terkenal di puncak. Rachel segera mencari tempat parkir kosong. Disaat ini parkiran sangat padat. Bahkan orang-orang berlalu lalang sangat banyak.

"Rame banget".ucap sita

"Kita bisa dapat tempat gak yah?".tanya Rina

"Seharusnya tadi kita reservasi dulu, biar kebagian tempat".ucap kayla

"Iya, aduh lupa banget tadi".ucap sita

"Bagaimana mau inget, kalau yang kita pikirin gimana cara kaburnya".ucap rina sedikit terkekeh mengingat tingkah mereka.

"Aduh gue pengen ke toilet lagi".celutuk Rachel yang sedari tadi menahan ingin pipis.

"Ya udah lo turun aja, biar gue yang parkirin".ucap kayla

"Nanggung, nih udah dapat tempat parkiran kosong".

Kayla hanya mengangguk.

Setelah memarkirkan mobil, Rachel turun dengan buru-buru. Tanpa sadar ia tak menggunakan sweaternya. Dan selama perjalanan menuju toilet, ia terus bersentuhan dengan orang-orang yang memang sedikit padat membuatnya sedikit pusing, tapi ia menahannya.

Setelah selesai dengan kegiatannya di toilet, berdiri didepan westafel. Ia melihat wajahnya sedikit pucat, ia terus mengingat kejadian-kejadian saat Rachel bersentuhan dengan mereka membuat tenanganya sedikit terkuras.

Rachel keluar dari toilet dan melihat kayla membawakan sweaternya. Ia langsung memakainya tak lupa ia mengucapkan terimakasih.

Rachel dkk menuju rooftop dan mereka melihat semua tempat sudah ada pemiliknya. Membuat mereka menghela nafas kecewa. Tanpa sadar sedari tadi ada yang memperhatikannya.

"Itu bukannya cewek yang waktu itu nolongin kita ya?".ucap orang itu sambil menyenggol tangan temannya.

Temannya hanya mengangguk lalu memperhatikan rachel dengan saksama.

"Itu ceweknya rafael bukan sih?".ucap temannya yang lain

"Hah, yang mana?".tanya temannya yang tadi

"Ituloh aldo, yang pake sweater".tunjuknya pada rachel

"Seriusan loh? Gue kirain jomblo, baru juga mau gue deketin".ucap aldo kecewa

"Ya klo lo mau nyawa lo melayang, silakan aja deketin ceweknya si singa".ucap teman aldo yang bernama Ahmad

"Ogah gue, mending cari yang lain aja yang penting nyawa gue aman".ucap Aldo

"Panggil kesini kev, kasian gak dapat tempat. Mumpung disini masih ada yang kosong nih".ucap Aldo

Dimeja Aldre memang masih tersisa kursi kosong dan kebetulan yang tersisa ada empat kursi.

"Rachel".panggil kevin membuat sang empu membalikkan wajahnya menatap kevin.

Rachel mengernyit lalu menunjuk dirinya seolah berkata "saya"

Kevin mengangguk lalu menyuruhnya duduk dikursi kosong.

Rachel mengajak teman-temannya mendekati kevin. Setelah sampai didepannya kevin mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Lo kenal?".bisik sita

Rachel menggeleng, ia sepertinya lupa.

"Lo lupa sama gue?".tanya kevin

Rachel mengernyit "emangnya kita pernah ketemu?"

Kevin berdecak

"Pernah, waktu itu lo nolongin gue sama kevin lawan Achios" bukan kevin yang menjawab tapi Aldo.

Rachel mengingatnya hanya saja ia melupakan wajah kedua orang itu.

Aldre tak bisa melepaskan tatapannya pada Rachel. Menurut mereka Rachel itu punya daya tarik yang kuat. Setiap orang yang bertemu dengannya pasti sangat sulit mengalihkan padangannya. Kecuali orang-orang yang memang sudah bertemu dengan pasangan mereka.

Beberapa saat setelah berkenalan dengan Aldre, mereka kembali terdiam.

"Chel, muka lo pucet banget". Panik sita

Atensi mereka teralihkan dengan ucapan sita lalu melihat Rachel. Rachel memang sangat pucat.

Kevin khawatir melihat wajah rachel, ia refleks ingin menyentuh kening rachel tapi rachel memundurkan wajahnya.

Membuat kevin salah tingkah.

Tidak lama seseorang datang mengagetkan mereka semua.

"Tunggu hukuman kamu, sayang".bisik rafael tepat ditelinga rachel membuatnya mematung.

Rafael lalu mengangkat rachel mendudukannya kepangkuannya. Membuat mereka terpekik, kevin mengepalkan tangan lalu membuang pandangannya kearah lain.

Aldo yang melihat tingkah kevin langsung menepuk pundaknya.

Rachel yang memang badannya sudah lemas, ia hanya diam dan menaruh kepalanya diceruk leher rafael. Ia dapat melihat rahang rafael mengeras tanda ia sedang marah.

Rachel ingin membujuknya tapi tenaganya seperti terkuras habis, kepalanya pusing amat sangat pusing.

"Darah!".Pekikan Rina membuat mereka kaget.

"Mana darah?".ucap sita panik

"Rachel hidung lo keluar darah!" khawatir rina

Semua mendadak panik, lalu melihat kearah rachel yang memang sudah pucat pasi. Sontak membuat rafael melihat kearah rachel. Baju kaos putih rafael sudah berceceran darah.

Ia melihat rachel menutup matanya, darah yang terus mengalir dari hidungnya. Rafael amat sangat khawatir saat ini.

"RACHEL HABIS NYENTUH SIAPA?"

Mereka menggeleng tanda tidak ada, Rafael segera mengangkat Rachel ingin membawanya kerumah sakit. Sebelumnya ia sudah meminta kunci mobil. Kayla menujukkan dimana tempat mobilnya terparkir.

Saat sampai di mobil.

"Biar gue yang bawa raf, lo dibelakang temenin Rachel"

Rafael hanya mengangguk lalu membawa rachel kekursi belakang. Ia terus berusaha membangunkan rachel.

"Chel bangun, jangan bikin aku khawatir" tanpa sadar air matanya jatuh.

Rachel merasakan ada yang menetes membuka matanya dengan sayu.

"Jangan nangis, aku gak papa"

Rafael menggeleng sedikit terisak, kaylapun sama dengan rafael.

"Tahan ya, kita kerumah sakit"

"Villa raf, aku gak mau kerumah sakit"

"Gak! Kita kerumah sakit!"

"Please" Mohon rachel dengan mata yang berkaca-kaca. Wajahnya sudah sangat pucat.

Rafaelpun mengangguk, ia memberikan alamat villa pada kayla. Lalu ia menelpon salah satu dokter kepercayaan keluarganya dan beruntungnya sedang berada dipuncak.

Rafael terus mencoba menghentikan darah mengalir dari hidung rachel yang sedari tadi belum berhenti. Rafael panik dan khawatir menjadi satu, pantas saja dari tadi perasaannya tidak enak.

Dilain tempat dengan waktu yang sama. Cellyn dan Ray sedang menikmati waktu mereka berdua.

"Perasaan aku kok gak enak, kenapa ya?".ucap cellyn dengan wajah yang resah

"Aku juga, Rachel baik-baik aja kan?" seketika pikiran cellyn membayangkan hal-hal negatif.

Handphone keduanya berdering secara bersamaan. Ray dan cellyn mengangkat telpon mereka dan sedikit menjauh.

Cellyn menangis sehabis mendapat telpon dari orang kepercayaannya. Raypun terkejut, lalu ia berjalan kearah cellyn untuk menenangkannya.

"Kita kepuncak ya, kamu tenang. Rachel pasti baik-baik aja"

Cellyn terus menangis, Ray hanya bisa menenangkannya. Iapun sangat khawatir dengan keadaan anaknya.

Ray membawa cellyn ke area helipad yang berada diatas apartemen. Untuk mempersingkat waktu menuju villa yang ditempati rachel dipuncak.

RACHELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang