54. SEPERTI OB

98 5 0
                                    

54
LIMA EMPAT
(SEPERTI OB)

Aldi berdiri di teras rumahnya. Sesekali ia terus melihat jam tangannya. Pasalnya ia telah cukup lama menunggu, menunggu  Elisa yang sedang bersiap-siap. Hal itu karena hari ini mereka akan pergi ke kantor, untuk pertama kalinya bersama, namun Aldi tak menyangka jika Elisa membutuhkan waktu sangat lama untuk benda dan.

Tidak lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki, saat ia melihat si pemilik suara itu, ia melihat Elisa berjalan mendekatinya dengan terburu-buru. Aldi mengendus kesal saat melihat penampilan wanita itu.

Wanita itu tak terlihat seperti biasanya. Ia terlihat kece dengan setelan jas motif kotak-kotak dengan karena kalem. Selain itu Elisa padukan jasnya dengan bawahan rok panjang jenis straight berwarna putih polos. Agar semakin menarik, ia menambahkan aksesoris kalung dan bros.

"Tumben kamu dandan ? Mana bajunya gak kayak biasanya lagi. Kamu mau ngantor, apa mau tebar pesona." Ucap Aldi sambil menaikkan satu alisnya, seolah mengejek Elisa saat wanita itu sudah berada di dekatnya.

Elisa yang mendengar hal itu memajukan bibirnya, lalu berkata "Di Inggris, baju kayak gini bisa dipakai kerja kok. Beberapa bulan yang lalu aku kerja juga penampilannya gak jauh beda. Lagian apa salahnya kalau aku sedikit dandan. Kan aku juga mau kelihatan cantik."

"Jangan keganjenan kamu. Ingat, kamu itu udah nikah." Ucap Aldi yang terdengar seperti peringatan.

"Eh… siapa yang ganjen sih ! Aku kan cuman dandan biar gak malu-maluin kamu!" Ucap Elisa dengan nada kesal.

Ya, Elisa memang berusaha sangat keras agar Aldi mengakuinya di depan banyak orang. Dan tentunya berusaha membuat suaminya mencintainya.

"Sudah, cepat masuk mobil. Tar telat !" Ucap Aldi yang tak ingin berdebat.

Elisa hanya terdiam saat itu. Ia menatap suaminya dengan wajah cemberut. Sejujurnya ia bingung kenapa suaminya tak tergoda dengannya, padahal ada banyak pria yang naksir padanya. Ia bukannya kegeeran, tapi ini fakta nya.

Setelah sampai di kantor. Ada banyak orang yang melihat Elisa dan Aldi. Tak lupa para karyawan menyapa Aldi dengan ramah, dan hanya melihat Elisa dengan rasa penasaran. Awalnya Elisa cukup senang, namun Elisa mendadak seal saat Aldi memperkenalkan dirinya sebagai sekretarisnya, dan bukan istrinya.

Setelah sampai di ruangan Aldi. Elisa sangat ingin protes akan sikap Aldi tadi, namun belum sempat ia bicara, Aldi lebih dulu memberikannya kertas yang menjadi daftar pekerjaannya. Dan Elisa semakin kesal setelah membaca daftar pekerjaannya.

"Apa-apaan ini ?" Tanya Elisa kesal.

"Sebenarnya kamu mau jadiin aku sekretaris sarah OB sih !" Tambah Elisa.

"Ya… sekretaris lah." Ucap Aldi santai.

"Terus kenapa tugasku cuman membuat kopi dan membersihkan ruangan kerjamu ?!"

"Ya… itu bagian yang kubutuhkan saat ini. Udah jangan komplain. Kalau kau gak mau kerja, yaudah, gak usah di terima." Ucap Aldi.

Mendengar hal itu Elisa menutup matanya. Ia menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia berusaha keras untuk menahan amarahnya.

"Duduk aja di rumah. Itukan memang tugas istri. Mengurus rumah tangga. Sementara suami… emang kewajibannya cari uang. Kalau kamu bosan... tinggal jalan keluar, mau kesalahan silahkan, mau nongkrong sama temen juga gak masalah asal ingat waktu, mau belanja sepuasnya juga gak papa." Ucap Aldi, lalu tersenyum.

Sebenarnya Aldi terpaksa memberikan pekerjaan seperti itu pada Elisa. Pasalnya ia tak mungkin memecat atau menggantikan posisi Dimas yang sudah bekerja dengannya selama bertahun tahun sebagai sekretarisnya. Belum lagi Dimas tipikal orang yang sangat pekerja keras dan jujur, jadi mana mungkin Aldi memecat apalagi menurunkan jabatan Dimas. Yah… sangat sulit mencari orang-orang seperti itu di zaman sekarang, jadi ia harus menjaga mereka di sisinya agar bisnisnya tetap berjaya.

"Terus kenapa kamu gak kenalin aku sebagai istri kamu di hadapan banyak orang !" Tanya Elisa lagi. Kali ini ia sedikit tenang.

"Ya… buat apa kasih tahu mereka ? Toh kita dan mereka kan gak saling kenal kan. Lagian bentar lagi resepsi kita, cepat atau lambat mereka bakal tahu kok." Ucap Aldi santai.

Aldi memang tak bermaksud lain. Ia memang tak memperkenalkan Elisa sebagai istrinya karena ini di kantor, hal itu karena Aldi memang agak tertutup soal masalah pribadinya. Khususnya dengan orang yang tidak dikenalnya. Selain itu, Aldi bukan tipe pria yang memberikan atau mengumumkan pasangannya ke publik.

Waktu ia berpacaran dengan Dewi, ia juga tak pernah memberitahu para karyawannya siapa Dewi sebenarnya. Dewi lah yang memberitahu mereka, dan entah bagaimana kabar mereka pacaran tersebar di perusahan, dan Aldi tak begitu peduli dengan hal itu. Namun ini penting bagi Elisa. Ia ingin diakui, karena pernikahan yang ditutupi atau tidak diumumkan bisanya bisa menimbulkan fitnah. Ia tak ingin itu terjadi.

"Tapi kan…"

Ucapan Elisa terhenti. Ia tak ingin berdebat lagi dengan Aldi. Ia takut perdebatan itu malah membuat hubungan mereka renggang.

"Tapi apa ?" Tanya Aldi penasaran, saat ucapan Elisa menggantung.

"Sudah, lupakan saja." Ucap Elisa lemah.

Elisa menyimpan kemarahan dan kekecewaan. Aldi yang melihat raut wajah kecewa Elisa merasa tak enak hati, namun ia menghabiskan perasaannya.

"Yauh… sekarang, kamu buatkan aku kopi gih. Ingat, kopi hitam dan  gulanya cuman satu sendok." Ucap Aldi.

Elisa pun mengangguk, lalu pergi melaksanakan tugas barunya.

Saat ia keluar dari ruangan Aldi, ia bertemu dengan Dimas, sekretaris Aldi. Dan tadi mereka telah berkenalan.

"Lo mau kemana ? " Tanya Dimas dengan ekspresi datar.

"Mau cari ruang pantry." Ucap Elisa lesu.

Ya… sikap Aldi hari ini membuatnya tak bersemangat. Ia merasa sakit hati dan tak di hargai sebagai seorang istri.

"Lah, kenapa lo kesana di jam kerja ?" Tanya Dimas penasaran.

"Ini perintah pak Aldi. Dia minta aku buatin kopi." Ucap Elisa.

"Oh… Lo tahu tempatnya di mana ?" Mendengar hal itu, Elisa menjawab dengan gelengan pelan.

"Yaudah, gue antarkan." Ucap Dimas.

Dimas pun mengantar Elisa ke Pantry. Elisa pun segera membuat kopi untuk Aldi, sementara Dimas langsung kembali ke ruangannya, namun sebelum Dimas pergi, Elisa menawarinya kopi. Dan pria itu tak menolaknya.

Setelah kopi selesai, Elisa mengantarkan kopi untuk Dimas terlebih dahulu, karena meja Dimas berada di depan pintu masuk ruangan Aldi. Pria itu memuji kopi buatan Elisa, dan itu membuat kepercayaan diri Elisa kembali lagi. Setelah itu, Elisa masuk ke ruangan Aldi. Ia menaruh kopi itu di atas meja Aldi.

"Ini kopinya ?" Ucap Elisa.

Pria itu tak merespon, dia malah terlihat terburu-buru menyusun berkasnya lalu memasang jasnya kembali.

"Kamu mau kemana ?" Tanya Elisa penasaran.

"Aku ada meeting mendadak." Ucap Aldi.

"Terus kopinya gimana. Aku kan udah buatin kamu kopi !" Ucap Elisa kesal.

"Nanti aku minum." Ucap Aldi.

Aldi berjalan ke arah Elisa, lalu menyodorkan tangan kanannya.

"Nah…" ucap Aldi.

"Apa ?" Tanya Elisa bingung lalu melihat Aldi dan tangannya bergantian.

"Salim lah." Ucap Aldi.

Elisa pun mencium punggung tangan Aldi, tak lupa ia mencium pipi kanan Aldi. Sama seperti sebelumnya. Untungnya, saat itu listip Elisa tak menempel di pipi Aldi.

"Hati-hati di jalan." Ucap Elisa, lalu Aldi pergi.

"Ya." Ucap Aldi lalu meninggalkan Elisa.

Setelah kepergian Aldi, Elisa menghentakkan kakinya dengan kesal, lalu berkata "Hah… cuman bilang iya ? Nyebelin banget !"

"Ih… punya suami, tapi kayak gak punya !" Tambah Elisa.

























WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang