Jika banyak orang bilang kalau IPS itu "ikatan Pelajar Santai", meraka salah. Contohnya Nabil yang selalu berkutat dengan buku-buku tebalnya tanpa memperdulikan dunia luar.
Aku juga bingung dengan anak itu, jika orang menganggap belajar itu hal yang membosankan maka menurut Nabil malah sebaliknya. Mungkin belajar adalah hal terasik menurutnya.
Sekarang jam menunjukkan pukul tujuh lewat lima puluh tujuh pagi, yang dimana sebentar lagi kegiatan belajar mengajar akan dimulai, tetapi Nabil sudah sejak dari tadi fokus pada bukunya.
"Kepsek, woy diem!!" teriak Aldo pada rakyat kelasnya saat melihat bayang-bayang kepala licin milik pak Yanto yang akan menuju ke kelas kami.
Seketika kelas yang sebelumnya ramai bak pasar tanah abang kini berubah drastis seratus delapan puluh derajat menjadi seperti suasana pemakaman umum.
"Selamat pagi semua"
Sapa pak Yanto membuka pembicaraan, di sampingnya berdiri miss Rani selaku wali kelas kami dan di sebelahnya berdiri anak laki-laki sebaya dengan kami lengkap dengan seragam sekolah lain yang bermotif kotak-kotak.
"Baik, jadi kedatangan saya di sini akan memperkenalkan teman baru kalian"
"Silahkan kamu perkenalkan diri" pak Yanto mempersilahkan cowok jangkung itu untuk memperkenalkan dirinya.
"Hallo, kenalin gue Yudha Putra Nalendra, kalian bisa panggil gue Yudha" ucapnya diakhiri dengan senyum tipis yang melengkung sempurna.
"Baik Yudha, kamu bisa menempati bangku yang masih kosong" matanya pun berputar menyusuri ruang kelas untuk menemukan bangku yang tidak berpenghuni.
"Sini aja Yud!!" ku lihat Dina melambaikan tangannya memberi isyarat untuk mengajak duduk cowok itu di bangku sebelah kirinya. Tidak heran lagi dengan sifat caper cewek satu ini.
"Dan saya minta kalian semua sebagai teman baru Yudha untuk menerima dia dengan baik"
"Baik pak" dengan semangat, penghuni IPS menjawab serentak bak paduan suara.
***
"Lo liat anak baru itu kan Bil?" tanyaku membuka pembicaraan saat kami tengah di perjalanan pulang menuju rumah.
"Terus?" tanya Nabil singkat tanpa minat.
"Ganteng ya?"
"Ohh"
"Ih, kok gitu sih responnya" ku tepuk bahu cowok menyebalkan itu hingga hampir saja ia kehilangan keseimbangan saat tengah mengendarai motornya.
"Terus gue haru respon kek gimana Nabila? "
"Gatau, setidaknya jangan gitu" jawab ku tidak bersemangat.
Lalu motor bebek milik Nabil menepi dan berhenti di depan sebuah gerobak ketoprak yang sudah familiar di mataku.
Melihat aku yang masih bergeming di atas motor, Nabil pun berinisiatif untuk mencopot helm yang masih melekat di kepalaku lalu menatapku seraya geleng-geleng kepala.
"Mau gue gendong nih? " ia membuat ancang-ancang akan menggendongku, namun cepat-cepat aku tepis jauh-jauh tangan lebar itu.
"Bisa jalan sendiri" jawabku ketus, lalu berjalan menuju kursi tempat makan di kedai ketoprak.
"Kek biasa, dua porsi mang" Nabil memesan pada mang Asep selaku penjual ketoprak.
Oh ya, ketoprak mang Asep ini adalah langgananku dan Nabil, kami sering mampir ke sini sepulang sekolah. Bahkan dapat dikatakan ketoprak milik mang Asep ini adalah ketoprak terenak di daerah sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen FictionRumah yang berdekatan dan orang tua yang akrab membuat persahabatan aku dan Nabil semakin erat. Hingga menginjak usia remaja, sosok baru datang di antara kami dan membuat persahabatan kami renggang. Namun tak cukup sampai di situ, Nabil yang terny...