Pentas Teater

34 29 0
                                    

Sudah sekitar dua minggu lebih sejak kejadian papa mengemasi barang-barangnya dan memutuskan untuk angkat kaki dari rumah. Kini mama sudah cukup membaik walau masih satu dua kali sering melamun.

Hubungan aku dengan Yudha juga makin membaik, sudah aku tanamkan dalam hati untuk tidak terlalu cemburuan dalam hal yang sepele, intinya aku sudah menaruh kepercayaan kepada Yudha bahwa dia mampu menjaga komitmennya.

Dan di hari ini, tepat hari ini kami akan mementaskan teater dalam rangka acara hari jadi Bina Bangsa. Dan latihan beberapa hari terakhir juga terkesan cukup profesional dan tidak main-main. Tidak ada lagi ulah nyeleneh dari Dimas dan Revan, kedua makhluk itu tampak sangat serius dalam berlatih.

Dan aku?, aku juga bingung dengan diriku sendiri. Aku tidak tahu kalau aku sudah siap atau belum, tapi seperti yang dikatakan oleh Karin dan Ica sih aku sudah oke. Aksiku dalam memerankan tokoh utama dengan Yudha juga sudah baik menurut mereka.

Aku selalu ingat kalimat Yudha. "Kalo kamu demam panggung, anggap aja semua penonton yang lagi fokus sama kita tuh gak ada. Anggap aja cuma ada kita berdua, cuma kita" Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku.

"Kamu siap?" Tanya Yudha yang duduk di bangku kemudi, tepat di sebelahku.

Mendengar pertanyaan itu, aku hanya menganggukkan kepala.

Setelahnya Yudha langsung keluar dari mobil dan berniat membukakan pintu mobil untukku, sederhana tapi tidak semua pria bisa melakukannya.

"Tuan putri, boleh kah pangeranmu ini mengantarmu sampai ke istana?" Ucap Yudha sambil menunduk dan mengulurkan tangannya padaku.

Jujur saja aku sangat geli mendengar hal itu.

"Tentu pangeranku" Ku sambut uluran tangan itu dan langsung menggandeng lengan Yudha.

Yudha dengan setelan ala-ala pangeran kerajaan eropa kuno membuat ia tampak lebih menawan. Jika ini benar-benar nyata, aku siap untuk dibawa oleh pangeranku ke mana saja.

Sebelumnya aku sangat risih dengan gaun mengembang yang tengah melekat pada diriku ini. Sangat berat dan gatal, membuat aku tidak henti-hentinya untuk menggaruk-garuk tubuhku.

"Woy, liat noh pangeran sama tuan putri kita dah datang!!" Sorak Dimas dengan suara toanya saat matanya menyadari keberadaan aku dan Yudha di sana.

"Anjirrr, gila Nab cantik bener lo. Pantas sih Yudha tergila-gila sama lo" Ucap Karin kagum.

"Dih, lebay amat lo juleha. Nih baju gatel banget, kesiksa banget dah gue" Aku menggerutu sambil terus menggaruk-garuk tubuhku yang dirasa gatal.

"Emang aneh lo ye, di mana-mana orang tuh pengen banget di posisi lo Nab. Apalagi pasangannya cowok lo sendiri, langka banget yang kek begini" Timpal Ica tiba-tiba.

"Lo kira rafflesia?, pake acara langka segala" Cibirku sinis.

"Yudhaaaa!!!" Sebuah suara nyaring menyerukan nama Yudha.

Tak lama kemudian muncul sosok Dina yang sudah lengkap dengan kostum berbentuk pohon. Hanya wajahnya, kedua kaki dan tangannya yang dapat terlihat dari kostum itu.

Tak lupa juga sosok Flora yang selalu saja menjadi ekornya di mana saja Dina berada. Aku juga heran dengan Flora yang bisa betah bersahabat dengan Dina.

"Ihhh, pangeranku ganteng banget sihhhh" Ucap Dina sembari bergelayut manja di tangan Yudha.

Melihat hal itu aku langsung melepaskan tanganku yang sebelumnya menggandeng Yudha, aku mundur beberapa langkah ke belakang.

"Lo apa-apaan sih Din?" Yudha akhirnya bersuara dan melepas tangan Dina yang bergelayut manja di lengannya dengan kasar.

"Lo tuh harusnya gandengan sama Gue, dan cuma gue yang pantes jadi putri buat ngedampingin lo" Ucap Dina mantap tanpa mengoreksi kalimatnya lagi.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang