72. MENGINTIP

128 2 1
                                    

72
TUJUH DUA
(Mengintip)

Disaat yang sama, namun di tempat berbeda. Enisa sedang menatap Aldi dan Dewi dengan tajam. Ia sedang berusaha menguping pembicaraan mereka.

Beberapa menit yang lalu, Elisa dan Aldi baru saja tiba di kantor. Para karyawan banyak yang memberi ucapan selamat dan doa terbaik untuk mereka saat berpapasan dengan mereka, termasuk Dimas. Setelah sampai di ruangan Aldi, Elisa langsung pergi ke pantry untuk membuat kopi seperti biasanya. Di saat itulah, Dewi datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dia menerobos masuk di saat Elisa tidak ada di ruangan itu seperti kejadian di masa lalu. Dan saat Elisa kembali sambil membawa kopi hangat untuk suaminya, ia malah tak mendapati Aldi di sana.

Dimas memberitahu Elisa jika Dewi dan Aldi pergi beberapa detik sebelum ia sampai. Saat mendengar hal itu, Elisa langsung mencari keberadaan suaminya dengan perasaan yang sangat kacau. Ia ingin mencegah mereka kembali dekat. Bukan karena Elisa tak percaya ucapan dan kesetiaan Aldi. Namun ia harus tetap waspada karena hati dan pikiran seseorang bisa saja berubah kapan saja. Dan untungnya, Elisa menemukan mereka di lobi kantor yang sangat sepi.

Elisa berdiri di balik tembok. Mengintip suaminya itu, dan berusaha untuk menguping pembicaraan mereka. Tapi seberapa keras Elisa berusaha, ia tak bisa mendengar pembicaraan mereka, dan itu membuatnya kesal.

"Kenapa aku kesal gini ya. Aku gak lagi cemburu kan ? Kalau aku cemburu juga gak papa kan ? Dia kan suami ku, wajar kan kalau Aku cemburu ! Uuh… sumpah Rasanya aku pengen banget menjambak rambutnya bak Dewi. Dan Aldi ! Pria tua itu, aku ingin sekali memakannya ! Gak tahu bersyukur banget, udah punya istri muda kayak aku, masih aja tergoda dama wanita tua itu !" Gumam Elisa.

"Tunggu, kenapa aku begitu emosi ya saat Aldi dekat dengan wanita lain. Apa aku mulai jatuh cinta sama Aldi ya ?" Tambah Elisa. Memikirkan hal itu, entah kenapa Elisa merasa sedih dan semakin takut. Ia takut jika ia diselingkuhi oleh Aldi di saat ia sudah sangat mencintainya.

Di sisi lain, Dewi menatap Aldi dengan tatapan kerinduan dan kesedihan.  Rasa bersalah dan penyesalan, ya… perasaan itu menghantui Dewi. Dan ia tak bisa berhenti berharap untuk kembali pada Aldi. Beberapa orang pasti menatapnya dengan sinis, tapi ada orang yang merasa iba melihatnya. Dan saat Elisa melihatnya, ia semakin kesal. Ia merasa panas, seolah tubuhnya terbakar.

"Kamu ngapain nikah sama dia !" Ucap Dewi sambil menahan tangisnya.

"Dia… sekretaris baruku. Dan dia istriku, jadi wajar kalau kami bersama." Ucap Aldi.

"Emangnya Dimas gak bisa kerja apah ?" Tanya Dewi.

"Bisa. Dia masih sekretaris utama ku di perusahaan ini."

"Terus kenapa kamu mempekerjakan dia ?" Tanya Dewi lagi.

Aldi mulai mengerti arah perbincangan Dewi. Wanita itu terlihat cemburu dengan hubungannya dengan Elisa. Wanita itu juga memasang wajah sedih, seolah mencari simpatinya. Tapi ia bukan Aldi yang dulu. Kini ia tak lagi terkecoh, bahkan ia sangat ingin tertawa saat mengingat kebodohannya dilulu.

"Kenapa dulu gue bisa suka sama ni cewek ya ?" Tanya Aldi dalam hati.

"Lah, iya terserah aku dong. Ini kan perusahaan ku ?" Ucap Aldi yang membuat Dewi semakin kesal.

"Tapikan…"

"Tapi apa Dewi ?" Tanya Aldi, namun Dewi hanya diam.

Melihat Dewi yang hanya diam, Aldi mendesah kasar, lalu berkata "Kalau ada yang mau Lo omongin, omongin aja. Gue gak punya banyak waktu."

"Kerjaan gue banyak." Tambah Aldi yang terkesan cuek.

"Ya… ya  kita tu baru putus Lo. Tapi kenapa  semudah itu dekat sama wanita lain ! Apa sebenarnya kamu sudah main gila sama tu cewek semenjak pacaran sama aku !?" Ucap Dewi dengan suara serak seolah akan menangis.

WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang