Di titik ini aku sangat hancur, hingga untuk berdiri saja aku sangat sulit melakukannya. Air mata yang mengalir deras di pipiku tenggelam bercampur dengan air hujan yang ikut mengalir di sana.
Aku kira semua pria itu tidak sama. Salah!, argumenku selama ini salah besar. Faktanya semua pria itu sama, sama semua seperti papa.
"Ayo pulang" suara yang tidak lagi asing di telingaku membuat aku mendongakkan kepala ke atas.
Air hujan yang sedari tadi menghantam kejam bokongku kini lenyap seketika. Nabil, ia datang. Dia datang di saat aku sedang hancur, sehancur-hancurnya.
Ia berdiri di sana dengan senyum tulusnya, tangannya kokoh memegang payung yang melindungiku dari tetes air hujan. Ku raih tangannya yang terulur untuk membantuku berdiri.
Aku langsung menghambur mendekap tubuh jangkung itu, ku tenggelamkan wajahku di sana dan menumpahkan semua beban yang aku pikul. Ku rasakan kaos yang tengah ia kenakan menjadi basah akibat isak tangisku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen FictionRumah yang berdekatan dan orang tua yang akrab membuat persahabatan aku dan Nabil semakin erat. Hingga menginjak usia remaja, sosok baru datang di antara kami dan membuat persahabatan kami renggang. Namun tak cukup sampai di situ, Nabil yang terny...