38. KARIN !

116 4 0
                                    

38
TIGA PULUH DELAPAN
(KARIN !)

Dua hari kemudian. Niko menatap baju kaos polos berwarna putih yang tergantung di gantungan baju. Niko memenga dasar kaos itu, setelah itu melihat cermin sambil menempelkan baju itu di badannya.

"Keren juga ni baju. Harganya juga gak mahal-mahal banget, ,bisakah gue beli." Batin Niko.

Niko punya cukup banyak uang di tabungannya. Hal itu karena ia mendapatkan uang saku dari Elisa cukup besar untuk jajan di sekolah serta uang mainnya. Tapi alih-alih menghamburkan uang pemberian Elisa untuk bersenang-senang bersama teman-temannya, Niko malah menabungnya untuk keperluan pribadinya yang dirasa penting  seperti membeli buku pelajaran, baju, atau membeli bensin.

Niko menatap ibunya yang berdiri cukup jauh darinya. Wanita paruh baya itu sedang  melihat-lihat baju di kawasan wanita. Dan ibunya juga mendapat uang belanja dari Elisa. Ya, Elisa memang baik di mata Niko.

"Niko !" Saat Niko mendengar suaranya di panggil, ia reflek melihat ke asal suara itu, dan ternyata ada gadis sebaya dengannya berdiri di belakangnya.

"Karin ?!" Ucap Niko kaget.

"Iya, ini gue. kenapa Lo disini ?" Tanya Karin kepo.

"Gue… lagi nganter nyokap belanja. Lo sendiri ?" Tanya Niko balik lalu menaruh baju yang tadi ia pegang di tempatnya.

"Gue lagi belanja juga. Kebetulan banget ya." Ucap Karin lalu tersenyum manis.

Niko dan Karin pun mengobrol. Hanya obrolan biasa, namun Niko terlihat tidak nyaman dengan Karin, pasalnya Karin terlalu banyak bicara. Terlebih lagi… sikap Karin terlalu agresif padanya. Ya, ini bukan dugaan Niko saya, namun Karin memang menyukainya dan sering mendekatinya secara agresif di sekolah, membuat Niko merasa tak nyaman. Dia risih.

Andri yang melihat anaknya mengobrol dengan seorang gadis merasa penasaran. Ia mendekati Niko tanpa di sadari ya.

"Nak" panggil Andini.

"Ah ma ? Sudah belanjanya ?" Tanya Niko sambil menatap ibunya.

Karin menatap Andini, begitu juga sebaliknya. Di mata Andini, Karin adalah anak yang cantik dan manis, terlebih lagi dia terlihat berasal dari keluarga menengah keatas. Itu terlihat dari barang-barang bermerek yang digunakan.

"Sudah. Dan... siapa dia nak ?" Tanya Andini sambil melirik Karin.

"Coma teman sekelas kok ma." Ucap Niko cepat yang membuat Karin sedikit kecewa.

Karin tersenyum, ia memperkenalkan dirinya pada Andini sebagai teman satu kelas Niko. Setelahnya mereka berbicara, dan Karin dengan mudah akrab dengan Andini.

Tidak jauh dari mereka, ada seorang wanita yang menatap Niko serta Andini tajam. Wanita itu adalah Tasya, dia baru saja ke butik milik Jihan untuk berbelanja, tapi siapa sangka jika ia malah bertemu dengan Niko serta ibunya di sini. Terlebih lagi, mereka bersama remaja tanggung yang belum pernah Tasya lihat.

"Cih, baru juga SMA udah belanjain pacarnya. Mana pakai uang kakaknya lagi. Gak tahu apa, kalau kakaknya kerja keras demi dia !" Gumam Tasya kesal lalu pergi.

***

Malam harinya. Mobil berwarna hitam berhenti di rumah mewah bercat putih. Seorang gadis turun dari sama dengan menenteng tas belanjaan yang sangat banyak, lalu masuk ke rumah mewah itu. Gadis itu tidak lain adalah Karin.

Karin berjalan menuju kamarnya, namun saat ia hendak menaiki tangga, langkahnya dihentikan oleh suara seorang wanita.

"Anak mami sudah pulang rupanya." Ucap wanita berusia paruh baya yang tak lain adalah ibu Karin.

Nama ibu Karin adalah Lusi, usianya sekarang memasuki 55 tahun, namun wajahnya terlihat awet muda seperti berusia 30 tahun berkat perawatan wajah yang selalu dia lakukan. Lusi menatap anaknya dengan tajam.

"Oh, mami, kirain… udah tidur." Jawab Karin santai.

Sikap Karin terkesan terkesan tidak sopan, karena ia menganggap ibunya enteng. Namun itu wajar, pasalnya ibunya tak pernah marah jika Karin pulang subuh, bahkan jika dia dalam keadaan mabuk sekalipun. 

"Katakan sama mami, kamu dari mana ? Kenapa baru pulang ?" Ucap Lusi.

"Habis belanja mi. Ohya, lihat deh, tadi Karin di pilihan baju sama cowok yang Karin suka !" Ucap Karin, sambil menunjukkan baju yang dipilihkan Niko.

Ya, karena Karin dan ibunya Niko mulai dekat, ia pun memanfaatkan itu untuk mendekati Niko. Contohnya saat ibu Niko berbelanja, ia juga ikut mereka belanja, lalu meminta Niko memilih warna atau model yang bagus untuknya. Mungkin tak ingin membuat malu ibunya, Niko pun melakukannya. Meskipun pria itu terlihat terpaksa.

"Cowok yang kamu suka ? Dia… anak orang kaya gak ? Kalau bukan orang kaya jangan dekatin dia, entar… kita malah susah." Tanya Lusi.

Karin mengerutkan keningnya, lalu berkata "Kok mami ngomong gitu sih?"

"Apa yang salah dari ucapan mami ? Harta itu penting nak. Coba deh lihat kakak kamu, punya pacar kaya sampai-sampai bisa membiayai kehidupan mewah kita." Ucap Lusi.

"Ham… terserah mami aja. Tapi mi, harta itu bukan segalanya loh." Balas Karin.

"Ini anak dikasih tahu malah gitu. Kami gak sadar darimana barang-barang mewah yang kamu pakai itu ! Kalau bukan dari pacar kakak kamu, mana mungkin kamu bisa pakai!" Ucap Lusi yang mulai kesal dengan ucapan anaknya.

Karin yang mendengar hal itu memutar matanya. Lalu menaiki tangga menuju kamarnya.

"Hi mau kemana kamu. Mami belum selesai bicara ! Pokoknya, kalau mami lihat kamu dekat-dekat cowok miskin, mami pindahin kamu ke luar negri !"  Ucap Lusi lagu.

Setelah Karin sampai di lantai dua, ia melihat foto keluarganya. Disana hanya ada kakak perempuannya, ia dan ibunya saja. Ya hanya bertiga. Sebenarnya ayah mereka masih hidup, namun karena kesalahan masa lalu, mereka menganggap ayahnya telah mati.

"Kakak dimana ya, kenapa Minggu ini kakak gak ke kerumah. Padahal kan… biasanya kakak selalu berkunjung." Ucap Karin saat mengingat kakaknya.

Biasanya kalanya pasti berkunjung ke rumah mereka setidaknya 2 kali seminggu. Namun sekarang hampir dua bulan, kakaknya tidak mengunjunginya.

"Sebaiknya, aku telpon aja deh." Ucap Karin.

Karin segera mengambil hpnya, lalu menelepon kakaknya. Tidak lama kemudian, telponnya di angkat.

"Malam kakak ku yang cantik !" Ucap Karin manja.

Namun alis Karin langsung mengkerut saat ia mendengar suara musik DJ yang cukup keras dari tempat kakaknya berada.

"Kenapa ?" Ucap sang kakak yang terdengar sangat dingin dan kasar.

"Kak Dewi kok jutek gitu." Ucap Karin bingung, pasalnya bisanya kakaknya akan bersikap sangat lembut dan hangat.

"Aku lagi sibuk. Kalau gak ada urusan penting, jangan lepon !" Ucap kakak Karin, yang tak lain adalah Dewi.

"HM… oke deh. Jangan lupa makan ya…"

Sebelum Karin menyelesaikan kalimatnya, teleponnya langsung dimatikan. Membuat Karin merasa kesal.

"Ha… dimatikan ! Cih, orang khawatir dengannya, tapi dia malah kayak gini. Maksa banget !" Ucap Karin, lalu berjalan ke kamarnya dengan kesal.

***

Pada waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda. Rossa duduk di lantai dua sebuah klub malam. Sambil memegang gelas kaca berisi bir, ia menatap seorang wanita yang baru selesai telponan. Meskipun disana agak gelap dan sangat ramai, namun Rossa bisa melihat sosok wanita itu dengan jelas. Wanita yang tak lain adalah Dewi.

Rossa kembali teringat, waktu Elisa menceritakan masalah yang dihadapinya waktu di salon waktu itu. Wanita itu juga menunjukkan foto suami dan mantan kekasih suaminya. Meskipun mereka sudah mantan, namun Elisa masih khawatir, terlebih lagi suaminya sangat mencintai mantan kekasihnya. Jadi, sebagai sahabat Rossa ingin melakukan sesuatu untuk sahabatnya.

Mungkin apa yang dia akan lakukan untuk Elisa terdengar gila dan berlebihan. Namun Rossa tak peduli, lagi pula ia punya banyak hutang pada Elisa waktu SMA. Salah satunya, membebaskannya dari pembullyan dan mengubahnya menjadi gadis yang penuh percaya diri.

WASIAT AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang