DUA PULUH DELAPAN

15 1 0
                                    

Masa depan..
bicara soal masa depan, pastinya hal utama yang paling ingin dicapai anak seusia Rara adalah " membahagiakan orang tua " atau mungkin juga "menikah dengan laki laki mapan dan bahagia"

namun bagi Rara sendiri kebahagiaan itu hanya sebuah ilusi atau khayalan yang ia ciptakan, masa depan baginya sudah tidak ada, bukan hancur melainkan seperti kehilangan harapan

terkadang tanpa sadar gadis itu sering kali berfikir "kalo misalkan gua kenapa napa, gaada yang tau. mungkin ga akan ngerugiin siapa siapa kali ya"
namun hebatnya Rara tidak pernah sedikitpun berfikir untuk mengakhiri hidup, sebaliknya ia terus berjalan maju, tanpa menaruh ekspetasi berlebihan soal masa depan

pagi ini Rara berangkat ke sekolah dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaam yang ada di kepalanya prihal Alan

tentang dia yang tiba tiba saja menawarkan tumpangan, sampai menenangkan tangis Rara seolah mengisyaratkan bahwa kehidupan Rara akan baik baik saja.

"oy " benar saja, sesampainya di gerbang sekolah cowok itu langsung menghampiri Rara dengan senyum khas nya

Rara menatap Alan dengan tatapan bingung " apa " jawabnya

"sinis banget, PMS? "

" ga lucu "

" jangan jutek gitu "

"jangan ngerusak pagi gue yang cerah"

"emang pagi lu pernah cerah? muka aja cemberut gitu dari awal datang ke sekolah"

"berisik" sinis Rara

gadis itu melaju pergi dengan langkah cepat meninggalkan Alan, namun pandangan Alan bukan tertuju pada Rara. tapi pada dua pasang remaja. yang sedang asik bergandengan tangan

Aldo, dan Rika

"pantesan tuh anak sensi banget" gumam Alan

tidak seperti biasanya, Hari ini sesampainya di kelas Rara bergegas merapihkan catatan serta mengerjakan semua pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. mengingat sebentar lagi ujian gadis itu menjadi lebih giat belajar, satu satunya hal yang tidak ia sadari adalah ...

Alan, laki laki itu berada di satu kelas yang sama dengan Rara, entah sebuah kebetulan atau memang sudah di takdirkan

Remaja laki laki itu masuk ke kelas dengan tatapan bingung, namun beberapa detik kemudian ia tersenyum, dengan sangat tulus seolah hal yang ia harapkan benar benar tercapai

Alan mematung memandangi Rara yang tengah fokus menyalin catatan, Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat menawan, setelah mendengar cerita yang di ungkap Rara tadi malam, hati Alan seperti tersentuh. ingin rasanya mencoba membahagiakan gadis yang saat ini sedang ia tatap, memperlakukannya dengan baik lebih dari yang Aldo lakukan.

seperti yang tadi malam ia ucapkan bahwa Alan tidak akan membiarkan Rara sendirian dan mengalami kesulitan, ucapan itu tidak hanya akan ia gunakan sebagai kalimat penenang, namun akan segera ia buktikan.

Alan menarik nafas panjang, memantapkan hati lalu melangkah, menuju meja Rara untuk duduk disamping gadis itu

"hay, kita ketemu lagi, masih inget perkataan gua tadi malam? gua gaakan biarin lu sendirian"

Rara tersentak kaget, jantungnya seolah berenti sejenak, namun diwaktu yang bersamaan ia bahagia, mendengar bahwa akan ada orang yang berkata tidak akan membiarkannya sendirian

"jadi mulai sekarang, jangan biarin diri lu kesulitan sendirian" lanjut Alan, nadanya terdengar sangat tulus membuat tangis Rara pecah saat itu jugaa

Alan reflek menepuk pundak Rara "sutt jangan nangis disini, malu diliatin"

Gadis itu menepis air matanya jengkel, lalu mencubit pinggang Alan

"jangan bikin gue geer, apalagi sampe berharap kalo lu bener bener bakalan selalu ada"

Alan memekik kesakitan " awww, gua serius loh, kalopun lu berharap juga gapapa karna gua bakal buktiin nantinya"

Rara terdiam, masih menatap Alan dengan tatapan yang penuh pertanyaan

"Gua serus Ra" lanjutnya






Do'Ra (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang