EMPAT PULUH DUA

111 7 0
                                    

Setelah kejadian beberapa hari lalu, kini kondisi River sudah semakin membaik. Luka dan memar di wajah dan tubuhnya perlahan sudah mulai menghilang, walaupun ada beberapa belas luka masih sedikit terlihat. River yang baru saja selesai mandi sore, keluar dengan membawa handuk kecil seraya mengusap-usap rambutnya yang masih setengah basah. Suara televisi yang lumayan nyaring membuat langkah River terhenti ketika sebuah berita di televisi membahas kematian Sam, pengusaha kaya yang sampai saat ini belum terpecahkan kematiannya.

Ternyata kepolisian sudah resmi menutup kasus kematian Sam yang memang sampai detik ini belum menemukan titik terang sama sekali. River seketika terdiam, dan teringat akan satu hal. River tau siapa dalang dibalik kematian Sam, namun untuk menyatakannya ke publik adalah bukan cara yang tepat juga. Ini sama saja bunuh diri. River belum bisa mengungkap masalah itu, karena misi pertama yang harus ia lakukan adalah membalaskan dendamnya pada pria tua bangka sialan itu.

Walaupun keluarga Sam adalah keluarga berada dan bisa saja mereka membayar pengacara atau melakukan hal apapun, namun semuanya seakan tidak sebanding dengan upaya yang dilakukan Pedro demi menyingkirkan berita-berita mengenai kematian Sam.

Gery yang baru saja datang membawa semangkuk mie ayam terlihat kebingungan melihat River berdiri diam menatap televisi.

"Kenapa Lo bang?" Celetuk Gery, setelah itu duduk untuk menyantap mie ayamnya.

Saat sadar, River sedikit kikuk dan bingung ingin menjawab apa. Alhasil ia hanya menggeleng saja.

"Berita apaan sih?"

Gery kemudian fokus menyaksikan berita yang sedang menyiarkan perihal kematian Sam. Sejak awal, Gery memang sudah tau siapa dalangnya, namun Gery sama seperti River yang memilih untuk diam. Bukan karena tidak memiliki perasaan ataupun dinilai jahat, tapi tidak mau terseret ke masalah yang lebih besar. Lagipula bukti kuat tidak mereka miliki atas kematian Sam.

"Menurut Lo ini sengaja dihentikan atau memang karena bukti gak ditemuin sama sekali?" Gery mendongak menatap River dan berharap River memberikan pendapat.

River terdiam.

"Sengaja dihentikan, karena uang mampu menutupi segalanya." Jawab Gery santai, sesudah itu menyuapkan sesendok mie ke mulutnya.

River yang memang sudah paham mengenai karakter Pedro, ia berani jamin jika Pedro sudah menyuap orang-orang yang berpengaruh pada kasus itu. Sengaja membayarnya agar kasus itu dihentikan dan seolah-olah kematian Sam murni karena bunuh diri. Benar-benar iblis berwujud manusia.

"Gue mau malam ini Lo ikut gue." Pinta River serius.

"Kemana?"

"Ke suatu tempat."

Setelah itu River berjalan begitu saja menuju dapur untuk membuat teh hangat. Gery hanya diam lalu melanjutkan sarapannya.

🔫🔫🔫

Waktu menunjukkan tepat pukul 22.30 malam. Motor yang dikendarai oleh Gery baru saja terparkir disebuah parkiran club malam yang memang tidak pernah sepi. Sebuah club yang sangat terkenal di kota dan banyak sekali kalangan orang-orang penting yang selalu berkunjung kesini untuk melepas lelah mereka atau sekedar menikmati hiburan malam setelah merasakan penatnya dunia kerja.

Gery dan River masuk kedalam dengan begitu santai dan berperilaku seperti biasanya. Suara musik yang begitu bising seakan membuat siapa saja yang tidak terbiasa mendengarnya menjadi risih. Namun, terkadang musik itulah yang selalu ingin didengar bagi muda-mudi yang menyukai dunia malam untuk menghibur diri.

Gak jedag jedug gak asik. Kira-kira begitulah.

Mata River menerawang ke segala arah, sedangkan Gery malah sibuk menatap perempuan-perempuan seksi yang sedang duduk maupun sedang berjoget ria mengikuti alunan musik. Bagaimana tidak, perempuan-perempuan ditempat ini semuanya memakai pakaian non-halal dan membuat pria hidung belang tergoda untuk memandang maupun menyentuh.

Seething With RageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang