27. KRITIS LAGI !

96 3 0
                                    

27
DUA PULUH TUJUH
(KRITIS LAGI !)

"Sore hari yang indah." Ucap Mama Citra sambil melihat langit sore dari kaca jendela kamarnya.

"Nyonya, anda harus keluar besok pagi. Jika tidak dokter akan marah." Ucap Dini.

"Iya nyonya. Ini sudah 2 Minggu, anda menunda kepulangan, padahal kondisi anda sudah jauh membaik". Tambah Joko.

Ya, mama Citra sebenarnya sudah sehat. Dan dokter telah mengizinkannya pulang 2 Minggu yang lalu. Namun mama Citra menundanya agar Elisa dan Adli bisa semakin dekat. Dia bisa melakukannya dengan cara menyogok pihak rumah sakit. Mama Citra tahu itu adalah cara yang buruk, tapi itu adalah rencana yang ampuh untuk menarik simpati dan perhatian Aldi dan Elisa.

"Hahaha… iya, iya aku tahu. Tapi kalian jangan protes begitu. Aku melakukan ini agar anak ku dan calon menantuku bisa akrab." Ucap mama Citra berusaha membela diri.

Kedua asisten mama Citra saling bertukar pandangan. Setelah itu Dini menatap wanita paruh baya yang sedang berbaring di kasur, lalu berkata "Iya nyonya."

"Sekarang, kalian tunggu di luar aku mau makan." Ucap Mama Citra.

Setelah itu, Dini dan Joko pun pergi keluar dari luar. Biasanya mereka akan menunggu di kursi tunggu yang berada di samping pintu ruangan inap mama Citra. Namun Dini memilih berjalan lurus, karna ia ingin pergi beli air minum dan beberapa makanan.

"Bak mau kemana ?" Tanya Jamal penasaran.

Dini berbalik, lalu berkata "Aku mau beli minum. Kenapa ?"

"Ikut bak." Ucap Jamal, lalu mereka pun pergi bersama ke kantin rumah sakit untuk membeli minum.

Beberapa menit berlalu. Mama Citra baru saja selesai makan. Ia makan martabak asin, ia memang sengaja memakannya karena merasa bosan dengan makanan rumah sakit yang hambar. Saat mama Citra hendak meletakkan piring bekas makannya, tiba-tiba seorang tamu yang tak diundang masuk ke kamarnya.

Mama Citra begitu kaget hingga matanya melebar seakan mau meloncat keluar saat melihat seorang wanita yang sangat ia benci. Wanita yang tak lain adalah Dewi, kekasih anaknya.

"Kenapa kau disini !?"  Tanya Mama Citra dingin.

"Saya kemari ingin jenguk Tante, karena… katanya Tante sakit parah. Tapi… kelihatannya Tante sudah sehat ya." Ucap Dewi sambil menatap mama Citra sinis.

Dewi mendekati mama Citra. Melihatnya lebih dekat, dan semakin ia melihatnya, Dewi semakin yakin jika sebenarnya mama Citra pura-pura sakit. Ya… pura-pura sakit. Mama Citra bisa saja membuat laporan kesehatan palsu dengan cara menyogok dokter mengingat uang nya sangat banyak. Dan otaknya sangat licik.

"Atau sebenarnya Tante udah bohong ya sama Aldi tentang penyakit tante, biar Aldi menjahui saya !" Ucap Dewi.

"Jangan bicara sembarangan kamu sama orang tua !" Tegur mama Citra.

Mama Citra sama sekali tidak berbohong tentang penyakitnya, ia hanya menginap di rumah sakit lebih lama dari waktu yang seharusnya. Jadi tuduhan yang Dewi berikan padanya, sangat menyakitkan untuknya. Bagaimana tidak, dia hampir mati waktu itu.

"Loh kenapa saya gak boleh ? Tante aja bicara yang enggak-enggak tentang saya." Ucap Dewi.

Wanita itu bicara dengan nada lembut, namun itu sangat tajam. Tapi ucapan Dewi tidak salah, Mama Citra memang bicara kasar, tak jauh beda dengan Dewi. Tapi mama.citra sendiri, merasa bersalah setiap kali harus berbicara kasar pada Dewi. Seandainya Dewi mau menjahui Aldi, maka mama Citra tak mungkin bersikap kasar padanya.

"Jamal ! Dini !" Teriak mama Citra.

"Mereka gak ada tante. Disini cuman ada saya dan Tante." Ucap Dewi.

WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang