Tiga Preman

46 38 12
                                    

Sudah sekitar satu jam yang lalu bel pulang sekolah sudah berbunyi nyaring menandakan kalau waktu belajar untuk hari ini telah usai.

Seperti kota tua tanpa penghuni, Bina Bangsa dengan gedung-gedung tingginya yang menjulang sunyi tanpa satu pun suara manusia yang mengisinya.

Mungkin sekarang siswa lain sudah rebahan cantik di kasur empuknya atau nongkrong bareng teman-temannya di cafe-cafe seperti gaya anak gaul jaman sekarang.

Lain halnya dengan ku sekarang yang masih memunguti bungkusan jajanan di gedung serbaguna, keringatku mengalir deras dari dahi.

Untuk kesekian kalinya tanganku sibuk mengelap peluh di kening, lalu kembali memunguti sampah-sampah yang berserakan di lantai berbahan keramik itu.

Padahal sudah ada dua tempat sampah yang begitu besar di pojok gedung, tetapi manusia-manusia bebal di Bina Bangsa ini masih saja membuang sembarangan sampah-sampah bekas mereka mengisi lambung.

Karena kakiku sudah terasa pegal karena berjongkok dan berdiri secara terus menerus untuk memunguti sampah, akhirnya ku putuskan untuk beristirahat sejenak dengan duduk di salah satu jejeran kursi tribune.

"Nih" Sebuah tangan dengan hiasan jam tangan di pergelangannya menyodorkan sebotol minuman isotonik kepada ku.

Ku angkat wajahku untuk melihat siapa manusia pemberi minuman itu.

Yudha, ia berdiri di sana dengan tangan yang masih memegang sebotol minuman isotonik.

Menyadari keberadaan manusia itu, aku langsung memalingkan wajah dan berniat pergi jauh dari tempat itu.

Namun belum sempat aku melangkah, Yudha sudah lebih cepat mencegat ku dan membuat aku mengurungkan niat untuk melangkah.

"Mau apa lagi?" Tanyaku kesal.

"Minum dulu gih" Yudha meraih tanganku, lalu memaksa jemariku untuk menggenggam botol itu.

"Aku gak haus" Ucapku datar.

"Tapi kok keringetan gitu?"

Tanpa suara sedikit pun, aku menarik botol minuman itu dan langsung menjauh dari keberadaannya.

***

"Pak Anton!" Teriakku nyaring untuk memanggil pria yang selalu menjaga gerbang sekolah itu.

Dan tak lama kemudian, muncullah sosok pak Anton dengan mata yang merah. Sepertinya ia sebelumnya tengah tidur.

"Kenapa nak?" Tanya pak Anton sambil mengucek matanya untuk menstabilkan indera penglihatannya itu.

"Lagi tidur ya pak?" Tanyaku merasa bersalah karena telah mengganggu sosok pria paruh baya itu.

"Taulah" Ucap pak Anton cengengesan.

"Tumben belum pulang?"

"Biasa, orang sibuk mah selalu pulang belakangan pak" Ucapku membanggakan diri, padahal nyatanya aku baru saja menyelesaikan hukuman.

"Kalo mau lanjut tidur gak apa-apa pak, bentar lagi Nabila mau pulang juga" Ujarku sungkan.

Hanya dibalas dengan senyuman tulus dari pak Anton, akhirnya aku menjauh dari pos satpam Bina Bangsa itu dan menuju pinggir jalanan untuk menunggu angkutan umum yang dapat aku tumpangi.

Namun setelah sekian lama aku menunggu di sana, tidak ada satu pun kendaraan yang dapat membawa ku pulang menuju rumah. Sedari tadi hanya ada mobil yang hilir mudik dengan kecepatan tinggi melintas di hadapanku.

Tak lama kemudian suara mesin motor milik Yudha yang sudah sangat aku kenali terdengar dari kejauhan, aku sudah sangat paham pertanda ini. Pasti nantinya Yudha akan membujukku untuk naik ke boncengannya lalu ia akan mengantar ku pulang, itung-itung aku bisa hemat uang saku juga.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang