58. KEHAWATIRAN ELISA

82 3 0
                                    


58
LIMA DELAPAN
(KEHAWATIRAN ELISA)

Saat ini Elisa sedang minum teh dengan mama Citra. Mereka sedang istirahat di salah satu kedai Pongkor jalan yang tak jauh dari tempat mereka memilih gaun. Sambil beristirahat, mereka mengobrol. Dan obrolan itu tentunya tak jauh dari persoalan Aldi.

Mama Citra selalu membahas soal Aldi, meskipun itu terdengar membosankan, namun Elisa mendengarkannya dan sesekali menangkapnya. Lagipula, Elisa perlu tahu banyak hal tentang suaminya, hingga persoalan terkecil. Dan Elisa juga berharap, Aldi juga mau melakukan hal yang sama.

Obron mereka mendadak canggung saat mama Citra berkata "Mama setuju banget kamu kerja sama Aldi. Ini bisa membuatmu lebih banyak menghabiskan waktu dengan Aldi."

"Iya ma." Ya, Elisa hanya bisa berkata iya dengan senyum canggung.

Sebenarnya, Elisa yakin jika mama Citra sudah tahu hal ini lebih cepat. Pasalnya ada banyak mata-mata mama Citra di mana-mana. Meskipun begitu, Elisa tetap merasa malu saat mama Citra membahasnya.

Tapi karena pembahasan ini, Elisa kembali teringat dengan Dewi. Ia ingat pertemuannya dengan Dewi kemarin. Dan ia mendadak cemas, apalagi saat ini suaminya tak ada di bawah pengawasannya.

"Apa aku bilang aja ke mama. Solnya… ini kan kesempatan terbaik untuk menyingkirkan bak Dewi sepenuhnya dari sekeliling Aldi." Batin Elisa.

"Ma, itu…" ucap Elisa lemah dengan tatapan lesu..

"Ada apa sayang ?"

" Katakan saja, jangan ragu." Tambah mama Citra saat menyadari kegelisahan Elisa.

" Kemarin… Elisa ketemu sama bak Dewi." Ucap Elisa.

"Dewi ? Ah… dia masih kerja disana rupanya." Ucap mama Citra.

"Aku pikir dia akan mengundurkan diri setelah apa yang kulakukan padanya." Lanjut mama citra dalam hati.

Elisa mengangguk, lalu berkata "Iya ma. Elisa pikir, bukannya jauh lebih baik kalau bak Dewi gak satu kantor sama mas Aldi ya. Elisa cuma takut mas Aldi dan bak Dewi kembali dekat ma.

"Jadi maksudmu, kamu mau pecat Dewi ?" Tanya Mama Citra santai.

Mendengar hal itu Elisa agak kaget. Ia tak bermaksud memecat Dewi, ia hanya berpikir memindahkan Dewi ke kantor cabang di daerah lain, atau memberikannya beasiswa dari perusahaan ke luar negeri. Jadi dengan jarak yang memisahkan mereka, Elisa berharap mereka bisa saling melupakan satu sama lain.

Sebenarnya, Elisa sadar, jika segala  usahanya itu akan sia-sia jika Aldi tetap ingin menjalin hubungan dengan Dewi. Meskipun begitu, Elisa tetap berusaha sebaik mungkin demi rumah tangganya yang harmonis.

"Bukan gitu ma. Hem… tapi bisa gak, mama pindahan tempat kerja bak Dewi. Ya… seenggaknya, mas Aldi dan bak Dewi gak bisa saling bertemu untuk sementara waktu. Atau beri saja bakdewi beasiswa keluar negeri, amerika gitu. Kan perusahaan juga punya program beasiswa gratis ke karyawan yang dianggap berprestasi ke luar negeri ma." Jelas Elisa.

Elisa pikir itu adalah keputusan yang paling tepat. Ia tak ingin Dewi kesulitan dengan memecatnya. Namun ia tetap berusaha agar Dewi sejauh mungkin dari suaminya dengan memintakan Dewi ke kota lain. Ya… pasalnya, akan sulit bagi mereka berhubungan jika jarak telah memisahkan mereka.

"Ya… kalau mama pikir… ide ini bagus juga." Ucap Mama Citra.

Mama Citra menggenggam tangan Elisa. Ia menatap Elisa dengan sangat lembut lalu berkata "Kamu sangat baik. Padahal, kita bisa memencetnya, namun kamu masih memberi dia kesempatan. Mama beruntung memiliki kamu sebagai menantu mama."

"tenang saja ya sayang, mama akan mikirin cara supaya wanita itu gak satu kantor lagi sama Aldi." Tambah mama Citra.

Mendengar hal itu, Elisa tersenyum, lalu berkata "Terimakasih ma." Kini Elisa merasa sangat lega, pasalnya ibu mertuanya sangat mendukung segala keputusannya. Meskipun begitu, jauh di lubuk  hatinya terdalam, Elisa merasa bersalah pada Dewi dan Aldi.

"Apa aku egois ?" Batin Elisa.

***

"Mama ? " Ucap Aldi kaget saat ia melihat ibunya duduk manis di sofa ruang tamu rumahnya. Elisa juga ada di sana, tidak jauh dari ibunya.

Hal itu karena hari sudah sangat larut. Aldi sendiri baru pulang di jam sekarang karena ia menghabiskan begitu banyak waktu dengan psikologinya yang baru. Dan entah kenapa ia begitu tenang dan  pikirannya menjadi positif setelah berbicara dengannya. Bahkan kecemasan, emosi berlebihan, dan trauma akan masa lalu akibat Dewi mulai sudah tak lagi Aldi rasakan. Ia juga mulai menerima Elisa dalam hidupnya, dan mulai membuka diri pada istrinya itu.

"Kenapa mama gak ngabarin kalau mau ke sini ?" Tanya Aldi lalu berjalan mendekati ibunya.

"Emangnya mama wajib ngabarin dulu ya kalau ke sini ? Mama kan cuman mau ketemu anak dan menantu mama." Sindir mama Citra.

"Gak, bukan itu maksud Aldi ma. Kalau mama ngasih tahu dulu kan, Aldi kan gak perlu keluar tadi." Ucap Aldi.

"Kamu sendiri kenapa baru pulang di jam segini. Kamu gak kasihan apa sama Elisa !" Ucap mama Citra sambil menatap Aldi curiga.

Aldi melirik Elisa. Seolah meminta bantuan padanya, soalnya Elisa tahu kemana saja Aldi pergi hari ini. Elisa tahu hal itu karena pria itu sudah menjadwal kegiatannya hari ini. Ya, pria itu sangat disiplin soal segala kegiatannya, jadi Elisa tahu. Ya… kurang lebih.

Melihat suaminya yang kesusahan, elisa pun mendesah lalu berkata "mas Aldi ada pertemuan bisnis tadi ma. Tadi mas Aldi udah minta izin kok."

ELISA terpaksa berbohong, karena ia tahu jika suaminya itu tak mau membuat ibunya khawatir soal ia yang selalu pergi ke psikiater. Selain itu, bagi sebagian orang pergi ke psikiater pasti akan dianggap buruk atau aneh. Jadi Aldi lebih memilih merahasiakannya, dan untungnya istrinya mau membantunya.

Mendengar hal itu mama Citra mengangguk paham, senjata Aldi malah bernafas lega. Elisa melihat Aldi dengan lekat. Tiba-tiba ia memiliki ide. Ia ingin memanfaatkan momen ini agar mama citra tidur di rumah mereka. Dengan begitu ia dan Aldi bisa tidur satu ranjang, ya… soalnya selama ini mereka belum tidur satu ranjang.

"Gimana kalau aku pancing mama nginap di sini. Siapa tahu kalau mama nginap di sini, aku dan Aldi bisa tidur satu kamar. Ya… meskipun, sebenarnya aku masih takut sih kalau mas Aldi ngapa-ngapain aku." Batin Elisa.

"Ma..hari sudah malam. Gimana kalau mama tidur di sini aja. Bak Dini dan Jamal juga bisa nginap, kan masih banyak kamar kosong." Ucap Elisa.

Mendengar hal itu, mama Citra langsung menerima tawaran Elisa tanpa pikir panjang. Sementara Aldi hanya diam, pasalnya ia tak bisa menolak ibunya sendiri kan.

"Ohya mas. Kamu udah makan ?" Tanya Elisa.

"Aku… udah kok tadi." Jawab Aldi.

"HM… mau aku buatkan  kopi ? Atau, dia siapin air panas buat mandi ?" Tawar Elisa perhatian.

"Kopi aja." Ucap Aldi.

Melihat Elisa yang perhatian pada Aldi membuat mama Citra sangat senang. Sementara Aldi sendiri, ia mulai terbiasa dengan perhatian kecil yang Elisa berikan. Ya, wanita itu selalu melakukan hal itu.

"Oke. Mama mau aku bikinin sesuatu ?"

"Kalau mama, air putih hangat saja."

"Yaudah, tunggu bentar ya." Setelah mengatakan itu, Elisa pergi ke dapur untuk membuat kopi.

"Kamu gak melakukan yang aneh-anehkan di kantor !" Tanya Mama Citra tiba-tiba pada Aldi.

Wanita paruh baya itu menatap Aldi dengan sorot tajam dan menyelidiki. Membuat Aldi menjadi kaget bercampur tegang.

"Gak ma. Aku kerja kok. Serius !" Jawab Aldi.

"Bagus. Awas ! sampai mama tau kamu main gila dengan wanita lain. Mama gak segan-segan coret kamu dari kartu keluarga Kusumo !" Ancam mama Citra. Mendengar hal itu, Aldi menelan air ludahnya sendiri. Dan pada saat itu, Aldi merasa menjadi anak tiri sekarang.

WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang