Aku Ingin Nabilku

29 23 0
                                    

Karena rasa kepoku yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubun, akhirnya aku putuskan untuk menghampiri Nabil di ruang tamu dengan sosok tamunya itu.

Saat aku sampai di ruang tamu, sosok wanita yang tampaknya sebaya dengan kami atau lebih muda, cewek itu mengenakan setelan rok pendek dengan blus lengan panjang dan sebuah jepit rambut di kedua sisi kepalanya, tampak sangat feminim pikirku.

Dengan cepat wanita itu menyadari keberadaan aku dan kami bersitatap beberapa detik. Tampak wanita itu mengerutka keningnya, bertanya-tanya siapa aku, dan mengapa aku di rumah Nabil?.

"Dia siapa?" Tanya wanita itu jemudian, sebuah pertanyaan yang sudah aku duga sebelumnya akan meluncur dari mulutnya.

"Ohhh, Dia teman sekelas aku. Namanya Nabila, dia tetangga aku juga, makanya lagi main di sini" Tampak wanita itu menganggukkan kepalanya, berusaha mencerna ucapan Nabil.

"Duduk sini kak" Wanita itu menepuk sofa di sebelahnya, meminta aku untuk duduk di sana. Dan tunggu, kak?. Tua amat dah, jelas-jelas kita seumuran. Dasar cewek aneh.

"Nab kenalin ini Diva" Ucap Nabil memperkenalkan cewek itu kepadaku.

"Hay kak, aku Diva" Sapanya sambil mengulurkan tangan berniat untuk mengajakku bersalaman.

"Nabila" Ucapku singkat dan menyambut uluran tangan itu.

"Lo umur berapa sih?"

"Dia anak kelas sepuluh Nab. Keknya udah pantes dipanggil anak kelas sebelas dah hahaha" Nabil tertawa.

"Hahaha, bisa aja" Diva ikut tertawa, tampak sangat akrab dengan Nabil, seperti halnya aku dan Nabil yang dulu. Nabil yang selalu menjemputku untuk sekolah dan juga mengantarku pulang, dan Nabil yang selalu ada untukku.

Tapi entah mengapa Nabil sekarang terasa sangat jauh dariku, walau rumahnya tetap dekat dari rumahku, dan juga ia masih bersekolah di Bina Bangsa bahkan kami masih satu kelas.

Tapi aku merasakan semuanya, Nabil yang di depanku sekarang bukanlah Nabilku yang dulu, dia hanya raga yang sama tapi bukan jiwanya yang lama.

Andai saja perasaan Nabil untukku waktu itu tidak pernah ada, mungkin Nabilku tetap ada. Nabilku tidak akan hilang. Bahkan sekarang mungkin tidak akan ada Diva di sini, di rumah Nabil. Hanya aku yang boleh bermain di sini, bersama bunda, Bintang, ataupun bik Ina.

"Bil, gue pulang dulu" Aku langsung bangkit dan tidak tahan lagi untuk meninggalkan tempat itu dan ingin segera menemui kedua temanku yang mungkin masih sibuk makan pop korn sambil nobar dirumah Karin.

Tidak ada gunanya aku di sana, dia bukan Nabil yang aku kenal, aku ingin Nabilku kembali!!

Terkesan egois, tapi entah mengapa hati kecilku memberontak tidak sudi jika Diva mengambil Nabilku. Nabil tidak boleh dengan wanita lain selain aku, hanya aku dan aku, tidak ada yang lain.

***

Tiga hari sudah aku lewatkan di rumah Karin, untuk tiga hari itu juga Karin berusaha keras untuk mengembalikan sosok diriku yang dulu.

"Nab, galau itu bukan lo banget. Lo sendiri yang bilang ke gue sama Ica kalo di kamus lo gada yang namanya galau" Karin mejelaskan sambil menggerakkan tangannya seperti tengah presentasi di depan kelas.

"Ini bukan cuma masalah Yudha Rin, ini masalah Nabil juga" Aku akhirnya berani memutuskan untuk bercerita kepada kedua temanku itu setelah aku pertimbangkan.

"Nabil?, ada masalah apa lagi lo sama si nolep?" Tanya Ica yang tiba-tiba tertarik dengan topik pembicaraanku dan langsung mengabaikan ponselnya.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang