Tamparan

34 30 0
                                    

Plakkk.....

Suara nyaring terdengar dari tangan papa yang beradu keras dengan pipi mama, papa menampar mama. Sebuah pemandangan yang sangat asing di mataku selama ini, seumur-umur aku hidup di dunia, baru kali ini aku menyaksikan papa menampar mama, bahkan di depan Nabil dan wanita asing itu.

Karena terpancing emosi saat mama diperlakukan seperti itu, aku langsung berjalan mendekati mama dengan langkah lebar.

"Apa-apaan sih pa?!, papa tega ya nampar mama, bahkan di depan orang asing!" Ucapku menggebu-gebu dengan telunjuk yang mengarah ke posisi berdirinya wanita asing itu. Dan untuk pertama kalinya aku berani meneriaki papa.

"Kamu mulai kurang ajar ya sama orang tua, papa gak ada ajarin kamu buat membentak orang tua. Ini pasti pengaruh buruk kamu bergaul sama anak ini!" Ucap papa dengan penuh emosi dan menunjuk Nabil sebagai pelaku kejahatan.

"Papa udah kelewatan!!. Aku gak bakal ngebentak papa kalo papa gak nampar mama" Aku berteriak tidak mau kalah suara dengan papa.

"Ini ada masalah apa sih?" Tanyaku kemudian.

Namun tak ada sama sekali jawaban yang aku dengar dari ketiga mulut orang di depanku itu, hanya hening yang memenuhi langit-langit ruang tamu rumah kami.

"Jawab Nabila ma" Aku menuntut mama untuk menjawab pertanyaanku.

Namun papa dan mama masih berdiri di pijakannya tanpa suara, sedangkan wanita asing yang aku maksud sebelumnya tengah sibuk memelintir ujung rambutnya dengan jemari, seperti tengah sangat senang menyaksikan pertengkaran keluargaku.

"Tante juga siapa?, kenapa tante ada di sini?. Atau jangan-jangan tante yang jadi penyebab mama sama papa ribut?" Deretan pertanyaanku meluncur begitu saja tanpa dapat aku saring lagi.

Namun semuanya hening, masih sama dengan sebelumnya, tidak ada yang menjawab deretan pertanyaan-pertanyaanku barusan.

"Jawab aku ma!!, pa!!" Teriakku dengan suara yang sangat tinggi seperti tengah menyanyikan lagu Tak Ingin Usai milik Keisya Levronka.

Sedetik setelahnya sebuah tangan mengusap bahuku, seperti tengah mentransfer berton-ton kekuatan untukku.

Nabil, ia masih berdiri di sana dengan wajah datarnya, mulutnya diam tanpa suara sedikit pun, hanya sebuah usapan lembut di bahuku yang membuat aku yakin bahwa cowok itu ada untuku saat itu.

"Kita nonton film psikopat yok" Bisik Nabil tepat di telingaku.

Ku tatap kedua mata hitam pekat milik cowok itu, tampak teduh dan seperti meyakinkan aku kalau dia akan siap membawaku pergi dari bumi ini dan menjanjikan sebuah dunia baru yang jauh lebih baik dan mampu membuat aku tersenyum.

Dengan sigap Nabil menggenggam tanganku dan menuntun aku keluar rumah. Saat ini aku tidak tahu Nabil akan membawaku kemana, aku sekarang pasrah, aku pasrah mau dibawa Nabil kemana saja asalkan bersamanya.

***

"Makan kek, jangan diaduk-aduk mulu. Lo kate tuh bakso paan" Protes Nabil saat melihat aku yang masih saja mengaduk-aduk asal isi mangkokku tanpa melahapnya sesendok pun.

Namun tanpa aku sadari setetes air mata mengalir membasahi pipiku, aku menangis?. Dalam pikiranku sekarang hanya satu hal, mama dan papa yang bertengkar hebat.

Sepertinya ini masalah yang begitu serius, buktinya papa sampai berani menampar mama, yang dimana setahuku semarah-marahnya papa, ia tidak berani untuk main fisik.

Namun saat pikiranku tengah berkecamuk tidak karuan, sebuah sentuhan hangat mengusap pipiku dengan lembut, sentuhan yang berusaha menghapus bekas jejak air mataku di pipi.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang