EMPAT BELAS

134 10 0
                                    

HAPPY READING!!












selamat membaca!















River berjalan santai menuju kamarnya. Namun, suara isakan tangis yang serak terdengar dari ruangan yang tak jauh berada dari kamarnya.

Sebuah kamar yang bahkan tak River ketahui jika masih digunakan.

Niatnya untuk menghampiri kamarnya, tiba-tiba terhenti, karena matanya menangkap seorang wanita paruh baya didalam kamar sedang terduduk membelakanginya.

Wajar saja ia bisa melihat, karena pintu kamar itu tak tertutup rapat. Masih ada celah sedikit untuk bisa mengintip aktivitas apa saja yang dilakukan.

Dengan pergerakan pelan, River berdiri dibalik pintu itu. Telinganya ia pertajam agar bisa mendengar perkataan wanita paruh baya itu.

Tak lain adalah Anna.

Anna terduduk, menyandarkan tubuhnya pada ranjang besar itu dengan sprei putih dan tatanan yang masih rapi.

Kedua tangannya memegang sebuah foto yang memeperlihatkan sesosok wajah tersenyum manis. Ya, Laura.

Air mata Anna tumpah beberapa kali saat menatap foto itu, hingga membasahi foto yang ia pegang.

"Maafkan mama Laura," Suara itu terdengar sangat serak, didukung oleh mata Anna yang sembab.

Sepertinya ia sudah menangis seharian hari ini. Namun, tak ada yang memerdulikan dirinya. Sudah biasa seperti itu.

"Mama masih tidak percaya kalau kamu pergi. Mama kehilangan kamu. Mama mau kamu kembali lagi ke pelukan mama. Kasi kesempatan buat mama untuk peluk kamu lagi, mama belum siap." Anna meracau.

Lagi, Anna memeluk foto dengan bingkai hitam itu. Erat sekali.

Walau Laura bukan darah dagingnya, tapi rasa sayang Anna pada Laura sudah melebihi itu. Laura sudah merubah hidup Anna menjadi lebih baik.

Sebelum kehadiran Laura, Anna sempat mengandung anak perempuan. Namun, ia mengalami keguguran dan dokter menyatakan jika ia sangat sulit untuk memiliki anak lagi.

Karena itulah, ia ingin mengangkat anak perempuan. Dan, akhirnya, ia memilih Laura untuk menjadi bagian hidupnya, menemani dirinya di sebagian hidup Anna.

Rasa sayang Anna yang terlalu dalam membuatnya susah untuk melupakan Laura. Entah kenapa Laura selalu punya cara untuk membuat Anna tersenyum, melupakan segala keluh kesah nya.

Mendengar racauan Anna, River terdiam,seolah memikirkan hal yang sama sekali membuatnya tak paham.

Dengan memberanikan diri, River mengetuk pintu. Sontak, membuat Anna langsung menyeka air matanya cepat-cepat.

Ia membalikkan badan, dan dilihatnya River berdiri di ambang pintu.

"Apa saya boleh masuk, nyonya?" Ucap River dengan nada bicara yang lembut.

Anna hanya mengangguk.

River menghampiri Anna yang masih betah pada posisinya.

River pun berjongkok, untuk menyetarakan tubuhnya pada tubuh Anna.

"Nyonya butuh bantuan?"

Walaupun sebenarnya River tau Anna tidak membutuhkan bantuan, namun setidaknya untuk berbasa-basi seperti ini ia bisa mendapatkan informasi lebih mengenai keluarga Harrison.

River bukan memanfaatkan Anna untuk mendapatkan informasi. Itu salah besar. Justru Anna bisa menceritakan yang sejujurnya pada River mengenai keluarganya ini.

Seething With RageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang