Tangan Renjun menuntun tangan kecil yang sudah biasa ia genggam itu, rasanya nyaman. Kadang saat ia merasa ada yang salah lagi dengan hidupnya, dengan merasakan telapak tangan kecil menyentuh pipinya saja. Renjun merasa kembali baik-baik saja.Senyum Renjun juga tetap terulas saat ia dan sang anak berjalan melewati lorong bernuansa putih itu, celotehan Liam sepanjang hari tak akan bosan Renjun dengarkan.
"Stikernya bukan dino lagi, kenapa nenek menggantinya? Liam lebih suka dino dari pada ikan." Mata kecilnya melihat wadah Jelly yang tadi dipasangkan stiker oleh sang dokter gigi.
"Yang dino habis, jadi diganti ikan dulu." Jawab Renjun.
Kepala anak itu mengangguk-angguk, lalu mendongak menatap Renjun. "Hari ini baba kerja lagi?"
"Iya, kenapa? Mau ikut?" Renjun menghentikan langkahnya.
Liam mengangguk. "Mau." Renjun tersenyum kemudian,
"Boleh. Hana sudah lama tidak bertemu Liam, dia rindu Liam." Ujarnya.
"Benarkah?" Liam terlihat antusias, ia segera menarik-narik tangan Renjun. Mengisyaratkan anak itu ingin segera pergi kesana.
Dan begitu sampai di depan pintu masuk butik, Liam langsung berlari masuk sambil memanggil nama Hana. Hana adalah teman Ningning yang sekarang mengelola butik ini dengan Renjun.
"Hana!"
"Hey, pangeran kecil." Perempuan berambut sebahu itu ikut berlari menghampiri Liam. Hana memang kerap menyebut Liam dengan 'pangeran', karena menurutnya jika diceritakan dalam dongeng bahwa seorang pangeran setampan itu. Hana akan menunjuk Liam sebagai contoh seberapa tampan para pangeran.
"Ada sarung tangan baru tidak?" Liam sering menanyakan hal itu, karena sejak dulu Hana gemar membuat sarung tangan lucu untuk anak dari Renjun itu.
"Kenapa? Liam kemari hanya untuk meminta itu ya? Bukan untuk bertemu Hana?" Hana membuat wajahnya seolah tengah bersedih.
Liam yang melihat itu kelabakan, ia menggeleng keras. "Bukan. Baba bilang Hana rindu Liam, jadi Liam kesini untuk Hana."
Hana terkekeh pelan. "Iya, iya. Hana bercanda." Dari tadi matanya menatap gemas wajah Liam yang terdapat stiker bergambar paus di pipi gembil itu.
"Ini apa? Liam baru kembali dari dokter ya?" Tebak Hana, karena biasanya Liam selalu meminta sang dokter untuk menempel stiker kecil di wajahnya. Entah itu di dahi atau pipi, seperti sekarang.
"Iya." Liam tersenyum.
"Hana, apa Haechan sudah kemari?" Tanya Renjun, mengingat semalam Hana bilang kalau hari ini ada seseorang yang ingin meminta bantuan Renjun untuk dibuatkan desain untuk baju pernikahannya.
Meskipun baju pernikahan tetap seperti itu-itu saja, tetap saja orang-orang menginginkan ukuran yang pas serta bahan yang nyaman untuk mereka.
"Belum, ia bilang akan kemari nanti jam empat sore." Hana melirik jam tangannya, sambil mengingat janji Haechan kemarin-kemarin.
Renjun mengangguk, kemudian berjalan ke meja kecil yang ada di ujung ruangan. "Ohh, Hana kau sudah makan? Aku membawa bekal." Tangannya mengeluarkan kotak makan yang memang ia siapkan untuk dirinya, Hana dan Liam.
Ketiganya menikmati makan siang ditemani celotehan Liam soal ceritanya yang tidak sabar ingin segera sekolah. Sementara usia Liam untuk masuk ke taman kanak-kanak tahun depan.
"Nanti, Liam kasihtau teman Liam. Kalau Liam punya baba yang cantik dan baik, Liam punya Ningning yang cerewet dan mudah marah." Anak itu mengambil cangkir minumnya, lalu meneguk air minumnya sebelum kembali berceloteh.