Dijemur

44 45 4
                                    

Yudha : "Blh aku tlpn?"

Saat membaca chat itu aku langsung refleks bangkit dari posisi rebahan.

Saat aku tengah bergeming dan sibuk sendiri dengan otakku, ponselku pun berdering menandakan adanya panggilan masuk.

"Jangan vc, jangan vc, jangan vc...." Ucapku terus menerus seraya meraih ponsel dengan mata tertutup.

Saat benda itu sudah berada tepat di depan wajahku, ku buka sebelah mata secara perlahan untuk mengintip layarnya.

Hal pertama yang aku lihat adalah sebuah icon telepon yang menandakan adanya panggilan telepon masuk.

Ku hembuskan nafas kasar, bersyukur.

Jujur aku tipe orang yang sangat benci dengan yang namanya vc, entah mengapa aku tidak pede jika harus melakukan hal itu.

Jika ada opsi pilihan antara bertemu langsung atau vc, aku akan memilih bertemu langsung saja.

Yudha : "Hallo?"

Suara berat khas Yudha terdengar saat aku jawab panggilan telepon itu.

Nabila : "Iya, hallo?"
Yudha : "Kok belum tidur sih?, ini udah malem loh"
Nabila : "Dih, gabut amat lo pake acara nyuruh-nyuruh tidur segala"
Yudha : "Aku cuma gak mau nanti pacar aku punya mata panda"

Apa?, tunggu-tunggu. Kok jadi alay gini sih?. Ini akunya yang memang belum punya pengalaman pacaran atau Yudha yang memang terkesan alay?.

Yudha : "Nab?"
Nabila : "Eh, iya. Kenapa? "
Yudha : "Besok pagi aku jemput kek biasa ya?"
Nabila : "Jangan kepagian tapi"
Yudha : "Siap nona, dah tidur gih"
Nabila : "Iya bawel!"
Yudha : "Good Night"

Setelah mengucapkan salam perpisahan, telepon pun diputus oleh lawan bicaraku di seberang sana.

Detik itu aku sangat bahagia, bahkan untuk mengungkapkannya lewat kata-kata saja aku tidak dapat melakukannya.

***

Seperti janjinya semalam, Yudha sekarang sudah sigap dengan motor ninjanya untuk membawaku menuju sekolah.

Mentari yang baru saja menyembul dan memberikan sinarnya pagi hari itu membuat mataku memicing karena silau.

"Pak Anton!" Sapaku girang pada pria yang selalu berdiri di depan gerbang sekolah kami.

"Wih, ada Nabila. Akhir-akhir ini bapak lihat-lihat kok gak bareng kembarannya lagi sih?" Tanya pak Anton penuh seledik seperti polisi yang tengah menginterogasi pencuri sendal jepit di masjid.

"Bosen pak sama dia mulu" Jawabku.

"Dah nyampe mana pak sama mbak Lilisnya?" Ku tukar langsung topik pembicaraan menjadi menggoda pak Anton.

Mendengar pertanyaanku, pak Anton langsung mengerti apa maksudku barusan. Pipinya langsung bersemu merah menandakan kalau ia tengah salah tingkah.

"Sudah berkembang pokoknya deh" Pak Anton mengangkat kedua jempolnya tinggi-tinggi dengan senyum sumringah.

"Nah, mantep itu pak. Pepet terus sampai dapet dah" Ucapku menggebu-gebu dengan menirukan gaya pak Anton mengangkat kedua jempol.

"Siappp!!" Pak Anton mengangkat tangannya seperti tengah memberi hormat kepada ratu Inggris.

"Yaudah, Nabila duluan ya pak!" Ku lambaikan tangan pada pria yang memiliki tatanan rambut super licin itu dan berlalu dari hadapan pak Anton.

"Kamu keknya akrab banget ya sama pak Anton" Ucap Yudha saat aku tengah membantu dia mendorong motornya menuju lapangan parkiran dari gerbang sekolah.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang