Beny

24 21 0
                                    

"Tenangin dulu diri lo Nab, cowok kotor kek gitu kagak pantes lo tangisin" Karin mengusap bahuku sambil menuntunku untuk meminum segelas coklat hangat.

"Karin bener Nab, di luar sana banyak cowok yang jauh lebih baik dari Yudha" Lanjut Ica.

"Gu...gue kecewa banget Ca, gue gak nyangka kalo Yudha nyembunyiin hal yang besar banget dari gue" Ucapku sesenggukan akibat isak tangis.

"Semuanya jahat sama gue, bahkan tuhan aja jahat sama gueeeee" Lanjutku dengan mata yang mulai membengkak akibat tangis.

Harapanku yang ingin menghabiskan waktu libur bersama Yudha kini sirna, semua tawa yang aku bayangkan itu sekarang berubah menjadi isak tangis yang membuat dadaku sakit.

Aku bodoh, aku sangat bodoh. Aku juga bingung dengan jalan takdir hingga aku dan mama dipertemukan dengan laki-laki yang sama-sama brengseknya.

"Udah Nab, lo beberapa hari ini nginep di rumah gue aja ya. Kalo lo langsung pulang ke rumah lo, gue sama Ica gak tau gimana buat ngejelasinnya sama nyokap lo. Gue juga sendiri di rumah, nyokap lagi di Australia ngurusin kerjaan" Ucap Karin.

"Iya Nab, dan juga janji kita sama nyokap lo kan tiga hari" Ica menganggukan kepalanya tanda setuju dengan Karin.

***

Drrttt...

Bunyi ponselku di atas meja makan rumah Karin sukses membuat kesibukan aku dan Karin di dapur teralihkan.

"Cek gih, siapa tau penting" Perintah Karin padaku.

Aku dengan tangan yang masih penuh dengan bekas adonan kue berjalan menghampiri benda itu.

Saat aku lihat, sosok nama yang sangat enggan aku dengar atau pun membacanya tertera di layar ponselku.

"Siapa Nab?" Tanya Karin kepo.

"Bu...bukan siapa-siapa" Jawabku cepat.

"Siapa sih?" Karin berjalan cepat ke arahku untuk mengetahui siapa sang penelepon.

"Yudha?" Karin sedikit terkejut saat menyadari hal itu.

"Udah matiin aja, tar mood lo jadi rusak Nab"

"Tapi gimana kalo penting, kata lo tadi gitu kan?"

"Nab, percaya sama gue. Lo kagak kapok apa sama kejadian kemaren?"

"Tapi Rin..."

"Nab!!, setau gue lo gak sebego ini, walau lo bego banget belajar matematika tapi lo masih ada otak buat mikir soal ini!!" Karin membentakku, tersirat api emosi dari pupil matanya yang dapat aku lihat dengan jelas.

Drrttt...

Sekali lagi ponselku berdering untuk kedua kalinya, masih dengan sang penelepon yang sama, Yudha.

Dengan tatapan sinis Karin yang terus mengintai, aku angkat panggilan telepon itu.

Nabila : " Mau lo apa lagi sih?"
Yudha : "Nab, dengerin aku dulu. Aku perlu ngejelasin semuanya sama kamu"
Nabila : "Gak!!, gue gak perlu penjelasan yang gak guna dari lo!!"
Yudha : "Dengerin aku dulu Nab, aku mau ketemu sama kamu. Anggap aja ini jawaban buat semua pertanyaan kamu, aku mau kamu tau semuanya.
Yudha : "Aku tau kalo aku udah nyembunyiin ini semua dari kamu. Tapi pleasee, please dengerin penjelasan aku dulu"

Hening, tidak aku hiraukan kalimat panjang itu.

Yudha : "Temuin aku di Cafe Kenangan jam delapan malam ini. Aku perlu ngomong sama kamu"

Tanpa ingin mendengar suara itu lagi, ku matikan telepon itu dan langsung duduk dan meminun segelas air putih untuk menenangkan perasaanku.

"Ngomong apa dia?" Tanya Karin kemudian.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang