Seperti di hari pertama sekolah pada umumnya pasti selalu diselimuti dengan rasa malas yang menggelayuti mata sehingga membuat sang pemilik mata enggan membukanya.
Tetapi sekuat apa pun rasa malas itu akan hilang disaat alarm alami sudah berbunyi melengking bak sirine ambulans.
"Nabila!!!"
Pekikan suara itu menggelegar mengisi sudut demi sudut kamarku yang diiringi dengan tertarik paksanya selimut yang sedari tadi membungkus tubuh kurusku.
"Satu menit lagi ma" tawarku masih dengan mata yang tertutup sempurna.
"Gada satu menit lagi!, ini udah mau telat loh dek"
Semburat sinar mentari pagi menyelinap memasuki kamarku melalui jendela kaca transparan yang membuat mataku silau dan terpaksa untuk membukanya.
Saat aku membuka mata, pemandangan pertama kali yang aku lihat adalah sosok wanita paruh baya yang tengah berkacak pinggang di ujung ranjangku.
"Mau bangun jam berapa lagi?" tanya mama dengan lagak sok galak didepanku.
"Iya iya, ini mandi nih"
Ku sibakkan selimut tebal yang sedari tadi menutupi tubuhku dan berjalan gontai memasuki kamar mandi.
***
"Pagi pa" sapaku pada pria berusia empat puluh tujuh tahun yang wajahnya tengah ditutupi koran pagi itu.
"Baru hari pertama masuk sekolah sudah bangun kesiangan saja kamu ini" ucap papa tanpa menyingkirkan koran pagi dari hadapan wajahnya.
"Biasa, ngantuk" ucapku cengengesan sembari mencomot asal roti isi dimeja makan.
"Heh!, kebiasan tangannya. Cuci dulu" mama refleks memukul pelan punggung tanganku yang beniat mengambil potongan roti isi dimeja makan.
"Udah tadi barengan pas mandi ma" ku lihat mama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Selamat pagi, permisi!" suara serak yang berasal dari arah pintu utama mengalihkan perhatianku dari roti isi dimeja makan.
"Udah ah, Nabila pergi dulu ya ma pa, ojek langganannya udah nunggu tuh"
Setelah mengecup punggung tangan kedua orang tuaku, aku langsung berlari kecil menuju pintu dengan tangan yang masih memegang sepotong roti isi.
***
"Lama" satu kata singkat meluncur dari mulut cowok dihadapanku itu.
"Mau? " tanyaku sembari mendekatkan potongan roti isi yang tinggal setengah kearah wajahnya.
"Kebiasaan lo ya, makan sambil lari"
"Mau pergi kapan nih?, tahun depan?. Ampe lo selesai ngoceh?" tanyaku sinis dengan kedua tangan di pinggang.
"Dari dulu nih mulut gada bagus-bagusnya" Nabil menunjuk bibirku geram, dan dengan sigap ku gigit telunjuk menyebalkan itu.
"Agrrhh"
Rintihnya sembari mengibas-ngibaskan jemarinya keudara. Aku tertawa puas melihat adegan mengesankan itu, sebuah pemandangan pagi hari yang sangat sempurna jika melihat cowok itu menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen FictionRumah yang berdekatan dan orang tua yang akrab membuat persahabatan aku dan Nabil semakin erat. Hingga menginjak usia remaja, sosok baru datang di antara kami dan membuat persahabatan kami renggang. Namun tak cukup sampai di situ, Nabil yang terny...