Sore itu, Yeri terbangun dari tidurnya. Ralat, ia tidak tidur. Meski tubuhnya merasa lelah karena aktivitas di sekolah, matanya tidak bisa diajak kompromi. Pikirannya terus terpaku pada surat pemberian dari wali kelasnya pagi tadi. Wanita itu bilang, ia harus memberikannya pada Appa atau Eomma.
Surat itu berada dalam amplop putih yang di depannya tertera logo khas sekolahnya. Namun, perkataan Mark pagi tadi, membuat hatinya bimbang
"Yeri, itu surat panggilan orangtua? Kata kakak aku, kalau dapet itu, berarti nakal."
Tidak.
Mark pasti berbohong. Atau, bisa jadi itu bukan surat panggilan orangtua. Karena, Yeri bukan anak yang nakal.
Anak kecil itu mengambil surat yang ia simpan di dalam tasnya. Kemudian Yeri berjalan menuju kamar kedua orangtuanya.
Diketuknya pintu kamar bercat putih di depannya. Tak lama, ada Irene yang membukakan pintu.
"Eomma baru pulang, ya?" tanya anak berpipi tembam itu.
"Hm," Wanita itu menatap Yeri.
"Waeyo?"
Kedua mata Yeri melirik ke arah kasur. Tidak ada ayahnya disana membuat hatinya sedikit lega.
"Masuk" titah Irene.
Kemudian Wanita itu terduduk di atas kasur. Membuat Yeri mengikutinya.
"Ini dari Bu Guru. Katanya, buat Eomma."
Anak kecil itu memberikan amplop putih yang berada di tangannya.
Irene menerima lalu membuka amplop itu. Tangannya mengambil sebuah kertas di dalamnya. Kedua matanya memincing saat membaca bait pertama pada selembar kertas di tangannya.
"Surat Panggilan Orangtua," ucapnya dengan suara yang lebih terdengar seperti cicitan.
Jantung Yeri berdegub cepat. Pikirannya kembali terngiang tentang apa yang diucapkan Mark pagi tadi.
"Aku gak nakal, Eomma." Kedua mata Yeri menatap lekat ke arah wajah Irene.
"Apa tidak ada pekerjaan lain selain membuat masalah, Yeri?"
Yeri menggeleng. "Tapi Eomma, Aku beneran gak--"
"Eomma sangat kecewa kepadamu, Yeri."
"Eomma, maaf. Yeri gak mau di hukum sama Eomma"
Irene diam tidak membalas perminta maafan Yeri.
Yeri menunduk, kemudian ia meraih tangan Irene dan digenggamnya.
"Eomma, ini yang terakhir, tidak akan ada lagi masalah setelah ini."
Belajar dari kesalahan kali ini Irene akan memberikan kesempatan pada Yeri untuk menceritakan permasalahan yang sebenarnya. menghembuskan napas kasar.
"Ceritakan."
Mendengar itu Yeri segera mendongak dengan mata yang berbinar. Mengangguk dengan cepat.
"Aku gak nakal, Eomma. Dia yang mulai duluan. Merebut tempatku dan pagi tadi dia terus mengangguku. Aku kesal, aku lempar aja pake tempat pensil terus dia nangis dan ngadu ke Bu guru" jelas Yeri panjang lebar. ia sungguh kesal jika mengingat kejadian tadi pagi.
Irene mendengarkan semua penjelasan Yeri. Kemudian menatap Yeri dengan lekat.
"Apa kau tidak berbohong?"
Yeri mengangguk cepat. "Em, aku tidak berbohong, Eomma"
Lagi-lagi Irene menghela napas kasar. Entah kenapa ia malah percaya dengan penjelasan Yeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUG ME (Hope 2)
Teen Fiction"Appa!" "Yes baby, ada apa hm?" "Tante itu siapa?" Tunjuk seorang gadis kecil Pria itu tertegun. "Itu...." WARNING, CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA!!!