"Boleh kagak ye kalo gue tukeran aja sama si Dina?" Tanyaku pada Karin dan Ica.
Omong-omong sekarang kami sudah berada di ruang seni, guna untuk latihan teater yang sudah dijanjikan oleh Miss Tia tadi siang.
Kenapa harus IPS yang dipilih untuk pentas teater di hari jadi Bina Bangsa?.Memangnya tidak ada kelas lain apa?, Miss Tia kan sudah tahu kalau IPS susah banget buat diatur. Dan walaupun memang harus IPS, setidaknya jangan aku yang jadi tokoh utamanya, ini seperti kutukan untukku.
"Saran gue kagak usah dah Nab" Karin mengutarakan pendapatnya yang diikuti oleh anggukan kepala dari Ica.
"Kalo si Dina mah pasti mau-mau aja tukeran sama lo, secara kan dia keknya mau banget tuh meranin tokoh utama" Jelas Ica.
"Tapi walaupun lo berdua sepakat pen tukeran, masalahnya sama Miss Tia". Karin mengingatkanku seraya telunjuknya terangkat ke udara.
"Nah bener tuh kata si Karin, lo mau apa berurusan sama tuh manusia satu?, ngebayangin mulutnya nyocot aja dah males banget gue". Ica bicara panjang lebar seraya menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangan matanya.
"Lo pada tau kan kalo gue kagak ada bakat sama sekali sama beginian?" Aku mendengus kesal.
"Semangat latihannya Princess" Yudha yang baru saja datang tiba-tiba menghampiriku seraya mengacak asal rambutku.
"Ceileh, mentang-mentang aje lo berdua jadi pemeran tokoh utama ye" Ica menjawil bahuku beniat menggoda.
"Udeh, lo kagak usah berharap lebih sama gue Yud. Gue kagak ada bakat sama sekali didunia beginian"
"Gue juga kagak bisa akting, tapi lihat aja nanti"
"Gue ke sana dulu" Yudha berlalu dengan langkah lebarnya.
***
"Naskah yang Miss bagikan barusan itu harus kalian pahami betul, apalagi untuk tokoh utama. Miss tidak mau ya nanti intonasi kalian salah-salah"
Guru Senibudaya itu kini berdiri di hadapan kami untuk memandu berjalannya latihan sore itu.
"Iya Miss" Sahut yang lain kompak.
"Baik, kita langsung mulai saja ya. Siapa naratornya tadi? "
"Saya Miss". Karin yang duduk di sebelah kananku bersuara menjawab pertanyaan Miss Tia barusan.
"Oke, kita mulai dari Karin ya. Coba kamu baca dulu bagian adegan pertamanya, Miss mau denger"
Seperti latihan teater pada umumnya, kami belajar cara berakting, memerankan watak tokoh yang kami perankan, hingga hal-hal lainnya.
Semua berjalan dengan lancar-lancar saja dalam panduan Miss Tia, walau tidak sekali dua kali wanita yang belum berumah tangga itu melotot dan berteriak nyaring akibat ulah Revan dan Dimas beserta teman-teman sejolinya yang susah diatur.
"Dimas!!, kamu itu pengawal pangeran. Jadi tidak boleh berdiri di depan pangeran!!" Untuk kesekian kalinya Miss Tia berteriak kesal kepada bocah tengil yang bernama Dimas.
"Tapi ini Hak Asasi Manusia Miss, jadi saya bebas dong mau berdiri dimana aja". Dimas membantah ucapan Miss Tia dengan alasan sok bijaknya.
"Ini beda ceritanya Dimas!! "
"Lah, udah ganti cerita ya Miss?. Saya kira masih cerita pangeran tampan"
Miss Tia hanya bisa melongo dengan mulut yang terbuka, tidak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Dimas barusan.
Sedangkan aku dan yang lainnya hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Dimas.
Sepertinya ini dibuat-buat, sejauh aku mengenal Dimas dia tidak sebego ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen FictionRumah yang berdekatan dan orang tua yang akrab membuat persahabatan aku dan Nabil semakin erat. Hingga menginjak usia remaja, sosok baru datang di antara kami dan membuat persahabatan kami renggang. Namun tak cukup sampai di situ, Nabil yang terny...