74. PERMINTAAN NIKO

145 3 1
                                    

74
TUJUH PULUH EMPAT
PERMINTAAN NIKO

Dewi berjalan dengan cepat. Ia memeriksa setiap sudut apartemennya untuk mencari keberadaan Natan dengan amarah membara. Namun ia tak menemukan Natan di sana, ia bahkan tidak menemukan satupun barang Natan. 

"AAAAA… SIAL, INI SEMUA GARA-GARA NATAN ! KALAU SAJA NATAN GAK NGASIH TAU ALDI, TU COWOK BAKAL TETAP JADI MILIKKU !" Terbaik Dewi saat ia tak menemukan Natan.

Dewi berjalan ke arah meja riasnya, lalu ia menjatuhkan semua make up-nya. Kegilaan Dewi tak berhenti, ia melempar semua barangnya yang ada di kamar. Membuat kamar itu terlihat sangat berantakan. 

"Gak, gak… Aldi itu cuman milikku. Sampai kapanpun, Aldi akan jadi milikku." Gumam Dewi seperti orang gila.

"Aku, akan buktikan, kalau Aldi masih mencintaiku. Liat aja." Tambah Dewi, lalu ia tersenyum sinis saat membayangkan rencana liciknya.

Beberapa jam kemudian, Dewi mulai tenang. Ia menatap lemari baju bagian Natan yang kosong. Sesaat ia merasa dejavu. Ia pernah mengalaminya, namun bersama Aldi. Mengingat kejadian itu, Dewi merasa dadanya sesak. Bayangan kebersamaannya dengan Aldi kembali berputar di ingatannya, membuat Dewi dewi tak kuasa menahan tangisnya.

Malam itu, Dewi habiskan dengan air mata. Ia merasa sangat kesepian. Ditempat yang berbeda. Karin masih ada di rumah Aldi dan Elisa. Ia duduk di sofa ruang tamu. Ia melihat ke ruang keluarga. Di sana ia melihat Niko, Elisa dan mantan kakaknya sedang berbicara. Ia tak bisa mendengar ucapan mereka karena jarak dan suara mereka sangat kecil.

"Kak, aku mohon. Untuk sementara, ijinin Karin tinggal di sini." Mohon Niko.

Elisa yang mendengar hal itu sangat terkejut sekaligus bingung dengan siikap adiknya, ia juga tak tahu harus bersikap bagaimana menggapai permintaan Niko.

Dengan sedikit kepanikan, Elisa pun bertanya "Ha ? Kenapa ? Kenapa Karin harus tinggal di sini ? Dia kan punya rumah sendiri. Lagipula, apa orang tuanya gak khawatir kalau dia tinggal di sini."

Aldi melihat dengan jelas reaksi Elisa. Ia paham dengan jelas, jika permintaan Niko barusan itu membuat Elisa tidak nyaman. Selain itu, Aldi juga merasa tidak nyaman tinggal satu rumah dengan adik mantan kekasihnya. Apalagi ia dan Elisa baru menikah, apa kata tetangga atau sahabatnya jika tahu ada gadis muda tinggal di rumah pengantin baru. Sama adik mantan kekasihnya lagi.

Di sisi lain, Niko mulai menceritakan masalah yang menimpa Karin. Mendengar hal itu, Elisa dan Aldi merasa iba. Namun usulan untuk Karin tinggal di rumah mereka tentu agaknya berlebihan. Lebih tepatnya, ini mengganggu mereka.

Elisa mendesah, ia menatap Aldi dengan tatapan lesu. Ia merasa kasihan dengan masalah yang Karin hadapi, namun di sisi lain, ia tak nyaman jika Karin tinggal di rumahnya. Selain itu, ia juga agak enak menolak perminyaan Niko.

"Jadi… gimana menurut mas ?" Tanya Elisa bingung.

Sesaat Aldi terdiam. Ia menatap istrinya leta, setelah berpikir Aldi pun berkata "Maaf Niko, tapi kurang baik kalau Karin tinggal di sini. Soalnya kami baru pengantin baru, dan kami tinggal berdua saat malam. Selain itu, kami berdua tak punya hubungan darah sama karin. Ini bisa menyimpulkan fitnah."

Mendengar hal itu, Niko kecewa. Namun saat ia mendengar kelanjutan ucapan Aldi, ia sedikit bersemangat dan merasa lega.

"Hem… jadi, demi kenyaman bersama, bagaimana kalau kita cari kontrakan yang dekat sini. Itu lebih baik menurut ku." Ucap lain.

Elisa yang turut mendengar hal itu. Entah kenapa merasa lega. Ia tersenyum lemah pada Aldi. Dan saat Aldi menyadarinya, Aldi menatap Elisa dengan penuh cinta dan ia membalas senyuman Elisa dengan lebar. Setelahnya Aldi meraih tangan Elisa, menggenggamnya dengan erat seolah tak mau dipisahkan dari istrinya itu.

WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang