TIGA PULUH SATU

108 7 0
                                    

happy reading!!






selamat menikmati cerita ini. cuss!!

🔫🔫🔫

Damien baru saja menyelesaikan urusannya perihal acara nanti malam. Acara hari jadinya Archipelago Hotel yang ke empat puluh. Damien sengaja membuat acara ini terlihat lebih mewah dan berkesan, supaya kolega-kolega, klien penting hingga direktur perusahaan lainnya yang tak lain adalah teman Pedro maupun Damien sengaja diundang oleh Damien. Tidak hanya untuk memeriahkan acara ini saja, juga untuk merayakan kesuksesan atas berkembangnya resort yang dipimpin oleh Damien.

Kaki jenjang Damien memasuki ruang kerjanya yang begitu rapi dan artistik. Kedua orang yang selalu mengikuti Damien kemanapun, Rio dan Evan, mereka bukan hanya orang suruhan Damien, namun juga bodyguard Damien yang selalu tak kenal ampun. Ketika Damien berada didalam, kedua orang itu tetap berdiri didepan pintu ruang kerja Damien mengawasi siapa saja yang masuk ke ruang kerja Damien.

Tangan Damien meraih ponsel miliknya di saku jas hitam yang ia kenakan. Jarinya dengan lincah mencari kontak nama Pedro, kemudian menekan tombol call.

"Hallo," Suara Pedro terdengar dari seberang sana, "Ada apa, Dam?".

"Semuanya sudah beres, ayah." Jawab Damien.

"Good job, Dam! Ayah yakin, semua tamu yang datang pasti akan menyukainya." Ucap Pedro bangga.

"Ada satu hal yang benar-benar harus ayah perhatikan." Ucapan Damien seolah-olah memiliki maksud lain.

"Apa?"

"Reaksi anak-anaknya tuan Jameson." Damien seraya tersenyum smirk.

Pedro yang memang memiliki ikatan batin dengan Damien pun juga ikut tersenyum. Kemudian tertawa kecil seraya memijit ringan pangkal hidungnya.

"Ya, ya.. Ayah benar-benar tidak sabar melihat reaksi mereka. Pasti sangat menyakitkan." Kemudian ia terkekeh.

"Tidak menyakitkan ayah. Hanya cukup menderita. Itu lebih baik."

"Kamu benar. Kita lihat saja nanti malam. Ayah pastikan mereka sangat menikmati acaranya hingga lupa jika mereka pernah menderita."

Setelah itu,  Damien tidak mereapon apa-apa lagi. Ia mematikan telepon secara sepihak. Kembali ia menaruh ponselnya di di saku jas hitam. Hingga maniknya tertuju pada botol wine yang memang terletak diatas meja kerjanya, lengkap dengan gelas kaca.

Ia buka tutup botol wine itu, kemudian menuangnya. Damien memegang gelas berisi wine itu seraya berjalan kearah jendela, menatap kota yang dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi. Ada rasa tidak sabar dalam diri Damien untuk menyaksikan penderitaan Glenda. Entah sampai kapan ia akan menngakhiri semua ini. Dengan tatapan datar Damien meneguk sampai habis wine itu.

◾◾◾

"Kak, kok gue gak yakin ya ini bakal baik-baik aja." Tebak Gray ketika ia sedang duduk diruang tengah bersama Glenda. Namun, Glenda sibuk dengan laptopnya, karena ada beberapa kerjaan yang belum selesai.

"Kenapa lo ngomong gitu?" Sahut Glenda tanpa menoleh kearah Gray, matanya masih fokus menatap ke layar laptop dan sesekali memerhatikan jari-jarinya yang sedang mengetik di keyboard laptop.

Seething With RageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang