Jadian

43 43 2
                                    

"Paan sih?, sibuk amat hidup lo" Karin mencari arah pandangku.

"Yudha bukan sih?" Mendengar pertanyaan Karin itu, Ica dan Revan ikut melihat objek yang dimaksud.

"Keknya iya deh" Jawab Ica sembari menyeruput cappucino miliknya yang baru saja mendarat di atas meja cafe.

"Yudha! " Karin dengan suara toanya memanggil sosok itu. Lalu yang dipanggil pun menoleh untuk mengetahui siapa yang menyerukan namanya barusan.

"Gabung sama kita, sini! " Karin melambai-lambaikan tangannya ke udara sebagai isyarat untuk mengajak bergabung cowok itu.

Kemudian Yudha membawa secangkir latte miliknya untuk berpindah meja dan bergabung bersama kami. Aku yang melihat sosok itu hanya diam bergeming tanpa gerakan, menatap lurus pada sosok tinggi yang berjalan mendekati kami itu.

"Lo kenapa Nab? " Yudha menggerakkan tangannya didepan wajah ku saat melihat aku yang tengah bengong.

"Tau nih, sakit lo? " Karin mendorong bahu ku, yang membuat aku refleks kaget akibat gerakan tiba-tiba itu.

"Aa...apa? " Tanya ku bingung dengan lata.

"Tadi ada gajah bertelur" jawab Ica asal dengan cappucino dihadapannya yang sudah berkurang sekitar dua jari.

"Bukannya gajah mamalia ye bukan unggas?" Tanya ku bingung, ini aku bingung atau bego sih?.

"Gak, reptil" Cibir Karin sinis.

"Lo kate kadal apa?" Tanya ku mengoreksi kalimat Karin barusan.

"Yaudeh, kalo udah tau napa nanya lagi?"

"Dih, walaupun nilai UH Geografi gue dibawah KKM mulu, tapi kepala gue ada isinya dikit kali. Kagak kosong-kosong amat"

"Iya deh, si paling Geografi, anaknya Ma'am Eka"

Ica mengaduk-aduk minumannya sembari membenarkan kacamatanya yang sedikit merosot dari posisi sebelumnya.

***

Suara jangkrik bersorak saat aku dan Yudha melewati hutan kota menuju rumah ku. Angin malam yang sedingin butiran salju di antartika menerpa wajah ku yang kini tengah duduk di boncengan motor Yudha.

Waktu seperti sangat singkat, aku rasa seakan-akan baru beberapa detik yang lalu aku berada di cafe bersama teman-teman ku, dan sekarang aku sudah dibawah jauh oleh Yudha.

"Mau makan dulu gak Nab?" Tanya Yudha sembari memelankan kecepatan kendaraan roda dua miliknya agar aku dapat mendengar ucapannya.

"Gak deh, gue masih kenyang" Ucap ku lembut. Wait, bisa-bisanya suara ku tidak ngegas seperti biasanya.

"Yakin nih, tadi pas di cafe lo cuman minum doang loh" Yudha memastikan kalimat ku barusan, mungkin saja aku akan berubah pikiran.

"Iya Yudha, gue belum laper" Ku tegaskan sekali lagi.

"Iya dah" Setelah mengucapkan dua kata itu, Yudha kembali mempercepat gerakan motornya.

Beberapa menit berlalu, ku rasakan waktu seakan sangat lambat berjalan, ini pengaruh Yudha yang menyetir lambat atau apa pun itu aku tidak tahu.

Semakin ke sini angin malam semakin dingin yang membuat ku menyilangkan kedua lengan ku didepan dada karena kedinginan diterpa angin malam.

Tanpa ku sadari motor yang tengah ku naiki itu memperlambat kecepatannya hingga berhenti sepenuhnya. Aku turun dari boncengan Yudha dengan dahi yang berkerut karena bingung.

Ku edarkan pandangan ku dan tidak ada satupun sesuatu yang dapat ku tangkap dengan indera penglihatan ku kecuali jejeran semak belukar yang setinggi pinggang orang dewasa bahkan lebih.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang