ENAM BELAS

63 38 0
                                    

Setelah pulang dari pesta, Rika memilih untuk mengerjakan tugas seperti yang selalu dikatakan ibunya, bahwa ia harus selalu menjadi murid dengan nilai terbaik, tidak boleh mendapat catatan minus di sekolah, belajar dan mengerjakan tugas setiap malam

Rika mengerjakan tugas dengan mata yang sudah siap untuk terpejam

Rika menutup buku catatannya dan menghembuskan nafas perlahan, saat mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya berulang kali berdering membuat Rika terpaksa menghentikan ritual belajarnya yang harus ia lakukan setiap malam, jemarinya meraih ponsel. pesan dari Rara

"woyy"

"p"

"eh so ngartis banget, bales dong"

"woyy"

"p"

"p"

"p"

Rika mendengus, menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal, lantas ia membalas "kenapa Ra?"

"lo ngapain sih dateng ke pesta nya Aldo, kan udah gue bilang gausa deket deket dia"

"sebelumnya gua minta maaf kalo kehadiran gua bikin lo ga nyaman, tapi gua gapernah deket deket sama aldo, dia yg ngundang dan ngejemput gua buat dateng ke pesta itu"

Rara melempar ponselnya ke sembarang arah, ia sangat tidak menyukai Rika meski Rika tidak pernah membuat masalah, meski statusnya dengan Aldo hanya pura pura, namun ntah kenapa setiap melihat mereka berdua membuat dadanya serasa sesak tidak karuan

Rara menatap langit langit kamarnya, berharap ada seseorang yang mampu memeluk erat dirinya, memberi energi positif agar ia merasa kuat menjalani setiap cobaan dalam hidupnya, berandai andai bahwa ia memiliki setidaknya seorang teman yang selalu mendukungnya, hingga ia tidak lagi merasa takut setiap kali melangkah keluar rumah.

Rara fikir dengan adanya Aldo ia mampu melakukan hal itu, namun nyatanya, berada dalam hubungan yang dari awal tidak di dasari dengan rasa cinta adalah kondisi terburuk yang sedang ia alami

Rara menepis air mata yang hampir menetes, memejamkan matanya sambil tersenyum, setidaknya hanya itu yang mampu ia lakukan untuk menguatkan dirinya sendiri

lalu 10 menit berikutnya ia tertidur

          

                                 ***

Rara menyisir rambutnya yang mulai memanjang, ia mengernyit ketika ponsel di saku nya berbunyi

Rara membelalak ketika melihat bahwa orang yang menelfonnya adalah Aldo.

"kenapa do" ucapnya berusaha untuk tetap tenang

"lo berangkat bareng gua hari ini"

"ha?"

"gua otw rumah lo"

belum juga Rara meng-iyakan ajakan Aldo, ia sudah mematikan telfon secara sepihak

Rara mendengus, mencurigai tindakan Aldo yang berbeda dari biasanya, apakah ada maksud tertentu? ah tentu tidak, ia tidak boleh berfikir seperti itu

Rara sebenarnya ingin sarapan, namun ia mengurungkan niatnya saat membuka tudung saji yang kosong, hanya ada sepiring nasi goreng kering yang sudah di kerubungi semut, Rara membanting pintu keras keras, berjalan menyusuri gang sempit, dadanya sesak dan nafasnya memburu. selama ini ia tidak memiliki seseorang untuk dijadikan sandaran

Rara menghentikan langkahnya sambil menatap sepatu nya yang sudah mulai lusuh, kalau dulu ia bisa mengganti berbagai jenis sepatu mahal setiap harinya, mulai dari yang seharga ratusan ribu sampai ratusan juta, namun sekarang, untuk membeli sebungkus nasi goreng saja ia harus berfikir dua kali

Do'Ra (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang